webnovel

Sebuah Syarat

"Apa? Calon tumbal? Maksudnya saya?" Aku menunjuk diri sendiri dan meminta penjelasan pria yang ada di sampingku.

Ini tak benar, aku datang ke sini modal nekad demi mencari tahu apa yang mesti dilakukan untuk rumah itu, tetapi malah dipanggil seperti tadi.

"Hei, Wisnu, apa saya harus mengatakan dua kali agar kamu menjawab pertanyaan saya sekarang?" tanya Kiyai Akmal, pria itu berjalan dengan cepat, menghampiri kami.

Wajahnya ditekuk. Tampak tak menyukaiku sama sekali, dia saja belum mengenalku tapi sudah mirip musuhku.

Pria yang dipanggil Wisnu itu menggaruk tengkuknya, dia tersenyum sebentar lalu menghela napas panjang.

"Saya kasian, Kyia. Istri Mas Fadil ini terus saja maksa mau tahu perihal rumah dan kejadian aneh yang dia alami."

Kiyai Akmal belum turun juga emosinya, dia malah semakin menampilkan mimik wajah yang seram. Aku bergidik, takut dengan respons yang dia berikan di awal pertemuan kami ini.

"Ini bukan urusan saya. Terakhir ada yang ke sini, ujung-ujungnya malah pergi ke rumah si Aki-aki itu, apa yang terjadi sekarang sama dia? Gak ketahuan di mana orangnya, kan?" katanya dengan nada yang keras, aku bahkan harus menebalkan kuping agar tak berdengung mendengar suaranya yang seperti orang marah-marah.

Wisnu merangkul pundak Kiyai Akmal dan membimbingnya untuk menjauhiku. Dari tempatku berdiri, hanya bisa meliat mereka berbincang tanpa bisa kudengar satupun bahasannya.

Dari gestur yang terlihat, tampak Kiyai menggeleng beberapa kali, dan Wisnu memasang senyum yang entahlah, aku mengiranya itu sangat dia paksakan dan mengganggu sekali melihatnya.

Aku jadi curiga kalau-kalau mereka bekerja sama untuk memerasku saja tanpa berniat memberikan informasi terkait rumah itu dan juga Mas Fadil.

Tak berselang lama keduanya kembali ke posisi semula, dan aku masih saja terpaku di tempatku berdiri, mulut pun terasa berat mengatakan apa yang sudah ada di otak, hingga Wisnu angkat bicara.

"Mbak Fira, sebaiknya kita mengobrol di dalam rumah Kiyai saja, karena takutnya ada yang melihat dan Mbak diadukan ke mas Fadil."

Aku melihat ke arah Kiyai, dia terlihat berat untuk mempersilakanku masuk. Setelah mendengar perkataan Wisnu, Kiyai segera melesat masuk ke rumahnya, sepertinya dia tak mau berkata langsung kepadaku.

Kami berdua masuk ke dalam rumah Kyia Akmal.

Suasana sederhana yang terlihat di rumah ini mengingatkanku deengan rumah Pak RT. Sangat nyaman di sini, dan aku tak tahu kenapa udaranya sangat sejuk, padahal atapnya pendek. Biasanya rumah dengan atap tak tinggi itu sumpak dan minim udara yang masuk.

"Langsung saja, saya tanyakan ke kamu. Ini masalah yang sangat penting, Fira. Kalau kamu bohong, saya tak akan bisa bantu kamu ke depannya."

aku mengerenyit. Kejujuran apa lagi yang dituntut kepadaku. Padahal aku selalu saja jujur dan Mas Fadil bahkan mamahku tak mau percaya.

"Kejujuran apa yang Pak Kiyai maksud?" tanyaku, dengan nada yang terkesan berbisik.

Kiyai Akmal terdiam sebentar sepertinya berat untuk mengeluarkan pertanyaannya dan ini malah membuatku semakin berdebar tak karuan, ketakutan kalau ada omongan yang tak bisa kuterima dan kujawab karena dia bilang bersifat pribadi.

"Saya berat mengatakannya, tapi saya mau tahu, apakah kamu dan Fadil sudah melakukan hubungan layaknya suami dan Istri?' tanyanya sambil memperhatikan mimik wajahku yang memang sudah kupastikan berubah.

Jujur ini tak nyaman. Perkataan Kiyai yang sebelumnya memang benar. Aku pasti tak nyaman, bahkan aku tak menyukainya sama sekali dan berharap tak perlu mengatakan ini, apalagi ada Wisnu yang sedang di sini juga, dia tampak memperhatikanku dan terlihat ingin tahu dari caranya menatapku sangatlah terpancar jelas kegugupannya yang menular kepadaku sekarang juga.

"Apa hubungannya, Pak Kiyai? Apa harus dijawab oleh saya?"

Aku masih ragu, Ini terlalu jauh untukku.

"Sudah saya katakan tadi ini sangat tak nyaman dan kamu masih saja tak mengerti , kan?" Kiyai berdiri dan dia bersiap meninggalkanku karena kesal, aku sendriri tak bisa menyerah dan kebetulan tidak ada yang bisa menolongku dengan hal ini.

"Baiklah, saya akan jawab yang sebenarnya, Pak Kiyai. Tolong maafkan saya, Pak."

Kiayi Akmal kembali duduk, napasnya terdengar berat, dia sepertinya tak tahan lagi dengan perilaku diri ini.

"Sebenarnya ... semenjak kami resmi, saya dan Mas Fadil sama sekali tak melakukan itu. Dia hanya dekat dan hanya memeluk saya sebentar, lalu memilih menjauh ketika kami hampir melakukannya." Aku menjelaskannya sambil mengucapkan permintaan maaf ke Mas Fadil dalam hati, demi membuat hatik yang penuh rasa bersalah ini sedikit tenang.

Kiyai dan Wisnu saling pandang dan mereka mengangguk samar.

"Sudah saya duga, kenapa kamu sellau diganggu." Kiyai Akmal bicara dengan hati-hati.

"Kenapa memang, Ki, apa ada yang salah selain kami yang memang belum melakuknnya.

"Kamu tahu, kamu bagi mereka adalah wanita yang bau darah perawan, dan aromanya tak sama dengan milik para wanita yang sudah berhubungan badan." Pak Kiyai menjelaskan dengan jelas, tetapi aku masih mencari jawaban yang lebih berguna bagi masalahku ini.

"Lalu apa yang mesti saya lakukan, Pak Kiyai, tolong saya, saya capek mendapat gangguan ini semua dari orang yang misterius."

Kiyai Akmal sekali lagi tak merespons dengan anggukan bahkan untuk menatapku saja tidak dia lakukan.

Aku menengok ke saming dan melihat ke arah Wisnu, mencoba berkomunikasi leat dirinya agar bisa memanggil Kiyai yang tidak merespons-ku itu, takutnya dia sedang tak sehat dan diriku yang sedang sibuk.

Sepertiya Wisnu mengetahui maskud dari tatappanku ke dia, aagar membantuku melakukan hal ini ke Kiyai Akmal yang dengan santainya tak merubah posisinya bahkan.

'Kiayi, apa kita bisa masuk ke inti dari perkataannya ke Mbak ini," Wisnu bertanya dan dia memenuhi keinginanku.

Wisnu kupikir adalah orang yang membuatku salah secara tunggal.

"Balik lagi dari pertanyaan saya, kalau dia sudah mendaptakan gambaran dari pertanyaanku, tentu kamu tak bisa melihat semuanya saat kamu masih suci seperti ini."

Aku mengerenyit dan baru paham dari sekarang, perihal pernikhan.

"Dari sekarang, pikirkan bagaimana kamu menjalani sisa hidup tanpa melkukan hubungan suami istr?"

Tak bisa berpikir, aku tak bisa menerima ini kalau hanya ini saja, minimal berikan jawab yang lain yang bisa kuterima pada akhirnya.

"Kiyai gak mau menjelaskan lagi masalah dan atar belakang rumah ini, saya sebenarnya ingin melakukan hal yang sama." Wisnu mulai mendesak, karena dia sudah punya mas yang aku beli dengan harga dulu.

Latar belakang apa yang di maaksud, apa msih ada yang tak kuuketahuim entahlah, mungkin Pak kiayi akan menjelaskan lebih rinci. Aku tak mengerti dia sedang kenapa. Hari ini semua orang bertingkah aneh.

"Tidak ada pesan untukmu, Fira. lakukan saja di antara kamu dan Fadil, kalian harus membuatmu tak lagi gadis, Fira, Hanya itu yang bisa aku katakan. Setelah kamu sudah melakukannya. Maka aku akan menjawab semua hal yang kau tanyakan. Sekarang pulanglah, Wisnu akan mengantarmu ."