webnovel

BOSS MENYEBALKAN

6/6/22

Happy Reading

***

"Kenapa tadi tanya mau turun di lantai berapa?" Laya ngedumel dalam hatinya dengan tetap menundukan kepalanya. 

Tanpa mengatakan apa-apa— setelah keluar dari lift yang diikuti Padma dari belakang— Jarvis langsung berlalu meninggalkan Laya yang masih berdiri di samping lift begitu saja.

"Kau boleh pergi, Padma," kata Jarvis yang sudah duduk di kursi pimpinannya. "Saya sudah tidak membutuhkanmu lagi."

"Bagaimana dengan wanita itu, Tuan?" tanya Padma menunjuk pada gadis yang tidak sopan itu dengan ibu jarinya— yang ternyata ... hem, Padma menghembuskan napasnya dengan berat. Ia pikir wanita itu masih berdiri di samping lift, eh … ternyata wanita itu sudah berdiri segaris lurus dengan Tuannya ini. 

Mana kepalanya diangkat lagi! Dan tatapan mata itu, hish!! Bisa tidak, sih, jangan menatap Tuannya sedemikian intens seperti itu?! Dasar office girl tidak tahu diri!!

"Biarkan saja," kata Jarvis, menjentikkan jarinya. Menyuruh Padma untuk keluar dari ruangannya. 

"Baik, tuan." Walau berat hati, Padma tetap membungkukkan tubuhnya dengan penuh rasa hormat. "Jika Anda membutuhkan saya—"

Belum juga Padma menyelesaikan ucapannya, Jarvis sudah menyuruhnya untuk keluar.

Padma menghela napas panjang. "Baik."

Padma undur diri, meninggalkan Jarvis dengan wanita itu berdua saja di ruangan yang sangat luas ini. Sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan ini, ia melirik sekilas ke arah wanita itu dengan tatapan sinis yang sesungguhnya.

.

.

.

Dan lagi-lagi ... 

Terjadi keheningan, kecanggungan dan kebisuan.

Ruangan ini benar-benar seperti ruangan hampa suara. Sangat tenang dan sedikit mencekam.

Ohh, atau karena warna cat ruangan ini didominasi warna abu-abu gelap jadi terkesan lembab dan begitu dingin?

Entahlah, yang jelas ruangan sebesar ini sangatlah minimalis. Tidak banyak barang terlihat dan, yaa ... sangat rapi dan begitu elegan.

Jujur, Laya masih bingung harus mengawali pembicaraan ini dari mana. Sebab, Jarvis yang ada di depannya itu, seperti menganggapnya antara ada dan tiada diruangan ini.

Oke, pertama-tama, apa yang harus ia lakukan supaya Jarvis Isamu mau menganggapnya ada? 

Apa?! 

Laya mengedipkan matanya berulang kali. Bibirnya mirip ikan lele— buka tutup dan bergetar aneh, tenggorokannya juga ikut-ikutan tercekat, suaranya mendadak dimakan angin, otak dan suara hatinya jadi tidak sinkron karena terlalu gugup untuk memulai pembicaraan.

Hishh!! Beranilah, La!!

Kau harus berani, oke!

Laya menyemangati dirinya sendiri. 

Jika tidak segera dibicarakan, kapan lagi? Ini adalah kesempatan terbaikmu. Kau sudah ditakdirkan bertemu dengan Jarvis Isamu.

Berdoalah, semoga saja Jarvis Isamu menjadi malaikat penolongmu, La!!

Oke!

Semangat!

Bicarakan yang penting saja!!

To the point!

Jangan bertele-tele!

"Ehem." Laya mengawali pembicaraan ini dengan deheman lirih. "Bos?" Karena tidak mau membuat Jarvis terkejut, ia membuat suara selembut mungkin. 

Laya tidak mau membuat Jarvis yang sedang berkonsentrasi membaca sebuah dokumen itu, berteriak atau memakinya nanti.

Laya pasrah saja jika Jarvis tidak mau ....

"Heum?" 

Eh? Kok direspon?

Laya pikir ia akan didiamkan oleh Jarvis.

Oke!

"Perkenalkan, saya adalah salah satu office girl yang bekerja di lantai 5 bagian desain grafis, Bos."

"Lalu?"

"Saya butuh uang segera, Bos," kata Laya tidak mau berbasa-basi. Ini adalah tujuan utamanya. 

Jarvis terlihat tidak peduli— dia tetap melanjutkan membuka dokumen tanpa melihatnya sedikit pun.

"Saya butuh uang 350 juta, Bos." 

Laya perlahan memajukan langkahnya namun baru satu langkah berjalan— langkah itu langsung terhenti di tempat karena tiba-tiba saja suasana di ruangan ini jadi semakin dingin.

Tatapan tajam dari mata bulat itu ... 

Oke, membuatnya memundurkan dua langkah ke belakang. 

Semakin jauh saja jarak diantara mereka.

Tapi, wajar, sih! Mungkin tatapan tajam itu hasil dari keterkejutan Jarvis.

Coba saja kalian bayangkan jadi Jarvis Isamu.

Sepagi ini … tiba-tiba saja ada yang menghalangi jalannya dengan menggunakan tongkat pel. Orang itu dengan tidak tahu malunya tiba-tiba saja meminjam uang dengan jumlah yang sangat besar.

Apa yang akan kalian lakukan jika menjadi Jarvis Isamu?

Normalnya, Jarvis akan membentaknya, memarahinya dan menghinanya dengan kata-kata kejam. 

Apalagi, Laya hanyalah seorang office girl— pekerjaan dengan jabatan terendah di perusahaan Isamu ini. 

Siap-siap saja! 

Pasti Jarvis akan memecatnya tanpa pesangon. Ia akan jadi pengangguran selamanya. 

Tidak ada uang, yang artinya Vihan tidak akan mendapat perawatan intensif lagi.

Oh, Tuhan!!!

Tidak boleh!

"Ma-maafkan saya yang sudah lancang ini, Bos." Laya membungkukkan setengah tubuhnya. "Saya benar-benar membutuhkan uang itu saat ini."

Pasrah!

Hah, lihatlah wajah Jarvis yang mulai mengeras itu.

Matanya yang bulat semakin bulat saja. Terlihat sangat menggemaskan, eh … maksudnya menakutkan.

Huh, koh aneh sih?!

Kenapa wajah Jarvis kalau kesal seperti itu justru terlihat sangat menggemaskan dan begitu manis? Ingin rasanya ia mencubit gemas pipi yang berwarna putih itu.

Hesh, sadar Laya!!

"Kau itu sangat cantik, Nona."

Deg!!!

Hah?! Apa?!

Seperti tersambar petir disiang bolong. Laya bingung sekaligus syok. Mendadak telinganya mendapat ketuliannya sejenak.

Hah, siapa?

Siapa yang bicara tadi?!

Untuk memastikan tidak ada orang selain dirinya dan Jarvis di dalam ruangan yang sangat luas ini— Laya menolehkan kepalanya ke kanan, ke kiri, ke belakang, ke bawah dan terakhir keatas. 

Mungkin di atas sana ada Mba Kun yang sedang terbang-terbang dan menggoda Jarvis. Mungkin yang dibilang cantik itu, Mba Kun bukan dirinya.

Tapi, tidak ada, kok. 

Aman!

"Ma-maaf, Tuan." Laya berucap kikuk. "Maksudnya?" tanyanya mencoba mengkonfirmasi apa yang dikatakan Jarvis barusan.

Jarvis hanya diam saja. Ia memutar kursi putarnya untuk menghadap ke komputernya lalu membuka sebuah file yang baru saja dikirimkan seseorang lewat email.

Oke. Laya berdehem lagi. "Tadi Anda yang mengatakan jika saya ini cantik, ya?" tanyanya memastikan sekali lagi.

Jarvis mengangguk.

Oke, tidak ada kebohongan dalam anggukan kepala Jarvis.

"Ma-maksudnya apa ya, tuan?"

"Uangnya 350 juta, kan?"

Eh? Laya langsung mengangguk dengan cepat.

"Kau itu sangat cantik."

"Hah?" Laya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa sih maksudnya?

"Maksud saya, apa lagi yang dibutuhkan ...." Jarvis sengaja menggantung ucapannya, ia menekan tombol telepon yang langsung terhubung dengan sekretarisnya. "... dari wanita secantik dirimu?"

"Heuh? Hah?" Laya ingin berteriak. 

Frustasi!

Bisa tidak jangan bercanda disaat seperti ini?!

Entah, mengapa, mendadak ia merasa kesal sendiri dengan Jarvis.

Oke, demi sopan santun karena saat ini ia sangat membutuhkan uang dengan cepat— Laya menunggu Jarvis menyelesaikan obrolan pekerjaan dengan sekretarisnya itu.

Setelah lima menit berlalu … 

Akhirnya.

"Iya saya akui saya memang cantik, Bos." Laya berdehem canggung. Jujur wajahnya benar-benar sangat panas saat memuji dirinya sendiri seperti itu.

Sebab, tunangannya saja tidak pernah mengatakan jika dirinya cantik secara terangan-terangan seperti Jarvis. 

"Lalu apanya yang kurang?" tanya Jarvis.

"Hah?" Laya mengerutkan kening. "Ti-tidak ada yang kurang se-sepertinya, Bos." Laya menggaruk pelipisnya yang tidak gatal dengan salah tingkah. 

"Lalu?"

"A-apanya yang lalu, sih, Bos?! Ya, Tuhan!!" Laya tanpa sadar berteriak gemas. "Mau Anda apa, sihh?! Jangan main-main dengan saya, ya?!"

Jujur, mata bulat itu ... hih! Ini baru pertemuan pertama, lho?!

"Heuh?" Jarvis mengangkat satu alisnya. "Kau berteriak padaku?"

"Ehhh?! A-anu …"

***

Salam

Busa Lin

Terima Kasih ●.●

Busa_Lincreators' thoughts