webnovel

Ini Salahku

"Ini salah aku, aku Mamah yang gak berguna dan juga istri yang gak berguna," katanya menyalahkan diri sendiri.

"Jangan ngomong gitu, Ri. Kita harus bisa belajar ikhlas menerima kehendak Tuhan. Kamu harus yakin satu hal ini, Ri. Dengerin dan pahami kata-kata aku. Tuhan tidak akan memberi suatu cobaan melainkan di luar batas manusia itu sendiri. Kamu dikasih cobaan ini. Berarti Tuhan tau kalo kamu itu mampu untuk menyelesaikannya," jelas Bunda.

"Iya. Betul apa yang dikatakan istriku, Ri. Sebesar apapun masalah yang kita hadapi. Pasti Tuhan sudah menyiapkan yang terbaik buat kedepannya," tambah Ayah Aleya yang membantu menasihati Mamah El yang tampak tak kuat dengan cobaannya.

"Aku udah berusaha sabar buat ngejalanin hidup ini demi Elvano, Vit. Tapi terkadang aku merasa bersalah sama El. Karena aku yang penyakitan seperti ini malah membuat El jadi kehilangan Papah-nya. El juga jadi repot harus mengurus aku. Aku rasa tidak perlu aku punya materi berlimpah-ruah seperti ini. Jika anakku tidak bahagia," katanya sembari menangis pilu.

"Kamu enggak usah nyalahin diri kamu sendiri, Ri. Ini memang sudah skenario Tuhan yang maha esa. Kita cukup mensyukuri saja nikmat dan cobaan yang ia berikan. Aku percaya sama El. Dia tidak pernah merasa kerepotan dengan keadaan Mamah-nya yang seperti ini," kata Bunda.

"Aku beruntung bisa kenal sama kalian." Sari menggenggam kedua tangan Vita sembari menatap mata keduanya.

***

"Makasih ya, Pak," kataku pada tukang Ojol yang mengantarku kerumah Tesa.

Beberapa kali aku ketuk pintu rumahnya. Akhirnya dapat jawaban dari Tesa. Tak lupa ia segera mempersilahkan Al masuk ke rumahnya.

"Lo ke sini sama siapa?" tanya Tesa sembari menuangkan air putih ke dalam gelas polos.

"Naek Ojol, lah," jawabku yang langsung menjatuhkan tubuh di atas sofa empuk milik Tesa.

"Oh. Gue kira lo bisa terbang," ejek nya seraya menyodorkan segelas air putih yang langsung Al minum seperti orang kehausan.

Bahkan ia meminta Tesa untuk kembali mengisikan gelas yang kini kosong karena telah ia minum.

Heran, tentu saja. Tapi apa boleh buat. Tesa hanya menuruti perintah Aleya karena ia tamu di rumahnya.

"Eh. Tadi Bunda gue sempet ngangkat telepon lo, gak sih?" tanya Al sambil meneguk air yang kedua kalinya.

"Iya! Malu banget gue, Al. Gue kira yang angkat telepon itu elo. Eh taunya Bunda lo," kata Tesa resah karena malu.

"Emangnya lo ngomong apa?"

Aku kembali bertanya perihal isi percakapan Tesa dengan Bunda yang sampai membuat Tesa resah tak karuan karena malu.

"Tadi pas telepon gue lo angkat. Gue langsung ngomong panjang lebar perihal gue yang sedikit cemburu gitu loh, ceritanya. Pas gue udah berenti ngomong. Bunda lo baru buka mulut. Jujur sih. Gue kaget banget," katanya.

"Terus-terus?" tanyaku santai.

"Ya, gue matiin aja telepon-nya."

"Gak sopan banget lo sama Bunda gue. Sebenernya sih yang minta alamat rumah El itu, Bunda gue. Tadi pagi nyokap nyuruh gue buat nanya ke El perihal alamat rumahnya. Ogah banget dong. Kalo gue mesti telpon atau kirim pesan ke dia. Jadi gue minta tolong deh sama lo," jelasku membuat Tesa paham maksud Aleya.

"Kenapa gak dari awal aja. Lo bilang gitu kek gue. Jadinya kan gue gak penasaran kek tadi," omelnya .

"Ya maaf. Abisnya tadi gue males banget kalo harus ngejelasin. Kayaknya tadi Bunda gue sempet baca pesan dari lo deh. Soalnya sekarang Bunda sama Ayah gue gak ada dirumah," kataku sembari mengambil cemilan di atas meja.

"Emangnya mau apa sih Bunda lo ke rumah Kak El? Keluarga lo udah saling kenal? Apa gimana?" tanya Tesa penasaran.

"Jadi, gini. Huh. Gak jadi deh. Terlalu panjang soalnya," ejek Al membuat Tesa kesal.

"Yaudah deh gue cerita nih. Dengerin! Dulu, gue tinggal di Palembang, kebetulan waktu itu ada tetangga pindahan dan ternyata itu keluarga El. Mereka beli rumah disamping rumah gue. Berhubung mereka tetangga baru. Bunda gue inisiatif bertamu dong biar tambah akrab. Yang gue inget waktu itu. Bunda gue kayak kenal deket banget gitu sama Mamahnya El dan ternyata Papanya si El itu temen deket Bunda gue waktu dulu," jelas Al yang menceritakan asal mula kedekatan keluarganya dengan keluarga El.

"Gue masih penasaran deh. Sama lo yang benci banget sama kak El? Pasti alesannya bukan cuma karena pas waktu pertama masuk sekolah kan?" tanya Tesa lagi.

"Soal itu. Dulu Ayah gue baru dapet gaji pertamanya setelah beberapa bulan gak kerja karena di PHK. Uang gaji-nya itu di belikan boneka buat gue. Rasanya seneng banget. Tapi, baru juga beberapa hari gue pegang boneka itu, malah dirusak sama si El yang ngerobek-robek boneka gue. Sampe sekarang deh. Gue kesel banget sama dia." Lamunan Aleya seraya berkata.

"Terus? Terus? Kak El minta maaf gak sama lo?"

"Boro. Malahan Mamah-nya yang minta maaf sama gue. Jadi gak akan pernah ada sejarahnya gue bakal suka sama dia," kata Al tegas.

"Heh! Jangan ngomong kek gitu. Perasaan bisa berubah kapan aja loh. Siapa tau nanti Lo jadi takut kehilangan Kak El ," ejeknya mendapati sorotan tajam Al.

***

Tid! Tid!

Mobil yang dikendarai Ayah dan Bunda Aleya sampai di rumah. Dibukanya pintu gerbang oleh Bi Tati.

"Aleya masih tidur, Bi?" tanya Bunda yang baru turun dari dalam mobil.

"Tadi. Non Aleya ijin mau kerumah temannha yang namanya Tesa, Bu," jawab Bi Tati.

"Sempet ganti baju enggak?" tanya Bunda lagi yang khawatir jika Aleya tidak pake baju yang tertutup saat keluar rumah.

"Non Aleya, sempet ganti baju kok, Bu. Malahan rapih banget," pernyataan Bi Tati hanya ditanggapi anggukan oleh Bunda yang berlalu masuk disusul Ayah.

"Kasian juga ya, Bund nasib si Elvano," kata Ayah di dalam kamar sembari mengganti baju.

"Iya. Bunda juga ikut prihatin dengernya. Tapi mau gimana lagi. Udah kehendak Tuhan juga," jawab Bunda sambil memainkan handpone hendak menelpon Aleya.

Tut. Tut. Tut.

Suara handpone Bunda memanggil Aleya yang tak kunjung mendapat jawaban.

"Suara handpone lo bukan?" tanya Tesa pada Aleya yang sedang asik menonton drakor di kamar Tesa.

"Iya. Bunda gue nelpon," jawab Al seraya mengangkat telpon.

Bunda menyuruh Aleya agar segera pulang karena ada hal yang mesti dibicarakan. Setelah menerima telepon dari Bunda. Aleya segera meminta antar pulang pada Tesa.

" Thanks, Sa. Hati-hati dijalan," sorak Aleya pada Tesa yang berlalu pergi setelah menghantarnya pulang.

Bruk!

"Sepertinya Aleya sudah pulang, Bund," kata Ayah melepas rangkulan tangannya dari pundak Bunda.

Nampaknya mereka sedang asik menonton film India layar TV kamar.