webnovel

Pesan Pak Kusumo

Apa yang ingin kukatakan terpaksa kutelan karena anak dari Pak Kusumo keluar dan dia menatap ke arah kami dengan sorot mata yang terlihat tak fokus.

Dia melihatku cukup lama, lalu memutus tatapan dan beralih ke ayahnya.

"Bagaimana keadaan Gina?" tanya Pak Kusumo dengan nada yang tenang, serta senyumannya yang ramah. Dia kembali begitu cepat ke setelan pertama.

"Dia sudah ditangani. Apa yang kalian bicarakan?" tanya pria yang ternyata masih saja menaruh curiga terhadap kami berdua.

Iya, aku pikir dia memang patut penasaran dengan topik pembicaraan kami yang tidak kecil tadi. Aku lupa kenapa tak berbisik saja atau segera menghindar sebelum terlihat berdua dengan Pak Kusumo yang sangat ekspresif tersebut ketika dia memandangku dan berbicara. Bisa-bisa anaknya curiga kepadaku.

"Kita ke dalam saja. Tidak ada hal penting yang kami bicarakan. Karena Fira hanya bertanya alamat yang sudah dia tanyakan agar besok bisa pergi dengan aman dan nyaman tanpa takut tersasar."

Pak Kusumo memang orang yang sangat jago membalikkan keadaan.

"Kamu hanya perlu pergi ke alamat Jalan Rinjani nomor delapan. Tanya saja kediaman Ibu Rohani. Mungkin kamu akan kesulitan menemukannya, tapi banyak yang mengenal dia asal kamu sabar saat bertanya." Pak Kususmo meneruskan kata-katanya. Dia kemudian masuk bersama anaknya yang tadinya kembali menatapku dengan mata elangnya tersebut.

Sejenak aku merasa mengenalinya. Melihat sosok suamiku di kampung. Mas Fadil, apa kabarmu? Apa kamu tahu, aku sedang bingung dan menderita saat ini. Apa kamu tahu kalau kelakuanmu itu, berdampak buruk bagi alur hidupku di kota ini.

Ah, pikiranku melanglangbuana, memikirkan jika saja pernikahan kami tidak ada dalam bayang-bayang hal mistis yang membuat perpisahan di antara kami. Pasti aku dan dia tak merasakan hal ini. Oh bukan, baru kusadari lagi, kalau hanya aku yang menderita dan merasakan kepedihan yang terus menerus membelenggu kehidupanku.

Aku mengikuti mereka ke dalam. Gina tak boleh kutinggalkan di sini. Aku datang bersamanya, dan pulang pun harus begitu. Dia tak boleh sampai kesakitan sendirian di tempat yang kurasa tidak terlalu aman terutama sikap kedua anak dan bapak yang sangat bertolak belakang. Pasti ada rahasia di antara keduanya

Walaupun tanpa dipersilakan apalagi diijinkan masuk kembali ke kediaman mereka, aku tetap saja menyelinap masuk.

Saat sampai di depan kamar Gina, Pak Kusumo denga pria itu agak kaget melihatku masuk.

"Kamu belum pulang, Fira?" tanya Pak Kusumo.

Aku menggeleng pelan, dan memaksakan senyum yang sebenarnya enggan aku tampilkan.

"Saya mau menunggu Gina dan mengantarnya pulang, Pak. Dia bisa pulang sekarang, kan?" tanyaku ke sang putra, dan pria itu mengangguk.

Apa tidak salah saat aku merasakan kalau mereka tampak menutup-nutupi keadaan Gina. Pintu yang tadi mau dibuka saja, kembali ditutup Pak Kusumo yang terlanjur memegang kenop pintu.

Aku jadi semakin berat mempercayai mereka berdua. Maka dari itu berniqt menerobos ke kamar, dan ditahan oleh putra mahkota Pak Kusumo menjadi tak bisa dilalui orang-orang.

"Jangan seenaknya masuk ke dalam ruang perawatan. Kamu dari luar dan kotor. Belum bersih."

"Gina bisa pulang, kan, sekarang?" tanyaku yang mulai kehilangan kesabaran dan semakin berusaha untuk masuk.

"Kami yang akan mengantarnya pulang." Pak Kusumo menengahi.

Aku sudah hapal alurnya, dia pasti berkata begini demi menghindariku saja. Agar aku pergi dari sini dan tak perlu mengganggu apa yang mereka mau lakukan sekarang dengan Gina.

"Maaf, tapi saya yang akan menemaninya pulang, kalau bisa sekarang juga, saya akan memesan mobil dan meminta sopir untuk membantu saya dan Gina keluar dari gang ini." Aku akan tetap bertahan.

Pak Kusumo tampak menanggukan kepala ke anaknya, seperti orang yang memberi ijin saja. Aku tetap pada pendirian karena merasa tak aman dengan mereka.

"Ok, saya akan bantu. Gina akan saya pinta dibonceng dengan pembantu rumah. Pesan saja mobilnya sekarang."

Tanpa membuang waktu aku segera memesan kendaraan. Berharapa mobil itu tak jauh dari titik penjemputan.

Pria itu tetap tak mengijinkanku masuk ke kamar dengan alasan yang sama. Dia masuk, dan beberapa saat kemudian keluar bersama Gina yang tampak memerah matanya.

Gina tersenyum simpul memandangku.

"Sorry, gara-gara gue, lo malah gagal konsultasi. Gue ketiduran tadi, maaf banget Fir. Kita bisa ke sini lagi saat lo bisa sendiri."

Aku hanya mengangguk dan tak mau berkata yang membebani dia. Gina sudah dirasuki bahkan hampir di habisi oleh Pak Kusumo atau setan yang menggerakkannya nanti. Sudah bisa ditebak kalau dia akan mengalami bahaya.

"Kamu akan saya antar, Gina."

"Gak usah, gak apa-apa, kok, Mas. Saya bisa jalan sendiri, kan, yang luka cuma tangan. Lagi pula saya hanya ketiduran saja tadi. Kami pamitpamit, Pak Kusumo mohon maaf kalau saya tadi buat keributan, ya,"

Gina membungkuk beberapa kali dan aku merasa dia berlebihan, tapi aku hanya mengangguk saja meskipun tatapan Pak KusumoKusumo terasa berbeda denganku.

Sudahlah, aku akan pergi ke jalan yang dia sebutkan tadi, mencari tahu apa yang mesti kulakukan, dan orang-orang ajaib seperti apa yang akan aku temui nantinya, kuharap Ibu Rohani bukanlah wanita yang seumuran dengan Pak Kusumo dan sifatnya juga sama terhadapku. Karena jujur saja aku lelah dan mau beristirahat barang sebentar saja demi membuat tubuh dan pikiran ini rileks beberapa saat saja.

Kami diantar sampai luar rumah, kali ini hanya Pak Kusumo saja, anaknya tak perduli, dia terlihat biasa saja saat Gina meminta maaf telah merepotkannya, padahaal bisa saja dia berbasa-basi demi membuat Gina jauh lebih tenang dari apa yang sudah dia lalui, termasuk luka di tangaannya.

"Kamu harus ingat Fira, saya menunggu kabar darimu dan juga pergerakkan dari pembebasan dirimu sebagai seorang tumbal, lakukanlah dengan cepat sebelum mereka bertindak lebih cepat darimu, ini sangat berbahaya dan akan membuatmu kesusahan lagipula semua orang terdekatmu sudah mengalami keburukan yang kamu alami, kan?"

Aku tak mau menengok, tetapi aku perlu mebuat suasana pria yang memberi banyak informasi kepadanya tak tersinggung dengan sikapnya, maka dari itu aku akhirnya melakukannya dan tersenyum manis disertai dengan punggung yang membungkuk juga demi nama baiikku dan harga diriku sendiri kepada orang tua yang sedikit nakal tersebut.

"Baik kalau begitu, kami akan selalu menerima kalian yang ingin konsultasi secara dekat kepada Saya atau anak saya yang memang ada keluhan medisnya, tetapi akan lebih baik dibandingkan denggan tidak pulang ke rumah yang mau kamu cari di alamat tadi. Dia akan memanipulas pun dengan sangat kaget dia menemukam tumbal wangi yang sangat mereka butuhkan atau cari.