webnovel

MORBM BERSAMA SAVITA

6/8/22

Happy Reading

***

"Oke." Mor mengangguk penuh arti— memberi isyarat untuk Savita menunggunya disini karena ia mau meminta izin dulu pada Jarvis. 

"Oke." Savita membalas anggukkan Mor. Kedua tangannya terlipat di depan dada lalu ia menghela napas panjang. 

Jujur saja, walau ia sangat penasaran dengan rasa pria itu dan juga ia sudah tidak asing lagi dengan dunia percintaan sesama orang dewasa atau cinta satu malam tapi tetap saja hatinya sedikit merasa was-was. 

Was-was karena baru kali ini ia menemukan teman bercinta di rumah sakit dan profesi si pria adalah sopir— biasanya jika tidak di bar, ya … ia akan mendapatkan teman bercinta dari klien penulisnya yang orang asing.

Mengingat pekerjaannya adalah seorang penerjemah profesional, jadi tidak sulit untuk mendapatkan teman bercinta orang asing.

Dan lagi, biasanya ia akan mendapatkan teman bercinta yang berprofesi sebagai bartender, pegawai kantoran, pilot, kontraktor, aktor dan masih banyak lagi. 

Ia pun pernah mendapat teman bercinta seorang remaja tanggung— SMA— yang masih perjaka.

Awalnya, anak itu tidak tahu apa yang harus dilakukan, tapi setelah dua tiga kali melakukannya … ehem, keerotisan anak itu tidak kalah dari pria dewasa yang berpengalaman.

Savita pun sering melakukan threesome dengan pria yang disewanya dari salah satu rumah bordil langganannya.

Kedua mata Savita tak lepas melihat punggung Mor yang tegap. Ia menggigit bibirnya, dadanya berdesir tidak karuan saat melihat keseluruhan tubuh Mor yang ternyata berotot jantan.

Wahh, badannya saja sejantan itu, bagaimana dengan yang lainnya?

Savita menelan ludah kasar. Bibirnya mengecap sensual … imajinasi liarnya sedang berkelana, membuat tubuhnya menghangat dan tidak sabar untuk mendapatkan sentuhan-sentuhan yang erotis.

Eh?!

Ah, iya!! Disaat pikiran Savita sedang travelling diatas ranjang tiba-tiba saja ia kelupaan akan sesuatu …

Mor sudah menikah belum, ya? 

Tidak mungkin belum, kan? 

Umurnya saja sepertinya sudah memasuki usia 45 tahunan.

Astaga, kalau sudah bagaimana?!

Savita menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Walau ia sudah pernah bercinta dengan pria beristri tapi 'kan tetap saja … 

Tidak salah, kan?

Tidak lah!

"Mor yang mau dan aku menyambutnya dengan senang hati. Lagian cuma sekali, oke!!" Savita meyakinkan dirinya sendiri. 

Walau ada rasa iba terhadap para istri yang suaminya ia tiduri tapi … kalau penasaran, gimana, dong?!

Hem!!

Mor mendekati Jarvis yang sama sekali tidak bergeming dari ponselnya lalu ia melihat sekilas Laya yang sepertinya semakin terhanyut dalam tidurnya.

Mor akan membuka mulutnya namun ….

"Pergilah," kata Jarvis, menguap bebas. Ia mengusap air mata di sudut matanya. 

Mor yang secara tersirat mendapat izin dari tuannya— tidak mau banyak bertanya lagi. Ia sudah sangat lama bekerja dengan Jarvis— sejak Tuannya itu ada dibangku sekolah— jadi tidak heran sebelum ia mengatakannya, Jarvis sudah tahu apa yang diinginkannya jika berurusan dengan wanita. Ia langsung membungkukkan setengah tubuhnya dengan sopan dan penuh hormat. "Jika ada apa-apa—"

"Hem." Jarvis menjentikan jarinya. Menyuruh Mor untuk segera pergi.

"Baik, tuan." Mor akan memberikan kunci mobil tapi ….

"Pergilah." Jarvis mendengus. Walau ia tidak suka dengan wanita itu karena sudah mengganggu tidur Laya tadi, setidaknya jika mau mengajak wanita berkencan gunakanlah kendaraan yang layak. 

Masa Mor— asisten kepercayaannya— mau mengajak wanita berkencan menggunakan kendaraan wanita itu sendiri. Hem, tidak gentle sekaligus merusak nama baik Jarvis Isamu.

Mor dengan cepat membalik badannya. Tidak mau mendebat apalagi membantah. Ia berjalan menuju Savita yang duduknya terlihat gelisah.

"Ayo, nona." Mor mempersilahkan Savita untuk berjalan duluan.

"Hem." Savita mengangguk samar. Sebelum, ia benar-benar pergi, ia melihat Laya terlebih dulu. Setelah ia yakin sahabatnya akan baik-baik saja ditinggal dengan pria yang tidak dikenalnya itu, ia pergi bersama Mor.

.

.

.

"Boleh merokok disini?" tanya Savita penuh arti. Celingukan. Mobil ini sangat bagus dan begitu elegan lalu kedua matanya dengan sengaja melirik ke bawah— penasaran dengan sesuatu yang bersembunyi dibalik celana jeans warna hitam yang Mor kenakan.

"Jangan," kata Mor. Tahu maksud Savita. "Ini mobil tuan saya. Tuan saya tidak pernah merokok didalam mobil." 

"Ah, sayang sekali." Savita mendengus kecewa lalu ia ingin lebih memperhatikan wajah Mor— yang ternyata memiliki rahang tegas. "Steril, dong?"

Mor mengangguk.

"Tuanmu tidak melakukannya di dalam mobil ini?"

"Tidak pernah, nona." 

"Euhh, kau yakin?" Savita menggeleng tidak percaya. Mana ada pria yang pikirannya lurus jaman sekarang.

Mor mengangguk mantap. Ia berani jamin itu. Sebab, mobil ini adalah hadiah ulang tahun dari Jonathan untuk Jarvis saat usianya 25 tahun. Jadi, selama 5 tahun terakhir ini, mobil klasik berwarna coklat ini tidak pernah digunakan untuk sesuatu hal yang maksiat.

Entah dengan mobil yang lainnya. 

Jarvis memiliki tiga mobil pribadi.

"Em, oke." Savita coba percaya. "Kau sudah berapa lama bekerja menjadi sopir seperti ini?"

"Hampir dua puluh tahun," jawab Mor tanpa beban.

"Apa?!" Savita membulatkan matanya. Tidak percaya. "Dengan orang yang sama atau beda?"

"Dengan orang yang sama."

"What?" Savita semakin terkejut. "Dengan tuanmu yang sekaku kanebo kering itu?!"

Mor hampir tertawa. "Iya, nona."

"Uwahh, kau setia juga ternyata." Savita bertepuk tangan tapi … eh, tunggu, kalau setia tidak mungkin Mor saat ini ada bersamanya disiang hari menjelang sore seperti ini. "Kau sudah menikah?"

Mor menggeleng lantas mengangguk samar. Pernikahan siri yang berakhir bercerai.

"Kau!!!" Savita mau protes tapi …

"Sudah bercerai."

Entah mengapa Savita menghembuskan napas lega. "Ada anak?"

"Ikut Mamanya dan tugasku hanya membiayai mereka berdua."

"Hahh, syukurlah," batin Laya. Jadi ia tidak akan disebut pelakor dan ia akan bisa dengan bebas menikmati pria ini nantinya tanpa memikirkan keadaan istrinya.

"Tapi saya bukanlah pria yang setia, nona," kata Mor tidak mau membuat Savita berpikiran macam-macam. "Saya pria petualang."

"Hahaha." Savita terkekeh. "Apa bedanya denganku?" 

Mor pun juga ikut-ikutan tertawa.

"Kau yakin akan ke kost?" tanya Mor setelah tawa mereka terhenti.

"Maumu?" Savita berkedip manja.

"Oke, kita ke kostmu saja." Mor tersenyum. 

"Hem." Savita mengipasi wajahnya yang mendadak memanas. 

Mor terkekeh gemas saat melihat Savita yang sudah blingsatan. Ah, sudah tidak sabar ternyata. "Ini kemana?" 

"Kekanan." Savita menunjuk belokkan. 

Mor perlahan berbelok. 

"Yahh, ini," kata Savita lega saat melihat kostnya yang sudah didepan mata. "Dimasukan saja," ucapnya sambil turun dari mobil. "Aku akan buka gerbangnya."

Mor mengangguk. "Tidak buruk," gumamnya saat memperhatikan kost-kostan Nona Laya. "Dari luar kelihatan sangat luas. Ada berapa kamar di sini?" Mor melihat parkiran yang memang disediakan disana, ada empat mobil yang terparkir dan 3 motor. "Wah, ramai juga ternyata." Pikirnya, mobil dan motor itu punya anak kost yang sedang istirahat atau cuti bekerja.

Setelah memarkirkan mobil Tuannya dengan hati-hati, Mor turun dari mobil dan langsung disambut gandengan tangan manja dari Savita.

"Ayo, masuk." 

Mor mengangguk. "Ada berapa yang ngekost?" 

"Enam. Termasuk aku dan Laya." 

"Hanya enam?" Mor mengernyit heran. Melihat perkiraan lagi. 

Savita jadi menengok kebelakang. "Kau jangan pura-pura tidak tahu," ucapnya sambil terkekeh. Mereka berdua sudah memasuki rumah kost. "Itu mobil milik pacar-pacar anak-anak sini. Paling mereka yang sudah ada di kost sedang having seks."

"Heuhh?" Mor semakin mengernyit lalu melihat sekeliling. Ah, ternyata dalamnya sangat luas. Masing-masing kamar  sepertinya juga sangat luas. Nona Laya hidup dengan layak. Syukurlah. Eh, tapi, Nona Laya tidak seperti teman-temannya, kan? 

"Bagaimana dengan Nona Laya?"

"Hahaha, dia yang paling bersih disini." Savita mempuk-puk lengan Mor. Wah, keras dan sangat liat.

"Ahhh." Mor mengangguk paham. Syukurlah.

"Kamarku ada disana." Savita menunjuk ke arah kamarnya. "Kamar Laya ada di sudut." 

Mor mengangguk-ngangguk saja.

Saat Mor dan Savita sedang berjalan di lorong pendek, disalah satu kamar …

Hem, suara itu ….

Savita melihat Mor salah tingkah. 

"Kamarku kedap suara, kok."

"Syukurlah," kata Mor. "Aku tidak akan bisa menahanmu untuk menjerit nanti, nona."

Savita mengangguk gelisah— semakin gelisah dan memanas karena sepertinya didalam kamar yang dilewatinya tadi sedang ada percintaan dua pasang kekasih. Pasti mereka sedang bertukaran pasangan saat ini.

Ah, sialan!

Belum apa-apa jantungnya sudah berdebaran.

"Ayo, masuk, Mor." Savita mempersilahkan Mor untuk masuk kedalam kamarnya yang cukup luas.

Mor mengangguk. Kamar ini memiliki kasur queen size— pasti dia sering melakukannya di kost. Ternyata benar kedap suara, sebab kamar ini dinding kamarnya sepenuhnya dilapisi dengan peredam suara.

"Aku akan mandi dulu?" Savita dengan sengaja melepas pakaiannya di hadapan Mor. 

"Silahkan." Mor duduk disalah satu sofa. Memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan Savita didepan matanya.

Hem, wanita ini memiliki tubuh yang indah. Kakinya pun sangat jenjang. Kulit tubuhnya putih bersih, apalagi dada dan pantatnya terlihat sangat sintal dan begitu menggairahkan.

"Tidak mau ikutan?" tanya Savita, menggigit bibirnya dengan gemas. Kenapa pria itu malah duduk, sih! Kalau pria lainnya pasti akan langsung menyerangnya. 

"Akan kususul."

Savita melipat bibirnya, semakin salah tingkah. "Aku tunggu," ucapnya dengan gerakan sensual melepas branya yang berwarna merah di depan Mor lalu melepas celana dalamnya.

Mor dengan sigap menangkap celana dalam yang dilempar Savita. 

***

Salam

Busa Lin

Terima Kasih ●.●

Busa_Lincreators' thoughts