webnovel

Dibatas Senja

Lusi Aryani, 20 th, Mahasiswi FEB, semester IV, gadis dengan penampilan sederhana karena kondisi ekonomi keluarga yang hanya dibilang cukup namun keinginan begitu kuat untuk melanjutkan pendidikan berbekal dengan prestasinya. Dia ingin merubah kehidupan keluarganya, sesuatu yang harus diperjuangkan tidak menyerah untuk meraih harapannya. Janggan Pringgohadi, Mahasiswa Tehnik Arsitek semester 8, anak tuan tanah di salah satu kota kecamatan di Yogyakarta, anak panggung, tentu banyak penggemar, dijodohkan dengan Jihan anak temen orang tuanya. Bagaimana sikap janggan atas perjodohannya sedang dia mulai tertarik dengan lusi anak FE depan kostan. Apakah mungkin keluarga Janggan merestui hubungan mereka jika orang tuannya tahu Lusi bukan dari keluarga yang selevel dengan mereka. Bagaimana jika ternyata Janggan memilih mengikuti keinginan keluarganya. Disini kisah mereka diuji hingga dibatas perasaan Lusi dan Janggan, Dibatas Senja

Tari_3005 · perkotaan
Peringkat tidak cukup
91 Chs

Bab 62

"Assalamualaikum, kak ardan sama siapa," suara perempuan yang masih diingatnya, ada rasa takut bertemu dengannya, takut terbaca perasaannya.

"waalaikumsalam, " jawab ardan dan bersamaan dengan istrinya membuka pintu dengan senyum mengembang, di tangan kanannya membawa bungkusan martabak telor kesukaannya, "aku beli di depan tadi pas jalan keluar ada yang jual martabak" lusi kaget ada sosok laki laki dengan piyama mandi di samping sang suami, dengan rambut basah dan handuk diatas pundaknya, sekilas terlintas peristiwa bebarapa tahun lalu, peristiwa yang membawanya terus menyesali kebodohannya masa itu, lusi terbengong tanpa mengeluarkan sepatah katapun, ternyata dia tetep saja ndak siap jika harus ketemu sama mantannya.

"Makasih dan, aku balik kamar aku dulu," Janggan menatap intens istri sahabatnya ini, dan berbisik lembut, "Mas masih suka martabak, kamu ndak menawariku," Janggan terus melangkah tanpa menoleh ke arah seseorang yang sampai detik ini belum tergantikan "damn" umpat janggan dalam hati, kenapa mesti kembali bertemu dia lagi, padahal lelaki yang sebentar lagi menjadi seorang ayah ini sedang berusaha mengisi hatinya dengan wanita lain yang akan menjadi ibu dari anaknya. Janggan ngeloyor menuju kamar inapnya memaki maki keadaan kenapa mesti kamar mandinya macet sial banget dia hari ini, ternyata wajah wanitanya masih sama dengan yang terlukis ingatannya "cantik" ah ada apa dengan dirinya, cemen banget hanya bertemu dengannya sudah kalang kabut ndak karuan. Kemana pemilik hati yang pongah, ya dia harus dapat memantapkan diri untuk menghapus masa lalunya, lusi adalah masa lalu Janggan dan Jihan adalah masa depannya.

Lusi melangkah mendekat ke arah suaminya yang masih diam melihat istri dan terkaget saat lusi memegang lengannya, rasa cangung yang baru saja mereka hadapi membuatnya memikirkan kembali banyak hal, benarkah istrinya sudah mencintainya, Ardan tersadar kalo hanya dia yang sering mengucapkan perasaannya sedang istrinya belum pernah mengungkapkan kata cinta, kemesraan yang terjalin diantara mereka istrinya hanya membalasnya apa karna keterpaksaan belaka, dia harus mencari tahu mulai dari detik ini.

"kenapa kak ardan membiarkan dia masuk kamar kita, maksudnya apa ?," lusi ndak suka dengan sikap canggung yang barusan terjadi diantara mereka.

"Aku hanya menawarkannya mandi karna kamar mandi tempatnya rusak," jawan ardan tanpa memandang ke arah istrinya, dia berlalu menuju pintu keluar arah yang sama saat Janggan meninggalkan mereka. Sebelum hendel pintu ditarik ardan, sebuah tangan berjari jari lentik menarik sekuat tenaganya hingga membuatnya tertarik mundur dan sesaat kemudian lengan itu memeluknya erat, "kak ardan mau kemana, jangan meninggalkanku sebelun kita selesaikan masalah, adik ndak ingin kak ardan salah paham, dan membuat kita saling menjauh," ucap lusi serak menahan buliran air mata di sudut matanya, lusi menyandarkan kepalanya pada punggung lelakinya, ardan hanya diam, dia tahu istrinya menahan tangis.

Detik kemudian ardan Membalikkan badannya hingga berhadapan dengan istrinya, diangkatnya dagu perempuannya, kedua bola mata suami istri itu saling menatap mencari kejujuran masing masing diantara mereka.

"Apa kamu masih menginginkan kembali padanya, mengapa seakan semesta selalu mempertemukan kalian, apa aku bukan bahagiamu, katakan aku hanya ingin kamu jujur," terasa sesak dada ardan seperti ada yang menindihnya dengan batu besar, ardan menuntut jawab sang istri, lidah lusi terasa kelu tidak disangkanya kalimat ardan begitu menusuk ulu hatinya, sakit, "kak ardan belum mempercayaiku, " ungkap lusi dalam hati, dia ndak mengeluarkan sepatah kata pun hanya diam dan melepaskan tangan yang dari tadi memegang lengan kekar suaminya, lusi kecewa ia menundukkan wajahnya. Kenapa menikahiku kak kalo pada akhirnya ingin menyakiti, menghempaskan luka hatiku kembali, katamu akan bersedia menungguku, mengobati luka hatiku. Lusi merasa ditinggalkan, "Pulanglah kak, aku mau sendiri, " kalimat lusi di luar kendalinya, rasa sakit yang ndak dipercaya sedang mendominasinya,"kalo kakak ndak ngijinin aku sendiri, biar aku pulang sendiri, kita butuh waktu untuk berfikir masing masing, aku ndak mau kakak menyesal bersamaku, aku juga butuh waktu sendiri," ungkapan kekecewaan lusi terucap sudah, membuat ardan tersedak. Lusi mengambil gelas dan mengisinya dengan air botol mineral yang disediakan hotel, diserahkannya pada ardan, dan ardan pun meneguknya seketika. ardan tetep diam tak bersuara kaget dengan tanggapan Lusi diluar logikanya, kenapa dia malah yang ingin pergi meninggalkanku, apa apaan ini. kesadaran penuh atas kepemilikan istri syah nya membuat ardan ndak lagi jernih berfikir, "memang bagi seseorang pengalaman pertama akan sulit dilupakan, bagiku kau yang pertama dan ku inginkan menjadi yang terakhir, namun tidak berlaku bagimu, aku memang bukan yang pertama untukmu, wajar kalo kau masih tetap mengingatnya, atau bahkan menginginkannya bukan, " ardan marah pada lusi sebenarnya kenapa lusi mengusirnya atau menginginkan sendiri dan bahkan ndak mau diantarkan pulang itu artinya lusi ndak menginginkan dirinya.

"Jangan pernah menyesal atas pernikahan kita, karna satu hal aku ndak akan pernah melepaskanmu dari ikatan pernikahan kita," kemarahan ardan semakin menjadi, ardan meninggalkan lusi yang masih termenung dikamar.

Lusi hanya ingin menyendiri, dia ndak menyangka ardan akan semarah itu, baru kali ini lusi melihat ardan marah, dan dia penyebabnya, apa memang kita harus saling memberikan waktu untuk sendiri, kesimpulan lusi sudah bulat, dia akan pulang sendiri memberikan waktu berfikir pada suaminya benarkah lusi berarti buat kehidupan ardan, jangan sampai ardan hanya kasihan padanya.

Lusi membereskan pakaian dan memasukkan ke dalam koper yang dia bawa dari Semarang, berikut oleh oleh yang sudah dia siapkan untuk si mbah dan adik semata wayangnya, dan meninggalkan beberapa stel pakaian suaminya dalam tas punggung laki laki itu, karna tadinya ardan berniat menginap dua sampai tiga hari di rumahnya.

Lusi keluar dari kamar dan menuju ruang resepsionis untuk menitipkan kunci kamar untuk nanti diambil ardan, tak lupa dia mengirimkan pesen wa untuk suami yang lagi ngambek.

[ to suami : aku pulang, kunci tak titipkan di resepsionis, hati hati kalo nyetir di jalan assalamualaikum ]

drt drt drt

[ .... ] belum di buka

lusi melangkahkan kaki keluar hotel meskipun dalam hati kecilnya masih berharap bertemu ardan dan menghentikan langkahnya, dia memang salah dengan menginginkan sendiri tapi kenapa suami malah menyinggung satu hal yang membuatnya mengingat masa lalunya. Bukankah dari awal dia sudah tahu tentang dirinya yang sudah ndak lagi virgin saat bersamanya, dia salah ternyata ardan menjadikan hal itu masalah untuk pernikahan mereka.

Aku hanya ingin saat ini sendiri, mencoba berdamai dengan diri sendiri, tapi aku juga ndak mau orang lain terpaksa menerima kesalahanku. lusi menyesali dirinya kembali.