webnovel

Diary Cia

Anneke Felicia, seorang gadis remaja dengan berparas cantik dan lucu dengan semurai coklat serta bola mata yang mirip balita dan tubuhnya yang mungil membuat kesan gemas untuk siapapun yang melihatnya. Meskipun ia telah duduk dibangku SMK namun jika dilihat dari fisik, gadis itu nampak seorang gadis yang duduk dibangku SD. Kebahagiaan dan keceriaan merupakan cirikhas untuk gadis itu, namun karena sebuah kejadian gadis cantik tersebut berubah menjadi gadis malang yang mengidap penyakit Self Injury dan Depresi. Kegelapan, sendiri, pisau dan juga darah menjadi saksi bisu atas semua penderitaan yang dialami gadis yang kerap dipanggil Cia. Namun kedatangan seorang pria tampan yang bernama Kenzi Reifansyah membuat pelangi yang telah hilang kembali hadir dalam kehidupan Cia. Kebahagiaan dan keceriaannya kembali, namun tak disangka Kenzi justru malah membuat gadis malang itu semakin menderita karena kisah cinta diantara mereka.

adpdita · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
27 Chs

What's wrong with me?

"Dunia kami memang berbeda, tetapi selagi kita tidak menggangunya, kita juga tidak akan pernah diganggu. Setiap kejadian berisi pesan untuk diri kita sendiri, dan pesan itu hanya kita yang mengetahuinya. Mau atau tidaknya kita mencari pesan tersebut, itu tergantung dari masing-masing pribadi kita. Pecayalah, aku juga tidak ingin berurusan dengan mereka."

-adpdita-

Pukul 15.30 kami satu rombongan telah sampai di-pos 5, tempat kami mendirikan tenda. Rombonganku dan Danil terpisah karena Danil mendirikan tenda di-pos 6. Waktu turun dari puncak memanglah sangat cepat, karena jalur yang menurun memudahkan kami untuk melewatinya.

'Potret tempat camp kami.'

Aku dengan Vania memasak logistik kami yang tersisa, sementara Dimas dengan Raffi pergi mengabil air dari sumber air.

Aku merasa sangat lelah, energi ditubuhku berasa hilang semua. Sungguh aneh, hatiku mendadak merasa sedih, aku ingin bermalam di-pos 5 satu malam lagi, namun aku tau pasti Raffi akan menolak, karena besok pagi dia sudah harus pulang untuk memenuhi janjinya keoada ibunya. Aku masih ingin tetap disini, menenangkan diriku, merengungi suatu hal, aku sangat bosan dengan keramaian di Kota.

"Aku tidak pernah merasakan damai dengan diriku sendiri selain disini."

"Aku masih ingin disini." Rengekku.

Tidak ku sadari, aku meneteskan air mata, berat sekali rasanya meninggalkan tempat ini.

Masakan telah selesai, Dimas dan Raffi juga sudah kembali. Kami langsung makan dan mempacking semua peralatan.

Pukul 17.00 kami turun, meninggalkan tempat paling nyaman ini. Tubuhku gemetar, hatiku gelisah.

"Apa yang terjadi denganku?."

"Kenapa?."

"Mengapa?."

"Rasa apakah ini?." Aku tidak pernah merasakan hal seperti ini. Namun aku tidak menghiraukan perasaan yang sedang aku rasakan. Aku terus berjalan dengan teman-temanku, ku tutupi semua gelisahku agar teman-temanku tidak mengetahuinya.

"Ini pos berapa?" Tanya Vania.

"Hmm, ngga ada petunjuk ini di-pos berapa." Jawab Dimas yang ada di barisan paling depan.

"Udah yuk lanjut aja." Saran Raffi.

Kami-pun melanjutkan perjalanan kami. Kami melewati warung yang masih buka, dan ada beberapa pendaki yang sedang beristirahat disana.

Aku mengarahkan pandanganku ke warung-warung yang kami lewati. Dan aku terkejut, melihat bapak yang ada di salah satu warung tepat disebalah kiriku, tepatnya dibawah pohon besar, ia menggoreng mendoan dan membaliknya dengan tangan kosong, padahal itu minyak panas. Aku terdiam dan menghentikan langkahku.

"Ko berhenti?" Tanya Raffi yang ada di belakang ku.

Aku hanya diam ketakutan, ku lihat jam ditanganku, ternyata jam menunjukkan pukul 18.00 W.I.B, aku semakin gelisah dengan semua ini.

"Dimas, Vania berhentiiiii!." Teriakku, karena mereka berada di barisan depanku, dan tidak melihatku berhenti.

"Kenapa?" Jawab Dimas dan Vania bersamaan.

"Kita istirahat dulu, kita mampir ke warung dulu yuk." Ajakku.

Merekpun menuruti kemauanku. Aku dan teman-temanku pergi ke warung yang berada didekat pohon besar itu. Kami membeli kopi dan mendoan diwarung itu.

"Jangan takut." Seru bapak pemilik warung itu.

Aku semakin terkejut dan semakin gelisah, badanku menjadi lemas, bulu kuduk ku merinding, aku ingin sekali menangis.

"Mereka hanya menjagamu." Ucap bapak itu lagi.

"Aku takut. Jangan ganggu aku." Rengekku.

"Kenapa?." ,Dimas.

"Siapa yang menggangumu?." ,Vania.

"Ada apa?." ,Raffi.

Aku terdiam, ku kira bapak itu tadi disebelahku, ternyata dia jauh dihadapanku. Dan teman-temanku duduk di kursi sebelahku, aku duduk sendiri dikursiku. Mereka sama sekali tidak mendengar apa yang aku dengar tadi, mereka hanya mendengar ucapanku.

Kualihkan pembicaraan, aku tidak ingin menceritakan apa yang terjadi denganku. Aku takut, tapi jika aku bilang kepada teman-temanku mereka pasti cemas dan ikut ketakutan. Ku sembunyikan rasa takutku, aku berpura-pura dan menyakinkan mereka semua kalau tidak ada yang terjadi denganku.

Setelah kopi dan mendoan yang ada dihadapan kami habis, kami langsung bergegas untuk melanjutkan perjalanan kami. Dan kami berharap agar tidak kemalaman sampai di-basecamp. Aku yakinkan diriku, aku berdo'a terlebih dahulu untuk menenangkan diriku. Sembari berjalan turun tidak ada putusnya aku mengucapkan shalawat.

"Cia, kamu masih kuat kan?." Tanya Vania yang ada di belakangku.

"Masih dong." Sambil tersenyum ku jawab pertanyaan dari Vania.

Perjalanan turun terasa sangat lama dan hanya ada rombongan kami saja yang lewat, kami sama sekali tidak menemukan rombongan lain yang turun ataupun mau naik, padahal cuaca sangat bagus untuk pendakian.

Pos 2.

Tiba-tiba carrier yang ku bawa menjadi semakin berat. Disitu aku sudah berpikir yang tidak wajar, aku mengela nafas dan membaca ayat kursi.

"Ah mungkin ini karena tubuhku yang sudah sangat kecapekan." Benakku.

Aku tidak memberi tahu apa yang ku rasa kepada teman-temanku. Kami terus berjalan turun dari hutan untuk cepat sampai di-basecamp. Kalaupun kami berhenti itu hanya untuk minum dan istirahat selama 5 menit.

Ku arahkan pandanganku kesekitar, aku melihat ada banyak orang disana, agak jauh dari jalur yangku lewati bersama teman-temanku. Aku merasa lega, karena ada orang lain disekitarku.

BRAGG!

Aku tersandung akar pohon, dan jatuh lumayan jauh dari tempatku. Aku tidak melihat kalau didepanku ada akar pohon, teman-temanku panik dan langsung menuju ke arahku.

"Astaghfirullah, Cia.", Raffi.

"Ciaaaa." Vania.

Tanpa mengeluarkan kata, Dimas membantu ku, iya menopangku suapaya aku bisa berdiri.

"Sakit Ci.?" ,Vania.

"Masih bisa berjalan?." ,Raffi.

"Masih kok, udah jangan khawatir tadi aku hanya tersandung akar karena aku sedang melihat lihat langit." Jelasku pada mereka.

"Lain kali hati-hati Ci, tapi alhamdulilah deh kalau kamu ngga papa." Syukur Dimas.

"Sinih Ci biar carriermu aku yang bawa, kelihatannya kamu kecapekan banget." ,Raffi.

"Udah ngga usah. Kita lanjutkan jalan aja yuk biar engga kemalaman sampai basecamp nya." Ajaku.

Aku mengarahkan pandaangku kearah orang ramai tadi, aku terkejut karena tidak ada orang satu pun disana. Hatiku semakin gelisah dan ketakutan.

"Kenapa Ci?" Tanya Vania yang melihat aku sedang diam dan ketakutan.

"Engga. Kita turun sekarang yuk." Ajakku.

"Kamu masih kuat ngga, Ci?" Tanya Raffi.

"Masih kok. Bismillah jalan yuk" jawabku.

Kami-pun meneruskan perjalanan. Tetapi kakiku terasa sakit, mungkin kakiku terkilir tadi, aku berusaha jalan seperti biasanya sambil menahan rasa sakit, dan seluruh badanku terasa sakit. Yang ku inginkan hanya rebahan dan tidur.

Pos 1.

Aku melihat paman di pos 1. Aku senang sekali pamam menungguku.

"Kita istirahat diwarung paman yuk." Ajakku.

Mereka menurutiku, kami berempat duduk di warung paman, kami mengeluarkan air yang masih tersisa dan meminumnya, Paman hanya melihat ku. Kami semua sudah terlalu cape, kami semua ingin segera turun. Kami memutuskan untuk duduk sebentar disitu.

"Jalan lagi yuk." Ajak Dimas.

"Iya yuk, aku sudah ingin tidur." Vania menggerutu.

Tiba-tiba paman mendekatiku, dan memijat kakiku yang terkilir. Aku teriak kesakitan karena paman memijat dengan keras.

"Aaa sakit." Teriakku.

"Kenapa?." Teman-temanku kaget.

Aku tidak menghiraukan teman-temanku. Aku senang kakiku telah sembuh, Paman memintaku untuk segera turun, aku mengucapkan terimakasih pada paman dan segera turun. Dan teman-teman ku mulai curiga serta takut melihatku, mereka selalu bertanya apa yang terjadi, tapi aku hanya diam dan tersenyum menjawab pertanyaan itu.

Ditengah-tengah perjalanan kami mendengar ada suara kaki dari pendaki lain, kami sangat senang akhirnya kami akan bertemu orang lain. Tetapi setelah 30 menit kami berjalan, kami sama sekali tidak melihat atau berpapasan dengan pendaki lain, padahal hanya ada satu jalur saja. Kami mempercepat langkah kami. Perasaan takut kami rasakan, setelah kejadian itu kami sama sekali tidak ngobrol dan kami terus berjalan tanpa henti.

*****

Pukul 22.00 malam kami tiba di gerbang pendakian, yang tidak jauh dari basecamp. Kami semua terkejut, di-basecamp ramai sekali, ada 3 mobil SAR dan 1 mobil ambulance. Kami langsung berlari ke depan basecamp tepatnya disebelah ambulance parkir. Kami meluruskan kaki, dan berisitirahat di teras basecamp.

Tiba-tiba SAR datang dengan membawa jenazah. Mereka langsung memasukannya kedalam mobil ambulance. Kami semua terkejut dan langsung berdiri melihat itu. Kami tidak tahu apa yang terjadi selama kami ada di hutan. Selama di hutan kami tidak membuka data seluler, kami menggunakan HP hanya untuk memotret, karena tidak ada sinyal. Kami hanya diam, tidak berkutik sama sekali. Dan seorang tukang parkir menjelaskan pada kami, bahwa ketika kami mendaki ada orang yang hilang sejak 1 bulan yang lalu. Dan jenazahnya ditemukan disekitar jurang yang tidak jauh dari pos 5.

Aku menangis dan bersyukur. Aku sangat terkejut, aku membayangkan semua yang terjadi padaku, air mataku semakin deras.

"Apa?"

"Kenapa?"

"Ada apa denganku?."

"Apa yang terjadi pada diriku?."

"Apa arti dari semua kejadian diatas?."

"Kenapa hanya aku?." Rengekku pada diriku sendiri didalam hati.

Banyak sekali pertanyaan yang mucul di benakku, tapi aku bersyukur bisa sampai basecamp dengan selamat.

Aku kembali duduk dengan teman-temanku, aku masih sangat kaget, aku merenung sejenak. Aku berpikir ada pelajaran dibalik semua yang aku alami. Aku cari hal itu, sampai akhirnya aku tersadar. Banyak sekali masalah yang ku alami di dunia ini, tetapi jika aku menjalaninya dengan yakin, aku bisa melewatinya. Aku tidak boleh memaksakan semua keinginanku, dan akh juga tidak bisa melakukan sesuatu secara sendiri, aku membutuhkan teman setidaknya untuk ku minta pendapat nya. jika saja mereka menurutiku untuk singgah 1 malam lagi dipos 5, entah apa jadinya kami, aku tidak bisa membayangkannya. Dan alasan bapak pemilik warung mengatakan "Mereka hanya menjagaku" itu karena aku sudah terlalu capek, tetapi aku tidak mengatakan pada temanku, aku tetap turun dengan kondisi kelelahan. Banyak sekali yang bisa aku pelajari. Aku tersenyum.

"Terimakasih gusti." Ucapku.

"Kenapa senyum-senyum sendiri Ci?." Tanya Vania.

Aku hanya tersenyum lebar padanya.

Dan kami bersiap-siap untuk segera melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Akupun ingin segera sampai dirumah, dan bertemu dengan orang rumah, rasanya aku sangat merindukan mereka semua.

Sebelum pulang kami mengisi perut terlebih dahulu di warung depan basecamp. Makananya enak sekali, aku sangat menyukainya.

Pukul 00.30 kami melanjutkan perjalanan untuk pulang ke rumah.