webnovel

Kedua

-o0o-

H A P P Y

R E A D I N G

-o0o-

Senin pagi seharusnya menjadi hari yang sibuk, tapi karena hujan merebahkan dirinya di bumi sudah sejak pukul 5 subuh tadi sampai sekarang membuat Aurora kembali bergelung dalam selimut motif Winnie the Pooh-nya. Dia sudah mandi dan bersiap-siap berharap hujan segera reda. Namun saat dia melongokkan kepalanya ke jendela intensitas hujannya justru semakin bertambah membuatnya mengurungkan niat untuk berangkat lebih awal. Kuliahnya dimulai masih pukul 9 nanti, tapi dia ingin mampir sebentar ke perpustakaan yang sekarang kegiatannya itu sudah menjadi wacana.

"Gak kuliah lo?"

Aurora membalikkan badannya hanya untuk menemukan abangnya sedang bersender di ambang pintu, memegang gelas yang sudah bisa dipastikan isinya kopi panas sambil berpose menggali sesuatu di lubang hidungnya. Dia kadang heran, manusia seperti abangnya ini kok bisa gonta-ganti cewek setiap bulan. Pakai pelet apa sebenarnya ini orang.

"Ntar, jam sembilan." Kemudian Bang Jeff sekonyong-konyong masuk tanpa izin sang pemilik kamar lalu duduk di kursi yang berada tepat di depan kasurnya.

"Tumbenan, biasanya juga subuh-subuh udah ngacir berangkat."

"Ya lo pikir aja, masa iya gue nerobos hujan. Yang ada sampe kampus badan gue basah kuyub." Bang Jeff menanggapinya mengangguk-anggukkan  kepala seperti orang bego.

"Kan ada mantel papa."

"Mantel kelelawar yang di pakai papa buat nganter Ray tadi pagi?"

Tiba-tiba dia teringat kejadian tadi pagi saat papa sudah siap-siap dengan mantel kelelawarnya yang super besar. Melihat ukurannya saja Aurora yakin kalau dia yang pakai mantel besar itu, sudah dipastikan dia akan terlihat seperti jemuran gorden sepanjang perjalanannya.

"Mending gue nunggu Devan jemput gue." Ya, menelpon Devan untuk menjemputnya adalah pilihan yang paling tepat, karena Devan pasti sudah menyiapkan mantel baju khusus untuknya. Bukannya Aurora tidak mau bermodal hanya untuk membeli sebuah mantel, tapi prinsipnya adalah selagi ada yang modalin kenapa dia harus repot-repot ngeluarin duit. Jadi saat hujan begini dia akan menunggu di ruang tamu sampai Devan datang dengan mantel berwarna merah muda di tangannya.

Hening beberapa saat hingga yang paling tua membuka suara.

"Gue lagi deket sama Nabila."

"Terus apa hubungannya sama gue?"

"Ya lo tuh sebagai adek gue dukung kek usaha dan perjuangan abangnya." Cibirnya seakan-akan dia sudah berjuang hingga titik darah penghabisan.

"Nabila anak fakultas hukum?" Abangnya mengangguk.

Siapa yang tidak tahu Nabila Puspita, mahasiswa tingkat akhir yang katanya memiliki IPK tertinggi di fakultas hukum. Dia cantik walaupun tidak secantik mantan-mantannya Bang Jeff yang lain. Tapi cewek ini punya penampilan lebih tertutup dan kalem. Entah  apa yang ada dipikiran perempuan itu sampai mau didekati oleh Jeffan Playboy Nugroho--karena gak ada unsur setia dalam diri Bang Jeff.

"Tumbenan lo demennya sama cewek kayak Nabila, biasanya juga spek body gitar spanyol yang lo gaet." FAKTA. 9 dari 10 riset menunjukkan bahwa mantan-mantan Bang Jeff pada bohay. Aurora heran apakah bang Jeff ingin punya jodoh ber-body gitar spanyol hingga semua mantannya berbody semua.

"Kayaknya gue udah menemukan jodoh gue deh Au." Katanya sambil menatap ke langit-langit kamar seolah-olah ada wajah manis Nabila di sana.

"Seribu dua ratus lima belas. Udah seribu dua ratus lima belas kali lo ngomong kayak gitu tiap punya gebetan baru, dan ternyata sebulan kemudian lo udah ganti gandengan."

Bang Jeff menyesap kopinya menyisakan ampasnya saja, kemudian menatap Aurora sok serius." Enggak. Gue yakin kalo yang ini beneran bakal jadi jodoh gue."

"Atas dasar apa lo yakin banget kalo Nabila bakal jadi jodoh lo?"

"Ya gue yakin aja gitu, gue tiap jalan sama dia gue selalu ngerasa nyaman, beda sama mantan-mantan gue. Terus dia tuh orangnya kalem-kalem gemoy gitu jadi cocoklah sama gue yang ganteng ini."

Siapapun tolong sediakan ember tepat di depan Aurora, dia ingin muntah sekarang juga.

"Lo iya nyaman sama dia, kalo dia gak nyaman sama lo juga gak bisa dipaksain. Karena buat menjalin hubungan itu harus ada campur tangan kedua belah pihak, kalo lo yang berjuang sendirian itu sama aja lo nyakitin diri lo sendiri." Kemudian Bang Jeff terdiam, menatap Aurora dengan ekspresi seolah-olah ingin menangis.

"Ya Allah. Ini adek gue nih? terharu banget gue sama kata-katanya." Ucap Bang Jeff dramatis ber-acting sambil mengelap air matanya yang tidak menetes barang se-upil pun, kemudian melompat dari kursinya untuk memeluk Aurora.

"Iiiiihhh apasih anjir, lepasiiiiiiinnnnnn!!"

CUP

CUP

CUP

"PAPAAAAAAA BANG JEEEEFFFF!!!"

"AAAAAAA BAU ILEEEEERRRRR!!"

Kemudian teriakan Aurora menggelegar ke seantero rumah saat bibir lelaki bangsat itu mendarat di pipinya. Euh bau iler.

***

Di bawah rindangnya pohon angsana, perempuan itu sibuk mengutak-atik laptopnya. Menghiraukan lalu-lalang manusia yang sesekali memperhatikannya. Aurora menggerakkan tangannya dengan lincah diatas keyboard sambil sesekali menyesap kopi yang ia beli di cafe seberang. Kemudian membaca buku memastikan apakah yang dia ketik sudah tepat seperti yang ada di buku.

Menjadi mahasiswa semester 7 membuatnya sedikit sibuk mengerjakan tugas yang setiap hari memenuhi Sticky note nya. Namun alih-alih mengerjakan tugas di cafe sambil menikmati kopi yang dipesannya seperti orang lain, Aurora lebih memilih duduk sendirian dengan tenang di bawah pohon angsana yang bunganya sedang bermekaran.  Menurutnya mengerjakan tugas di tempat yang sepi dan nyaman membuatnya lebih fokus dan lebih mudah mendapatkan inspirasi, ceileehh.

Brakk

"Setan!"

Aurora terperanjat saat tanpa basa-basi seorang laki-laki yang entah dari mana datangnya tiba-tiba membating tumpukan buku ke sampingnya.

"Fokus amat Lo."

Itu Devan, laki-laki yang sudah berteman dengannya selama hampir 7 tahun. Mukanya sih gak ganteng-ganteng banget, tapi dengan penampilannya yang rapih dan rambut yang selalu klimis bukan main lumayan buat jadi gandengan kalau kondangan. Devan mahasiswa semester akhir di fakultas teknik. Kalau kalian berpikir Devan ini seperti mahasiswa fakultas teknik lainnya yang ber-image cowok cool dan cuek, kalian salah besar! Manusia ini recehnya ngalah-ngalahin Mark NCT. Bayangkan hanya dengan melihat penumpang ojol yang kaca helmnya sudah bisa untuk menampung air hujan, Devan bisa tertawa sampai besok pagi. Atau saat dia tidak sengaja mendengar celetukan remeh seremeh "Lu kira nembak cewe segampang ngupil apa? tinggal masuk lubang hidung terus dapet tuh upil?!" dia bahkan bisa menghacurkan tulang rusuk orang yang ada disampingnya saat dia tertawa. Entahlah, terkadang Aurora heran, kenapa dia bisa berteman dengan manusia super receh seperti Devan.

"Bisa gak sih kalo dateng tu salam dulu kek atau nggak panggil dulu?! kaget gue!!"

"Maaf." dia hanya cengar-cengir tidak jelas menampakkan giginya yang untung saja rapih.

"Baru selesai kelas lo?" Dilihat dari penampilannya yang sedikit seperti orang baru saja putus dari pacarnya, Aurora bisa menembak kalau orang yang ada di depannya ini baru menyelesaikan kuliahnya.

"Capek banget gue." Sudah seribu dua puluh lima kali dalam sebulan ini Aurora mendengar keluhan Devan tentang kuliahnya. Mulai dari skripsi nya yang sudah 99x direvisi, atau tentang dosen pembimbingnya yang sulit dihubungi. Aurora tahu pasti betapa lelahnya perjuangan Devan dalam menyelesaikan skripsinya tapi dia lebih melas lagi ketika melihat perjuangan Devan untuk bertemu dengan dosen pembimbingnya. Seperti satu minggu lalu, malam sebelum tugasnya dikumpulkan Devan begadang hingga pukul 3 pagi untuk mengerjakan tugas yang ternyata besok paginya si dosen tidak masuk kelas tanpa pemberitahuan dan saat dihubungi nomornya tidak aktif.

Devan tidak masalah kalau dia harus begadang bahkan sampai dua hari dua malam untuk mengerjakan tugas. Tapi dia tidak suka kalau dia sudah mati-matian mengerjakan tugas tapi ternyata si dosen tidak datang tanpa alasan apalagi saat dihubungi hanya membalas sekenanya saja, itu menyakiti hatinya. Ia merasa perjuangannya begadang sia-sia.

"Namanya juga hidup, pasti capek." Balas Aurora yang masih fokus pada laptop di depannya. Dia bukan tak menghiraukan keluhan Devan, dia berfikir di umur mereka ini sudah pasti banyak masalah-masalah yang walaupun kecil tapi jika masalah itu datang secara bersamaan kadang membuat mereka putus asa. Menjadi dewasa tidak semudah yang mereka pikirkan. Mungkin dulu saat masih anak-anak mereka mendamba-dambakan untuk menjadi dewasa. Melihat bagaimana orang dewasa bisa melakukan apapun tanpa diatur, bagaimana orang dewasa bisa pergi kemanapun tanpa dicari, bagaimana orang dewasa memiliki banyak teman, bagaimana orang dewasa bisa hidup sesuka mereka tanpa diganggu oleh siapapun. Tapi ternyata mereka salah.

Hidup menjadi seseorang yang dianggap sudah dewasa menjadi beban tersendiri untuk Aurora. Dia harus bertanggung jawab untuk dirinya sendiri, padahal sekedar untuk menemukan lipstick nya saja dia masih membutuhkan orang untuk mencarinya. Rasanya ia ingin kembali ke masa-masa dimana dia bisa bermain dengan teman-temannya tanpa memikirkan bagaimana hidupnya besok, dia ingin kembali ke masa dimana dia bisa menceritakan semua keluh kesahnya kepada orang-orang disekitarnya, tentang sekolahnya, tentang tugasnya, tentang temannya, atau tentang orang-orang yang ditemuinya. Aurora bisa saja menceritakan masalah-masalahnya kepada Papa, Mama, atau Abangnya, tapi bagaimana mungkin dia menceritakannya kepada orang-orang di rumahnya yang sudah pasti mereka memiliki masalah mereka sendiri, yang ada Aurora hanya akan menambah beban pikiran saja nantinya. Devan adalah satu-satunya orang yang mengetahui segala keluh kesah nya selama ini.

Devan merebahkan kepalanya di depan Aurora "Coba aja dulu gue terima tawaran om gue buat ikut ke Bogor." Sekitar 5 tahun lalu setelah Devan lulus SMK, dia ditawari om-nya ikut ke Bogor untuk membantu di perusahaan properti milik om-nya. Tapi karena Devan sudah bertekad untuk kuliah jurusan teknik dan mendapatkan banyak cewek, dia menolak ajakan berharga dari adik ayahnya itu. Ya, satu-satunya motivasi Devan untuk kuliah jurusan teknik adalah mendapat image cowok cool dan ganteng kemudian dia akan memacari perempuan-perempuan cantik di kampusnya.

"Makannya kalo mau ambil keputusan itu dipikirin baik-baik. Ini cuma liat bang Rian gonta-ganti cewek aja pengen ikut kuliah satu jurusan." Bang Rian itu tetangga Devan, alumni mahasiswa di jurusan yang sama dengan Devan dan  dicap sebagai raja playboy-nya fakultas teknik. Karena tahu berita itulah mengapa Devan bertekad untuk masuk jurusan teknik.

"Itukan dulu gue masih bocah. Tapi beneran, sekarang gue berhasil macarin cewek-cewek cakep satu fakultas." Devan me-naik-turunkan alisnya sambil menampangkan wajah tengilnya.

"Kalau bukan karena muka lo yang lumayan itu juga kagak ada yang mau sama lo." Aurora mencibir. Benar saja jika bukan karena muka Devan yang lumayan itu, dia tidak akan bisa memacari banyak perempuan. Secara IPK nya saja rata-rata, untung-untung dia tidak mengulang. Jadi bisa di pastikan kalau pacar-pacar Devan tipikal cewek yang kalau kata orang zaman sekarang itu--mandang fisik. Otak tidak penting yang penting adalah muka dan penampilan.

"Balik yuk. Mendung nih ntar keburu hujan." Devan bangkit sambil merapikan buku-bukunya kemudian dimasukkan kedalam ransel biru dongker kesayangannya.

Langit sore ini memang tampak mendung saat Aurora mengalihkan pandangan dari laptop dihadapannya "Iya bahaya kalo entar kehujanan, bawa laptop soalnya." Kemudian Aurora mengikuti kegiatan Devan untuk merapikan barang-barangnya.

Pukul 16.15 mereka meninggalkan jalanan Gatot Subroto yang lumayan padat menggunakan motor Cb kesayangan Devan. Meninggalkan hiruk-pikuk manusia di antara kepulan asap kendaraan yang lalu-lalang. Gumpalan awan-awan hitam itu datang lagi seolah belum menyelesaikan kegiatannya tadi pagi. Sampai beberapa saat tetes demi tetes air membasahi semesta seolah menumpahkan semua kerisauan-nya yang belum tersampaikan.

***

Hai guys!!!

Balik lagi sama ceritaku. Maaf ya kalau kurang nyambung atau bahasanya bikin bingung, kritik dan saran bisa kalian sampaikan di komentar ya🤍

Cerita ini sengaja gak aku kasih visual tokohnya supaya kalian bisa berimajinasi sesuka kalian.

Semoga suka sama ceritanya, jangan lupa like, komen, dan share ya guys karena itu salah satu bentuk penghargaan bagi penulis🤍🤍

Tertanda,

Rosse