"Ka... Kamu salah, aku bukan suruhan siapapun, a.. Aku juga tidak tahu apa yang kau bicarakan," Yohan mencoba meyakinkan Neko meskipun dia harus berbohong.
"Oh ya? Tebakanku memang selalu salah, tapi instingku selalu benar saat ini. Kau tidak perlu berbohong, Yohan. Katakan padaku, pria sepertimu ini memang kerap ditemukan di berbagai aspek balas dendam yang kejam. Apa kau tahu kenapa aku mengatakan kalimat barusan?" Neko mendekatkan wajahnya dengan serius, membuat Yohan terdiam.
"Apa kau sedang memprovokasiku, Nona? (Kau bertanya kenapa kau mengatakan kalimat itu karena kau sudah tak percaya lagi pada orang baru dan bersikap bodoh, tidak peduli pada balas dendam semua orang. Sifat Neko ditentukan oleh lingkungannya. Tak setiap hari ia bisa disebut sebagai kejam, dan tidak setiap hari juga dia disebut sebagai lembut.)" Yohan juga sedang menatap serius.
"Dalam hal ini, pastinya semua akan ditentukan oleh kejujuran dan kepastianmu sebagai pemegang dan penjagaku. Apa kau masih ingat saat di mana kau mau menjadi asistennya seperti ini?" Neko menatap.
Lalu Yohan terdiam sebentar dan menjawab, "Aku bertemu dengan Sunbae. Dia menawariku menjagamu karena dengan tubuhku yang terlihat seperti bawahan ini akan sangat dipercaya jika harus melindungimu."
"Lalu, kau bekerja hanya untuk uang? Melindungiku dan memastikan aku aman hanya karena uang, atau kau mau yang lain?"
"Apa maksudmu yang lain?"
"Kau dari awal tak terlihat tergoda dengan tubuhku ini. Apa kau sudah menganggap aku ini sebagai pelacur perawan?"
"Kau memang perawan dan kau juga bukan pelacur... (Dan siapa bilang aku tidak tergoda, aku hampir setengah mati tergoda olehnya.) Kau memang tidak merayu murahan dan kau juga tidak memaksakan nafsu seseorang, tapi kenapa kau menyebut dirimu sebagai pelacur?" Yohan menatap.
"Tak ada masalah lain yang membuatku menganggap diriku sendiri sebagai pelacur, hanya saja tidak ada sesuatu yang pasti disentuh oleh banyak pria, meskipun mereka hanya menginginkan tubuhku, bukan keperawananku."
"Tapi percayalah, aku bukan suruhan orang lain untuk mengambilmu seperti ini," Yohan menatap.
"Tak perlu jujur sekarang. Berbohong pun tak apa, karena itu adalah urusanmu sendiri. Jika itu sudah menjadi urusanku, lihat saja nanti," kata Neko, lalu ia berjalan pergi duluan.
"(Yeah... Ini akan menjadi peristiwamu nanti,)" Yohan tersenyum seringai dalam hatinya. Sikapnya berbeda saat Neko tak melihatnya. Dia benar-benar merencanakan sesuatu untuk Neko.
-
Hingga mereka akhirnya sampai. "(Kita akhirnya melanjutkan perjalanan dan melihat sesuatu yang sama,)" pikir Yohan.
Mereka menatap pelabuhan di sana. "Kau tidak bilang kita harus melewati pelabuhan?" tatap Neko.
"E... Ya... Em... Ini... Memang pelabuhan... Ilegal..."
"Kau tahu kenapa disebut begitu?"
"Karena di sini terjadinya transaksi ilegal terhadap kargo-kargo yang sangat banyak itu..."
"Hm... Begitukah," Neko menatap arah lain dan melihat sesuatu. Dia langsung berjalan ke sana, membuat Yohan terdiam dan mengikutinya.
"(Kenapa dia tidak jadi ke pelabuhan dan malah ke arah lain? Ah, ikutin saja...)"
Mereka berhenti berjalan dan sampai di tempat pembangunan yang belum jadi. Suasana juga sudah terasa gelap. Di sana ada sebuah jembatan yang kering dan lama ditinggalkan. Di kolong jembatan itu ada beberapa benda yang begitu aneh dan terbuang.
"Sepertinya tak ada yang tinggal di sini," kata Yohan, lalu Neko melihat tas terselip. "Yohan."
"Ya," Yohan menoleh.
"Kau bisa melihatnya?" Neko menunjuk tas itu, membuat Yohan juga ikut melihat. "Cek tas itu," kata Neko.
Lalu Yohan membuka tas itu. "Di sini hanya ada baju dan uang, sabun mandi, mungkin tas malam... Huh?" Yohan menemukan forum kartu identitas.
"Ada apa?"
"Aku menemukan forum ini," Yohan memberikannya. Lalu Neko melihatnya dan terkejut. Di nama forum itu tertulis namanya, Luna.
Yohan menatapnya bingung dengan ekspresi Neko. "Apa ada sesuatu?"
"Bukan... Bukan apa-apa," Neko memberikan forum itu lagi pada Yohan sambil menggeleng pelan, lalu berbalik berjalan pergi. Yohan terdiam menatap kertas itu.
"Sekarang aku sedang bad mood, aku pergi," tambahnya. "(Aku tidak mengerti, itu sudah sangat lama sekali. Kenapa masih ada di sana saja? Kupikir mereka mengambilnya dan membuangnya begitu saja.)"
"Huh, apa! Secepat ini?" Yohan terkejut, lalu mengikutinya.
Yohan mengikuti Neko di belakangnya. "Bagaimana dengan pelabuhannya? Kamu tak jadi ke sana?"
Tapi Neko terdiam dan terus berjalan tenang, membuat Yohan harus berpikir bagaimana caranya membuat mood Neko tidak buruk.
"(Sepertinya dia sedang tak enak mood-nya. Haruskah aku bertanya apakah dia ingin kembali ke rumah? Tapi jika ke rumah, itu tidak menambah kesenangannya... Mungkin aku harus membawanya ke tempat hangat...) Em... Nuna," panggilnya dengan ragu.
"Apa yang kau inginkan?" Neko menoleh dengan lirikan mengerikan.
"(Di... Dia marah, sangat marah,)" Yohan menjadi gemetar. Dia bahkan gugup dan lupa apa yang ingin dia katakan.
"(Apa yang harus aku katakan tadi? Oh benar, aku harus mengajaknya ke suatu tempat.) Em... Bagaimana jika minum dulu?"
"Apa?"
"Ji... Jika kamu tidak suka... Tidak apa-apa jika kau ingin pulang..."
"Baiklah..." Neko menyela.
"Apa?" Yohan terdiam.
"Pergi minum," kata Neko. Ia menyetujui tawaran Yohan meskipun dengan tatapan datarnya itu.
"Ah... Bagus, mari kutunjukkan tempat yang bagus," Yohan menarik tangan Neko.
Sesampainya di tempat, Neko terdiam kaku melihat tampilan luar bar yang mencolok nan kecil. "Ini... Spot selalumu?"
"Yeep, Hozer... Pemiliknya juga disebut begitu. Xixi..." Yohan membalas, lalu mereka masuk.
Terdapat dua orang pria bertubuh kekar di sana. "Hey... Yohan..." Mereka memanggil bersamaan saat mendengarnya masuk.
"Siapa yang kau bawa...?" tanya salah satu dari mereka. Dia tampak mengenal Neko. "... Neko?"
"Hey... Gremp," kata Neko.
Yohan yang mendengar itu menjadi terkejut tak percaya. "Apa... Kalian saling mengenal...?! Tapi... Bagaimana bisa?"
"Siapa yang tidak kenal, orang pembuat bar tidak enak."
"Apa kau bilang? Kau hanya tinggal minum, bukan? Dan jika kau menganggap minuman ku tidak enak, kenapa masih ada banyak orang yang mampir minum?" Gremp menatap kesal.
"Pft, hanya karena bar ini hanya ada satu di sini..." Neko benar-benar merendahkannya, membuat pria yang bernama Gremp kesal.
"Gr... Jika bukan karena wajahmu itu yang begitu sempurna, kau jangan meremehkan aku seolah-olah aku tak bisa membuatmu jelek," tatap Gremp dengan marah.
"Pft... Lakukan saja... Itu juga akan hilang dalam beberapa hari," Neko masih merendahkannya.
"Ba... Baiklah, Nuna, ini waktunya pergi minum, karena kita di sini untuk minum," Yohan mendorongnya hingga ia berhasil menyingkirkan perdebatan merendahkan itu.
Beberapa jam kemudian, Neko meletakkan gelas terakhirnya. Ia berwajah mabuk dengan meletakkan wajahnya di meja ditutupi tangannya.
"Nuna, kau sudah banyak minum. Sebaiknya aku mengantarmu pulang," kata Yohan.
"Ha... Minuman yang tidak enak," Neko langsung bilang begitu.
Dan itu didengar oleh Gremp. "Apa kau bilang...! Kau menghabiskan tiga gelas dan masih bilang minumanku tidak enak?!"
"Pft, aku lebih suka dara-- hmp!" Neko langsung tertutup bibirnya oleh Yohan yang berbisik, "Nuna, kendalikan dirimu. Jika kau memberitahu semua orang termasuk Gremp, ini semua akan berakhir... Kau akan memberitahu kau suka darah, kan? Sebaiknya jangan lakukan itu," tatap Yohan dengan panik memakai suara berbisik dari tadi, membuat suasana terdiam.
"Ha... Baiklah... Biarkan aku ke kamar mandi terlebih dahulu," Neko menyingkirkan tangan Yohan, lalu berdiri dan berjalan pergi ke kamar mandi umum di bar itu.
"Baiklah, aku akan bersiap dan menunggumu," Yohan membalas.
"Kau benar-benar beruntung, benar-benar masa muda yang begitu menarik," kata Gremp menatap Yohan.
"Ada apa?" Yohan bingung.
"Dia Luna yang terlihat manis, bukan? Meskipun bukan tipe wanita, tapi dia itu tipe gadis, kulitnya lembut dan putih... Bwahahaha..."
"(Apa yang dibicarakannya?) Hah, jadi kau mengatakan aku dan dia...?" Yohan menatap panik.
"Ya, jelas kan, kau membawa gadis itu kemari, apalagi jika bukan kencan," tatap Gremp.
"Tapi... Tapi... Tapi... Kami bukan lebih dari apa-apa... Kau salah paham!" Yohan masih panik.
"Lalu, kenapa kau mau bersamanya? Kau tidak takut akan rumor di sini tentangnya kah?" tatap Gremp lagi.
"Itu bukan masalah besar aku mau bersamanya, tapi dari dulu sebelum aku bertemu dengannya pun aku juga tertarik dan sangat penasaran dengan gadis yang disebut sebagai Harimau Ganas yang suka pada darah."
"Lalu, darahmu sudah pernah diambil?"
"Hah, apa maksudmu? Kau... Tahu dia suka meminum darah?"
"Tentu saja, memangnya aku harus tidak tahu soal ini. Jangan khawatir, hanya kita yang tahu."
"(Ah, kupikir semuanya tahu. Ternyata hanya dia... Haruskah aku menyebutnya gadis yang suka darah saja? Tapi rupanya itu bukan hal yang tabu,)" Yohan terdiam. Ia melihat tangannya yang berbekas gigitan Neko saat itu.
"(Aku masih bingung, kenapa hanya satu gigitan? Bukankah menghisap darah itu harus butuh dua gigi taring? Biasanya drakula maupun vampir begitu kan? Apa satu gigi taringnya hilang? Apa jangan jangan dia bukan vampir ataupun drakula, karena itulah taring nya hanya satu?)" pikirnya. Dia tak tahu bahwa satu gigi taring Neko telah tercabut oleh Beum saat penyiksaan dua tahun yang lalu. Neko bahkan sudah melupakan itu, apalagi Yohan yang ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Apa kau tidak tahu ini? Sebelum dia disebut sebagai pembunuh Neko, dia sudah disebut sebagai iblis dan yang lainnya. Dia di kenal sangat kejam, meskipun hanya berwajah gadis yang lebih dari cantik... Kau seharusnya tahu hal itu, wajar jika tahu. Jadi mungkin kau tidak bisa menyebutkan panggilan selain Nya karena dia membenci panggilannya yang dulu," kata Gremp, lalu Yohan terdiam berpikir.
"Apa maksudmu? Aku memanggilnya Nuna."
"Oh, kupikir kau memanggilnya Luna," tatap Gremp.
Tapi Yohan terkejut. "Lu... Luna... (Tunggu, bukankah itu nama yang tertulis di forum identitas yang ditemukan di jembatan itu? Apa jangan-jangan nama itu adalah nama yang dia benci?) Kenapa dia membenci nama Luna?" tatap Yohan.
"Itu nama yang membuatnya terbuang di sini," kata Gremp, membuat Yohan terdiam.