webnovel

JAUH LEBIH NYAMAN

2/8/22

Happy Reading

***

"Apa?!" Laya mengerucutkan bibirnya— berpura-pura kesal. Walau deg-degan namun Ia bersiap untuk segala kemungkinannya …

Mungkin akan ada ciuman di ….

"Tidak ada." Jarvis tersenyum— mengelus sayang rambut Laya lalu kembali ke posisi duduk awal.

Ehh?!

Yahh!!

Laya pikir … ehem, Jarvis akan mencium bibirnya di tempat ini tapi …

Eh? Laya langsung memukul kepalanya dengan pelan, menyadarkan segala imajinasi liarnya. 

Ah, Jarvis tidak mungkin menciumnya di tempat umum seperti ini. Apalagi tempat ini adalah tempat untuk menyembuhkan orang sakit, tidak mungkin 'kan mereka akan memadu kasih ditempat seperti ini.

Hem! Dasar Laya menyebalkan! Kenapa pikiranmu selalu seperti ini, sih?!

"T-tuan, sudah kembali?" Mor nyengir salah tingkah— melihat wajah Tuannya yang sekeras batu. Tadi, ia sudah mau menyapa Jarvis tapi … ehem, ia pikir mereka berdua akan berciuman tapi, ah, sayang sekali tidak jadi, heheh.

"Papa kemari?" tanya Jarvis to the point.

"Eh?!" Laya yang terkejut langsung melihat Jarvis lalu melihat Mor. Kok?!

"I-iya, tuan."

"Ada apa?" Jarvis menghela napas panjang. Ia tampak tidak suka dengan semua ini.

"Tuan Jonathan hanya memeriksa kesehatannya saja, tuan. Tidak lebih. Tadi saya tidak sengaja bertemu dengan beliau saat akan ke toilet." Jelas Mor dengan hati-hati padahal …

"Hanya itu?" Jarvis menatap Mor dengan curiga. Tidak akan percaya begitu saja dengan penjelasan Mor yang super classic itu.

"Hanya itu, tuan." Mor mencoba mengatakannya dengan sungguh-sungguh.

"Kau ada di pihakku, kan?"

Eh?

Laya yang sebenarnya tidak tahu apa-apa refleks melihat Jarvis lalu Mor. Ada sedikit ketegangan disini. Ada apa, sih? Kenapa keluarga Jarvis sangat-sangat misterius.

"Saya akan selalu setia dengan Anda," ucap Mor menundukkan tubuhnya— memberi penghormatan yang sesungguhnya.  

Tapi untuk urusan Tuan Jonathan— setidaknya jika untuk kebaikan Tuan Jarvis, ia akan sedikit rela berbohong dan berada di pihak Tuan Jonathan untuk sementara waktu. Toh, ini bukan sesuatu hal yang bisa menyakiti Tuan Jarvis. "Anda tidak perlu mencemaskan apapun, tuan."

"Hem." Jarvis menyuruh Mor untuk duduk kembali ke tempatnya. Ia tahu Mor sedang berbohong— Papanya tidak mungkin memeriksa kesehatannya di rumah sakit ini. Beliau sudah punya dokter pribadinya sendiri di rumah sakit yang berbeda.

Hem, pasti Papa baru saja memantau keadaan Vihan. Huh, apa sih, maunya Papa, sampai rela datang kemari?

"Dasar tua bangka menyebalkan," rutuk Jarvis dalam hati. "Aku akan menemuinya setelah ini."

Setelah semua ketegangan antara Jarvis dan Mor berlalu, Laya memberanikan diri untuk bertanya, "Ada apa, bos?"

Jarvis menggeleng samar. Yang artinya ia tidak mau membahas masalah ini.

"Tuan Jonathan sakit apa?" 

Jarvis mengedikan bahu— tidak mau memberitahu sakit Papanya yang berhubungan dengan paru-paru. 

Sesak napas. Tuan Jonathan sudah lama mengidap asma, untung saja tidak ada yang menurun ke anak-anaknya.

"Kau 'kan anaknya, kenapa tidak tahu?" Laya sangat penasaran. "Oh, atau kau ini tidak akrab dengan Tuan Jonathan, ya?"

Jarvis menghela napas panjang.

Laya mengerutkan keningnya. Apa sih arti dari helaan napas itu?!

"La?" Jarvis bersuara, yang langsung disambut senyum hangat dari Laya. "Kalau kau tidak sengaja bertemu dengannya di jalan atau dimanapun, segeralah pergi. Kau tidak akan tahan jika berbincang dengannya lama-lama," kata Jarvis.

"Maksudnya?" Laya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia melihat Mor, yang terlihat menahan tawa. "Galak, ya?"

"Lebih galak dari singa."

"Wahhh, bahaya, dong," ucap Laya merinding takut. "Beliau tahu tentangku?"

Jarvis mengangguk. Jujur.

"Lalu?"

"Maksudnya?" Jarvis balik bertanya.

"Maksudku … ini." Laya bingung mau mengatakannya. "Aku 'kan pakai uangmu sangat banyak untuk—"

"Tidak ada urusannya dengan Papa," ucap Jarvis dengan pasti memotong ucapan Laya. 

"Iya, tapi, kan. Mungkin beliau kemari untuk—"

"Tidak ada urusannya dengan Papa, ok?!" Jarvis sengaja menekan suaranya dengan pasti.

"I-iyaa, astaga. Maaf." Laya mengerutkan hidungnya. Itu sama saja, Jarvis seperti membentaknya tadi. Galak juga ternyata.

Huh!!

"Berapa lama lagi operasinya selesai, ya?" Laya bergumam. Bibirnya mengerucut lelah. Rasa khawatirnya sedikit demi sedikit sudah menghilang tapi rasa lelah, ngantuk dan pegal-pegalnya sama sekali tidak hilang. 

Ini sudah jam setengah dua belas siang. Lama juga ternyata. Kedua mata Laya melihat serius lampu operasi. Belum ada perubahan.

Huh!

"Tidur lah," kata Jarvis. "Sudah kubilang jangan terlalu memaksakan diri."

"Ya." Laya berpuh ria. "Kau tidak lelah, bos?" 

Jarvis menggeleng. Sedang fokus membaca file pekerjaan diponselnya. 

"Semalam tidurmu nyenyak, bos?"

"Hem." Bohong, semalam setelah mendapat telepon dari Laya sebenarnya ia tidak bisa tidur lagi. Apalagi, ia mulai sedikit lebih banyak mengkhawatirkan keadaan Laya— yang mengurus apa-apanya sendiri, apalagi keadaan Laya sedang tidak baik-baik saja. 

Hem, semalam ia memikirkan itu sambil menyelesaikan pekerjaannya.

"Ohh." Laya mendengus. Enak sekali hidupnya.

"Letakkan kepalamu disini," kata Jarvis mempuk-puk pahanya.

"Heuh?" Laya berkedip tidak percaya. "Ya-yakin, bo-boleh?"

"Kalau tidak mau …." Jarvis menunjuk kursi kayu panjang disudut ruangan. "Tidurlah disana."

"Eh?!" Laya dengan cepat langsung merebahkan diri. Kemudian ia mencari posisi yang nyaman untuk tidur. 

Hah, nyamannya. Kepalanya serasa sedang melayang-layang diudara. Apalagi aroma tubuh Jarvis yang begitu khas … 

Humm, aroma jantan tubuh seorang pria ternyata seperti ini. Sangat menenangkan dan begitu sensual.

Eh, maksudnya … menyenangkan jika dihirup lama-lama. 

Jarvis hampir tertawa melihat tingkah Laya yang seperti itu. "Tidurlah," ucapnya, sambil mencari posisi yang nyaman juga untuk duduk. 

"Kalau operasi Vihan sudah selesai, bangunkan aku, oke?" 

Jarvis mengangguk pelan. "Tutup matamu," katanya sambil menutup mata Laya dengan pelan.

"Maafkan aku karena selalu merepotkanmu." Laya mulai memejamkan matanya. Sedikit meracau karena mengantuk. "Terima kasih sudah mau membantuku, bos. Kalau tidak ada kau, aku tidak tahu kapan Vihan bisa dioperasi."

Jarvis hanya tersenyum mendengar semua racaunya Laya.

"Semua hutangku lunas juga berkat kau. Pokoknya semua berkat kau, bos. Dan, aku tidak pernah menyesal melakukan itu denganmu." Laya memutar tubuhnya, semakin nyaman saja tidur dipangkuan Jarvis.

"Heuh?" Jarvis mengerutkan keningnya.

Maksudnya? 

Dasar gadis aneh! Ternyata kalau mau tidur harus meracu dulu. 

Hem. 

Jarvis kembali mengambil ponselnya. Ia mengirim kembali file yang baru diceknya kepada Padma lalu mengerjakan pekerjaan yang lainnya.

Mor yang melihat itu diam-diam mengambil foto mereka berdua lalu mengirimnya pada Jonathan.

Hem, susah juga jadi mata-mata untuk Tuan Jonathan, apalagi yang di mata-matainya adalah Tuannya Jarvis. 

Manusia paling pendiam di dunia ini dan pria paling misterius di alam jagat raya ini.

"Layaaaa!!" 

Deg?!

Baru juga ada ketenangan …

Eh, datang lagi satu keributan. 

Siapa, sih?!

Jarvis tidak terganggu dengan itu namun Mor sedikit terganggu karena wanita itu sedikit berisik. Tuan Jarvis sedang bekerja dalam diamnya dan Nona Laya baru saja tidur.

Bisa tidak pelan-pelan saja …

***

Salam

Busa Lin

Terima kasih ●.●

Busa_Lincreators' thoughts