webnovel

Dimanjakan suami kontrak

NOVEL SUDAH PINDAH KE APLIKASI BAKISAH. Dia seorang duda yang ditinggal istrinya selingkuh. Traumanya sama sepertiku, kami benci ikatan pernikahan yang hanya memberi luka atas nama cinta, jadi ini tidak akan begitu membebaniku. Aku bisa bebas setelah melahirkan. Aku akan mendapat uang setelah melahirkan. Aku dapat melanjutkan hidup dengan baik bersama adikku. Aku dapat memulai semuanya dengan benar. Tidak, aku serius akan hengkang dari hidup suamiku setelah melahirkan. Hidupku bukan seperti kisah romance fiksi, semuanya hanya soal kontrak. Tapi selalu berbeda hal jika takdir yang mempermainkan rencana manusia. Bagaimana pada akhirnya mereka malah mengejarku yang masuk dalam kubangan para pemegang kekuasaan? Aku ingin berteriak. "Aku bukanlah orang yang dicintai olehnya, apalagi kelemahannya!!" Uh, aku salah besar mengatakan itu sepertinya. Karena dia, suamiku malah mengikatku dengan pernikahan sungguhan. Baik! Suami tolong lindungi aku kalau begitu. _______ series II Nugraha. as always R-18 _______

Anajw0 · perkotaan
Peringkat tidak cukup
7 Chs

00:04

Tentu pada akhirnya aku tetap datang bekerja karena tidak memakai uang abang, dengan gerakan anggun aku tuangkan minuman alkohol kedalam gelas pelanggan yang mulai kehilangan kesadaran.

Mulut mereka mulai tertawa dan berbincang ngalor ngidul, aku hanya tersenyum dan balas mencium ketika mereka menarik wajahku paksa untuk mendapat satu lumatan pada bibirku.

Menyedihkan karena aku tidak dapat menolak, ini adalah ketentuan kontrak kerjaku. Asal tidak dipaksa berhubungan badan, itu baru pelanggaran pelanggan dalam mempersulit pekerja disini.

"Mulut kamu memang selalu manis untuk dilumat Ayu, kenapa kamu tidak mau aku masuki dengan pejantanku. Hm?"

Tangan lelaki ini memulai aksinya dan aku hanya diam dengan lenguhan terpaksa tapi terdengar menggairahkan bagi pak Topik yang mengaku baru saja jadi juragan ayam dikampung. Aku tidak habis pikir pada banyaknya pria yang datang kemari karena dia sudah kaya dan meninggalkan istri pun anak dirumah tanpa rasah bersalah.

Malahan ada yang mengaku jika dia tidak begitu nafsu dengan istrinya sampai berhubungan hanya jika istri meminta. Dia juga suka selingkuh dan pernah kumpul kebo dengan seorang guru, parah sekali dunia ini.

Aku segera menahan tangan berisi itu yang mencoba melepas kancing baju depanku, tidak akan kuizinkan. Mereka pasti ingin mencumbu dadaku, pergi pada temanku yang lain saja, aku tetap menolak dan pak Topik sedikit membentak marah memakiku.

"Halah!! sok-sokan kamu nggak mau saya pegang, kelamin kamu saja sudah basah masih berusaha mengelak tidak mau disentuh. Tidak usah belagak menjaga keperawanan, mana ada jaman sekarang perempuan masih perawan!!. Sini biar saya bukakan biar lega susu kamu yang segar ini."

Pak Topik memaksa dengan menarik baju depanku sampai sobek, aku panik sebab pak Topik terlihat sudah dikuasai oleh alkohol dan aku melihat salah satu teman satu ruangan dengan ku keluar untuk memanggil manajer. Aku memukul dan mendendang tubuh gembulnya dari atas tubuhku ketika dia berhasil mengeluarkan salah satu payudaraku dari baju namun naas sebelum bibirnya melahap.

Dia sudah terbaring diatas lantai tidak sadarkan diri dan melihat seorang lelaki berjas berdiri dengan kayu bassball. Yang membuat kepala pak Topik berdarah diatas lantai putih.

Darah, kalian tidak salah. Yang menggenang dilantai ruangan bar ini adalah darah yang berasal dari tengkorak kepala pak Topik.

"Ada apa ini?" Itu suara manajerku.

Aku memegang pakaian bagian dada yang robek, Tante Julia mendekat kearahku dan melihat pak Topik tergeletak tidak sadarkan diri dengan kepala berdarah.

"Kamu apakan pelanggan saya? Hal kaya gini bisa membawa polisi untuk menyidak club kita, Ayu!! Apa yang terjadi sebenarnya?"

Tante Julia atau para pekerja diini sebut madam Julia terus berucap tanpa mau tau keadaan diriku, dia sebenarnya manajer yang buruk karena kadang kala lebih mementingkan pelanggan dari pada keamanan pekerjanya. Padahal etika dalam surat kontrak kerja kami tercantum keselamatan para pekerja dari pelanggan yang tidak masuk akal jika tidak ada izin mau sama mau dari pekerjanya.

Kita adalah prodaknya, tapi dia tidak memelihara produknya.

"Bos saya dapat menutup club ini jika kebijakan untuk keselamatan pekerjanya tidak dilaksanakan." Itu suara laki-laki yang memukul kepala pak Topik.

Jantungku masih bertalu keras rasanya seperti mau copot, masih beruntung paru-paruku bisa memegangnya agar tidak lepas. Hah, lucu. Dalam keadaan begini aku masih dapat membuat lelucon.

Sebuah jasa tersampir dipundakku dan pria itu menatap dingin tak berekspresi kearah mada Deri yang murka.

"Siapa anda, berani mengancam club kami?"

"Nugraha, jangan lupakan itu."

Seketika wajah angkuh penuh kemurkaan milik madam Julia hilang berganti pias penuh ketakutan. Dan tubuhku dibawa oleh pria entah siapa ini keluar dari ruang karoke dengan tubuh yang sedikit bergetar, sisa-sia adrenalin tadi masih ada mempengaruhi tubuhku. Walau keadaanku sudah terbilang aman.

Diluar aku berhenti bersamaan dengan langkah panjang milik pria yang jasnya aku gunakan. Niatnya aku ingin mengucapkan terima kasih, tapi sudah didahulukan olehnya.

"Tuan sudah bilang untuk jangan datang bekerja."

Dengan keberanian yang kukumpulkan, aku bertanya ragu.

"Tuan siapa yang kamu maksud?" Melupakan niat awal ingin berterima kasih.

"Apa kamu lupa, siapa yang meminta agar kamu tidak bekerja tadi pagi?"

Tentu aku masih mengingatnya bahkan tadi sempat menolak sentuhan pak Topik karena aku melamun. Membuat seorang yang sedang dalam pengaruh alkohol itu menggila. Aku yang melamun menjadi kemurkaan pak Topik yang tengah dilahap alkohol dan nafsu, dia meras terbaikan untuk sesaat apalagi aku menolak kemudian.

"Mari saya antar anda pulang, karena besok tuan akan datang. Jika anda tidak juga mendengar apa yang tua katakan, jangan harap hidupmu bisa aman setelah ini."

.....

"Kak, aku dibawain sebungkus nasi sama mang Dul. Aku juga dapet dua puluh ribu dari ikut narik."Ucap Agha yang baru pulang.

Dia terlalu senang sampai keceplosan mengatakan pekerjaan sampingan setelah dia pulang sepertinya. Dengan tas sekolah yang masih di punggung, Agha duduk dilantai di hadapanku dengan senang.

"Kakak belum makan sore pasti. Sini makan berdua sama aku."

Aku masih diam memperhatikan tiap ucapan Agha yang belum juga sadar.

"Lumayan, aku juga di tambahin 25 ribu sama Bu Tatu karena jualannya habis. Jadi aku punya 45 ribu sekarang."Kemudian dia tersenyum setelah mengangkat kepalanya kearahku.

"Jadi kamu beneran kerja. Kamu bohongin kakak, kamu bilang kamu cuma bantuin bu Tatu. Kakak nggak pernah ijinin kamu buat jadi kenek mobil di terminal."

Dan wajah Agha segera berubah, dia yang tadi bersemangat langsung terdiam dan menatap gue seakan baru saja tersadar akan ucapannya.

Aku dalam keadaan buruk sekarang. Perasaanku tidak karuan dan aku mulai merasa salah dengan pekerjaanku, aku mulai tertekan, kesepian dan merasa tidak terima dengan takdir.

Dadaku sesak, apa sebegitu sulitnya Agha dengarkan dan turuti saja apa kataku. Aku tidak ingin dia juga mendapat cemooh dan omongan orang dewasa. Cukup aku saja, tapi kenapa susah sekali.

Aku tanpa sadar menangis, tidak dapat membendung segala kesakitan yang aku tahan selama ini, masa lalu yang suram itu juga datang lagi dan merebah meluap bak air laut.

"Kenapa susah nyuruh kamu buat nggak kerja, dek! Apa sebegitu menyulitkan kamu sampai omongan kakak nggak kamu dengar?! Cukup kamu sekolah dan jadi orang sukses, kamu harus belajar agar dimasa depan nggak jadi cemoohan orang. Tolong turuti kakak, karena sekarang kakak mulai capek tapi ada kamu. Kakak kuat karena tau ada kamu yang masih bisa merubah semuanya jadi lebih baik. Tolong dek... Dengarin kakak satu kali aja."

Aku terisak dengan Agha yang juga berkaca-kaca menatapku, dia tidak percaya jika pada akhirnya. Kakak yang dia anggap kuat dan tangguh pada akhirnya menangis dan mengeluh di hadapannya.

Tapi aku serius, aku mulai lelah akan beban moral yang ku terima sejak menjadi pekerja panggilan.

"Aku cuma mau bantu kakak... karena aku nggak mau kakak terus kerja disana, aku nggak mau kakak jadi omongan orang lagi. Aku mau kita cepat pindah, jadi dengan cara aku ikut kerja. Kita bisa cepat dapet uang... kita bisa pergi dari sini."

Kemudian aku merengsek mendekat untuk mendekap tubuh adikku. Kami dalam keadaan paling rendah dalam hidup, dimana kami tidak tau lagi apa ynag harus dilakukan selain bekerja tanpa memikirkan hati yang terluka.

"Maaf... Maafin kakak, dek."