Di sisi lain, organisasi sindikat viktor, tepatnya di departemen kekuasaan, Beum membanting mejanya. "Hiz... Dasar Yohan... Dia tidak berguna, menyamar sebagai mata mata di dua tujuan. Kenapa aku bodoh sekali tidak menyadarinya dari awal kalau lelaki itu adalah bawahan dari pria keji itu!!!" ia masih kesal.
Lalu melihat sesuatu yakni dokumen yang ada di meja nya, dokumen itu memiliki nama milik Park Choisung. Ia langsung menyingkirkan dokumen itu dengan menggesernya hingga jatuh. "Sialan!! Aku ingin tahu siapa orang ini!! Siapa dia sebenarnya!! Kenapa dia berani berani nya mengambil gadis ku!!" ia kesal.
Tapi ada yang mengetuk pintu yang rupanya itu Shank. Dia membawa dokumen yang sama dari tadi.
"Tuan Beum... Aku kemari, atas perintah mu... Menjelaskan soal pria bernama Park Choisung," tatapnya.
"Cepat..." Beum menatap tajam.
". . . Dia bernama Park Choisung, di sebut dalam 3 marga karena dia berhasil membuat banyak kediaman Korea, marga besar maupun umum, tunduk padanya, semua mengenal nya dengan nama Tuan Park. Tapi di sini, nama aslinya adalah Felix. Dia dari Rusia, darah biru yang sangat murni, keluarga atas, namun dia lebih melarikan diri dari kehidupan nyaman nya dan menjadi pria mandiri yang sangat ditakuti. Dan di sini, aku mendapat informasi bahwa dia pernah membunuh seseorang dari orang terdekat Nona Neko... Mungkin saat ini Nona Neko baru proses mengetahui akan hal ini... Dalam pekerjaan nya, Tuan Park bergerak dalam hal hutang, dia adalah investor ilegal maupun swasta, memiliki sejumlah kasino dengan penghasilan besar, dan masih banyak lagi. Kekayaan yang dia miliki tidak dia ambil," kata Shank membuat Beum benar benar kesal mengepal tangan nya.
"Sialan sekali... Aku benar benar sangat kesal padanya.... Dan sekarang, apa yang dia lakukan dengan gadis ku?" Beum menatap.
". . . Sejauh ini belum ada informasi, mungkin dia mati di tangan Tuan Park."
"Apa?!! Sialan!! Dia membunuh Neko!!! Awas saja.... Kau benar benar telah memusnahkan gen mata merah.... Keturunan dari nya sangatlah berharga."
Lalu Matthew datang ke kantornya. "Kau masih memikirkan itu lagi?" dia menatap serius.
"Tentu saja, tak hanya mengganggu, dia juga mengambil gadis itu dariku dan sekarang dia benar benar sangat mengambil semuanya.... Jika dia mengambil Neko hanya untuk membunuh nya, paling tidak biarkan aku merasakan rasa gadis itu, sialan sekali!!"
"Tapi, aku dengar, dia masih hidup," kata Matthew.
"Dari mana kau tahu bahwa Neko masih hidup?"
"Ini hanya firasat ku," Matthew mengeluarkan sesuatu, yakni kalung berwarna merah nya. Itu kalung milik Neko dan dia sendiri. Hanya saja warna hijau nya di bawa Neko.
"Sebenarnya kalung ini adalah penanda. Jika Neko mati, cahaya kalung ini akan memudar dan pecah. Tapi kalung ini masih baik baik saja, padahal Neko bilang dia sudah membuang nya, tapi aku tidak percaya karena kalung ini," kata Matthew.
"Itu berarti, dia masih hidup, aku ingin mendapatkan nya lagi.... Lagi... Aku ingin dia bersama ku," Beum tampak tak sabaran.
"Kenapa kau tidak mengirimkan orang untuk memburunya?" saran Matthew.
"Aku sudah melakukan itu, dan jangan memerintah ku, mereka semua tak kembali setelah itu."
"Kau harus mencoba yang lebih kuat," Matthew menyela sambil memberikan sebuah dokumen identitas milik kemiliteran. Beum menerimanya dengan kesal dan rupanya itu biodata militer milik seorang wanita pemegang pedang.
"Dia asli jepang?"
"Dia adalah mantan militer dan juga mantan Shinsengumi, dia berganti posisi menjadi seorang pembunuh bayaran, kau bisa menyewanya sesukamu."
**Shinsengumi adalah korps kepolisian negara yang dibentuk untuk menjaga keamanan ibu kota Kyoto pada era Bakumatsu di Jepang. Semasa Perang Boshin, Shinsengumi berperang di pihak Keshogunan Tokugawa. Kepala korps dijabat Kondō Isami.
Sebagai penjaga keamanan Kyoto, Shinsengumi berada di bawah administrasi Kyoto Shugoshoku (pelindung Kyoto) pimpinan Matsudaira Katamori (daimyo Domain Aizu). Korps ini beranggotakan sekitar 60 orang samurai. Selain menjadi tugas Shinsengumi, tugas menjaga keamanan Kyoto juga dibebankan kepada Kyoto Mimawari-gumi. Berbeda dari Kyoto Mimawari-gumi yang beranggotakan gokenin dan hatamoto, anggota Shinsengumi diambil dari para ronin (termasuk petani, tahanan dan penduduk kota) dari Aizu. Berdasarkan kedudukannya sebagai korps nonreguler, Shinsengumi sering dijuluki sebagai "kelompok pembunuh dari faksi sabaku (pendukung keshogunan.)"
Mereka dituduh bertanggung jawab atas Peristiwa Ikedaya, dan berbagai pembunuhan, termasuk terhadap kelompok radikal pendukung slogan Sonnō jōi ("dukung kaisar, usir orang barbar") yang menggunakan Kyoto sebagai tempat persembunyian, dan ronin pelaku kriminal.
Pimpinan korps termasuk Kondō Isami sendiri terlibat perebutan kekuasaan di dalam korps Shinsengumi, dan akhirnya tewas dibunuh oleh musuh. Anggota Shinsengumi banyak yang dipecat karena melawan peraturan, tewas setelah duel pedang dengan anggota organisasi shishi, atau dieksekusi setelah dipecat.
Shinsengumi sering didramatisasi dalam novel-novel sebagai kelompok pembunuh gelap yang sering membunuh orang tanpa alasan**
"Dia tingkat berapa di militer?" tanya Beum.
"Tingkat tinggi A/0 itu lambangnya."
Lalu Beum berpikir sejenak. "(Gadis itu tidak terima padaku, aku juga tidak terima padanya karena menolak ku, aku tidak peduli... Yang penting dia mati atau bersama ku dan akan ku siksa sampai mati...)"
-
Tiba tiba cup kopi terjatuh dari tangan Neko. Membuat kopi itu tumpah kemana mana. Tak hanya itu, tangan di bagian jari Neko terkena air panas itu membuat nya terkejut mengepal tangan nya.
"Astaga.... Kau tidak apa apa?" tatap Acheline yang panik di depan nya.
". . . Maafkan aku, aku menumpahkan nya," Neko melihat tumpahan itu.
"Aku bisa membersihkan nya, untuk siapa kau berikan?" Acheline menatap.
"Ini untuk nya, tapi karena sekarang sudah tumpah, mungkin aku harus bilang padanya," kata Neko.
"Baik, baik, sepertinya Bos memang selalu memesan kopi di jam segini," Acheline mengatakan nya sambil membersihkan.
"Aku akan membeli lagi," Neko akan berjalan pergi tapi Acheline menahan nya dengan berteriak. "Tunggu, sebaiknya kau bilang saja padanya yang sebenarnya. Dia bisa memaafkan nya jika bersama mu," kata Acheline membuat Neko terdiam lalu berjalan pergi, ia akan ke kantor Felix.
Tapi ia terdiam ketika sampai di lorong. Hanya tinggal beberapa langkah lagi ke pintu kantor Felix. "(Tunggu, jika di pikir pikir... Aku belum pernah kemari sebelumnya, bahkan tidak pernah sama sekali. Aku belum pernah melihat kantor nya... Apa aku bisa melihat ke dalam hanya untuk bilang kopi nua tumpah... Tunggu... Ada cara lain aku bisa mengatakan keslahan ku,)" pikir Neko. Ia lalu berbalik lagi, ia rupanya berjalan ke dapur kantor karyawan di gedung itu.
Kebetulan ada kopi di sana, dia lalu mulai membuat kopi. Membuat kopi dengan takaran susu dan yang lain nya.
Di sisi lain, Felix keluar dari kantor nya sambil mengendurkan dasi nya dan menghela napas panjang. Ia lalu melihat jam tangan yang ia pakai.
"(Dimana kopi nya..... Kenapa tidak di antar.... Apa dia tidak iklas melakukan nya?)" Felix ingat ketika ia menyuruh Neko tadi.
Itu saat ponsel Neko berbunyi dan dia ada di meja nya menatap laptop nya. Ia mengambil ponselnya dan melihat itu dari Felix.
== Mulai sekarang dan seterusnya, belikan aku kopi di jam yang sama setiap hari ==
"Apa.... Sialan.... Kenapa aku harus mau..." Neko tampak kesal.
Tapi mendadak, ada yang membuka pintu ruangan nya membuat nya langsung menoleh yang rupanya itu Felix. Ia menyilang tangan menatap Neko dengan tatapan datar. "Aku bisa mendengar mu."
". . . Kau mau apa?" Neko tampak kesal.
Felix berjalan mendekat lalu menundukkan tubuhnya untuk menatap Neko, lalu memegang dagu Neko untuk mereka melakukan kontak mata.
"Apa kau bersikap begitu padaku setelah kau setuju untuk aku tandai sebagai milik ku?" Felix menatap.
". . . Cih.... Aku tak akan mau melayani mu."
". . . Kenapa berkata begitu, bukanlah buku perjanjian kontrak nya...."
"Di perjanjian kontrak, tertulis bahwa aku berjaga di bar salah satu milik mu, tapi kenapa aku malah di sini," Neko tampak kesal.
". . . Baiklah, aku akan segera mengajukan permintaan mu itu. Kau benar benar teliti dalam membaca setiap tulisan, tapi untuk kali ini lakukan saja," kata Felix, dia lalu berjalan pergi.
--
"(Hm.... Mungkin begitu...)" dia masih berpikir. Di lorong depan pintu kantornya, tapi mendadak mencium aroma kopi yang sangat harum membuat nya menoleh ke lorong samping yang rupanya Neko berjalan membawa gelas kopi.
Neko kebetulan menatap nya di luar kantor Felix, ia lalu berjalan mendekat dan memberikan kopinya.
Felix terdiam bingung. "Apa maksudnya ini?"
". . . Kopi yang baru saja aku beli.... Itu tumpah tanpa sengaja, dan aku membuat kan nya untuk mu agar waktunya tidak berkurang."
". . . Jadi intinya, kau minta maaf atau apa?"
"Ck.... Baiklah, aku minta maaf telah menumpahkan kopi nya... Tapi aku menggantinya," Neko memberikan gelas itu lalu Felix mwngambilnya dan mengendus aroma nya. "Sama seperti tadi bukan, harus aku akui, kopi yang kau buat sungguh benar benar enak.... Bahkan lebih steril dari kopi dari kedai... Bagaimana jika kau membuatkan kopi untuk ku setiap har-
"Tidak terimakasih, aku lebih suka pergi menjauh dan segera menunggu kontrak yang mengatakan aku harus berjaga di salah satu bar mu, bukan sekantor melayani mu."
". . . Baiklah, kau akan menjadi manajer di sana, aku serahkan salah satu bar ku itu padamu, jaga bar itu baik baik. . . Mungkin aku juga harus mengatakan jaga diri mu baik baik karena pelanggan tak bisa membedakan mana pelayan dan manajer," kata Felix.
"Aku tidak takut akan itu," Neko langsung membalas dingin lalu ia berjalan pergi.
Felix terdiam dengan senyum kecil, ia lalu meminum kopi itu dan berjalan masuk ke kantornya lagi.
Sementara itu Acheline masih membersihkan kopi tumpah tadi dan sebentar lagi selesai. Lalu Neko mendekat. "Kau benar benar membantu ku, apa ada cara agar aku dapat membalas mu?" Neko menatap.
"Ah, tak apa..."
"Biarkan aku membantu."
"Baiklah, kalau begitu, bisa aku meminta tolong, ada bir di meja ku, aku ingin meminumnya sekarang," kata Acheline, lalu Neko ke meja Acheline tapi tak ada bir sama sekali.
"(Kemana?)"
"Kau sudah mengambilnya?" Acheline mendekat.
"Tak ada disini," balas Neko.
"Hm...Rupanya sudah habis, tak apalah aku bisa mem-
"Aku akan membelinya," kata Neko menyela sambil berjalan pergi.
"Eh... Serius??" Acheline menjadi terkejut.