webnovel

Chapter 104 (Caged The Beast)

Tampak Satori akan masuk ke apartemen, tapi ia terdiam ketika melihat Matthew yang berjalan keluar dari apartemen itu membuatnya terdiam.

Mereka tidak kenal tapi satori menggunakan perasaan berbeda. "(Kenapa aku tak pernah melihat nya, apa dia bukan orang sini, atau dia hanya mengunjungi orang di apartemen ini, jika aku benar, dia pasti mengunjungi Nona Akai, Nona akai memang khusus dalam menjalani berbagai info penting termasuk lelaki yang terlihat penting itu tadi.... Sudahlah, yang harus nya aku pikirkan bagaimana caraku meminta maaf pada Nona akai soal kejadian terakhir itu, bahkan kita belum bertemu selama beberapa hari sejak hari itu)" Pikir Satori sambil berjalan ke dalam.

Ketika sampai di apartemen dalam, dia melihat sekitar. "(Karena aku selalu bosan, jadi aku akan melakukan hal kebiasaan ku dari dulu ketika sudah tak memiliki sesuatu yang harus dikerjakan, tak ni membersihkan apartemen)" Ia mengambil benda benda pembersih dan mulai membereskan tempatnya tapi di saat itu juga ada yang membuka pintu, yakni Roiyan.

"Tuan Roiyan, anda sudah pulang?" Satori berjalan mendekat.

"Yeah, aku sedang lelah, jadi aku pulang lebih cepat" Balasnya.

"Biarkan aku membawakan tas mu" Satori memegang tas Roiyan.

"Terima kasih, aku akan tidur sekarang" Roiyan berjalan melewatinya membuat Satori terdiam.

"(Aku selalu seperti ini.... Setiap kali dia pulang bekerja... Dia bilang hanya lelah, setelah itu tidur bahkan tak sama sekali mengatakan aku rindu padamu, aku ingin kamu tidur dengan ku, tidak sama sekali... Apakah benar ini bukan hal yang harus dilakukan, bukankah dia adalah tunangan ku, kami berdua adalah tunangan tapi kenapa sikap dan sifatnya membuat seolah olah ini semua seperti kita hanya lah adik dan kakak, atau malah aku pembantu di sini... Kami saja belum saling mencium bibir, dia juga tak pernah memeluk ku, aku ingin dia lebih peka padaku, tapi sepertinya itu sulit)" Satori terdiam dan menghela napas panjang kecewa.

Hari berikutnya, di kampus, Satori berjalan ke kampus dengan masih memikirkan sesuatu. "(Aku harus mencari cara agar aku bisa minta maaf pada Nona Akai, tapi aku malu untuk menyangkut kan hal kemarin, bagaimana ini... Aku tetap harus minta maaf, aku tak sengaja tak bisa mengendalikan tubuh ku)" Dia masih mencari cara untuk meminta maaf dari perbuatan nya menyiram air lengket pada Neko ketika di kafe.

Ia terus melamun memikirkan hal itu bahkan hanya melihat jalan bawah, semua orang yang melihatnya menjadi bingung.

"Satori . . ." Tapi tiba tiba sesorang memanggil dan ia menoleh, siapa sangka itu rupanya itu Choka yang ada di kampus. Choka yang juga di kenal oleh Neko, rupanya dia benar benar se kampus yang sama dengan Satori.

"Choka, kupikir Kau keluar dari kampus"

"Ahaha tidak kok, Aku baru saja di bawa ayahku berlibur dan Dia akan menjemput ku, padahal aku sudah pulang sangat lama tapi kita sudah lama tidak bertemu ya, sebenarnya aku selalu mencari mu, ketika aku mendengar dari beberapa teman, mereka bilang kamu selalu ingin buru buru pulang dan berangkat mepet seperti ini, itu membuat kita tak bisa bertemu, benar kan" Tatap Choka.

"Maafkan aku, itu karena aku memiliki masalah dengan pasangan ku" Satori menatap sedih.

"Ya ampun, aku tak tahu kamu punya masalah itu, apa yang terjadi..." Choka menatap, dia benar benar teman yang baik.

"Aku akan cerita lain kali saja, bagaimana dengan mu, apa kamu baik baik saja?"

"Hahah, aku selalu baik baik saja, ayah ku benar benar sangat baik, dia kali ini meluangkan banyak waktu untuk ku, dia mengurangi fokus bisnis nya dan lebih menghabiskan waktu dengan ku"

"Ayahmu, wah sepertinya menyenangkan memiliki orang tua sepertinya, apa Aku bisa melihat wajah Ayahmu??" Satori menatap.

"Tentu saat pulang nanti akan kutunjukkan. Sekarang, ayo kita ke kelas bersama" Choka menatap lalu Satori mengangguk dan mereka berjalan ke dalam bersama.

"Oh iya, bisa aku bertanya sesuatu, dimana kamu pergi saat itu?" Satori mengobrol dengan nya.

"Ah itu, aku ke desa Jeongju"

". . . Kudengar desa itu penghasil penanaman panen yang besar kan, disana banyak sekali buah maupun sayuran yang di kirimkan ke kota melalui desa itu" Tatap Satori.

"Ya, itu benar sekali, di sana pekerja keras sangat banyak dan juga kaya akan penghasilan tanaman, di sana aku juga bertemu seseorang yang begitu unik sekali... Dia juga ada di kota, tapi mungkin aku bisa perkenalkan kamu dengan nya... (Kemarin aku berhasil mengajak Nuna di kafe, kita mengobrol dan aku sangat senang jika dia juga bisa menikmati obrolan kita, aku harap bisa memperkenalkan nya pada Satori)" Pikir Choka, dia tidak tahu bahwa Satori juga kenal dengan Neko.

Saat pulang, mereka masih berjalan bersama dan melihat seseorang yang membuat satori terdiam.

"(Kita bertemu lagi...)" Dia melihat Cheong yang berdiri di samping mobil hitam menunggu di antara mereka berdua.

"Ayah" Dia mendekat. Satori ikut menatap dan Dia seketika menjadi terkejut. "[Ayah!! Choka memanggilnya ayah?!!]" Satori memang tak tahu bahwa ayah Choka adalah Cheong.

"Ayah, Dia Satori, temanku" Kata Choka.

"Salam kenal Satori, Aku harap putriku tidak menyusahkanmu" Cheong menatap dengan tampang elegan nya. Dia menganggap ini seperti baru pertama kali padahal tanpa sepengetahuan Choka, dia bertemu Satori bahkan hampir setiap hari.

"Ah, tak masalah Tuan" Satori membalas dan mencoba bersikap baru kenal. Dia tak menyangka bahwa akan ada hal kenyataan seprti itu.

"(. . . Ayah nya Choka.... Dia ayahnya Choka!! Aku benar benar sangat malu!! Jika aku bisa menghilang, aku ingin menghilang sekarang...)"

--

Setelah itu, tampak Satori terdiam di apartemen nya setelah kejadian di kampus tadi. Yakni mengetahui fakta bahwa Cheong adalah ayah dari Choka dan ayah nya Choka adalah Cheong, pria yang selalu datang menemui Satori dan jika di tanya kenapa melakukan itu, jawaban nya memang benar, memiliki kepentingan sendiri yakni sekalian menjemput putri nya dari kampus.

"(Aku benar benar tidak menyangka, rupanya pria yang selalu bertanya dan memberitahu ku soal Tuan Roiyan dan hubungan nya dengan orang yang di sukai Tuan Roiyan... Rupanya itu semua bukan Tuan Cheong, melainkan ayah dari Choka, aku seharusnya tahu dari awal karena wajah mereka sangatlah mirip. Aku benar benar lupa pada Choka karena itulah aku tidak bisa menganggap mereka mirip.... Sudahlah.... Aku tidak mau memikirkan itu)" Ia terdiam di sofanya.

"(Yang seharusnya aku pikirkan itu adalah cara meminta maaf pada Nona Akai, bagaimanapun juga aku yang harus duluan minta maaf)" Ia terdiam lalu berjalan keluar di balkon apartemen nya, dia menatap atas tepatnya menatap balkon apartemen Neko, kosong tak ada Neko di sana.

"(Aku rindu masa masa aku melihat dia pertama kali di sini, di balkon ini.... Apakah itu memang sebuah takdir aku bisa mengenal orang sepertinya?)"

Sementara itu di sisi lain, di kantor gedung departemen kekuasaan museum. Tampak Pei Lei mengetuk pintu kantor Neko dan membukanya, melihat Neko menatap laptopnya sendiri sambil mengemut permen tusuk di bibirnya.

"Luna" Panggilnya membuat Neko menoleh.

"Maaf mengganggu, ini laporan seminggu ini" Pei Lei meletakan beberapa dokumen di meja Neko.

"Baiklah, kembali bekerja" Balas Neko masih dengan sibuk laptopnya membuat Pei Lei terdiam.

"Um.... Luna... Bisa aku mengatakan sesuatu?"

". . . ? Katakan saja" Tatap Neko.

"Apa kau mau ikut aku di bar malam ini, kita minum bersama?"

"Astaga.... Aku sudah cukup soal jika harus minum alkohol, kesehatan ku memburuk jika aku terus meminum minuman itu"

"Oh maafkan aku... Kalau begitu bagaimana jika makan malam bersama? Aku akan mentraktir mu" Tatap Pei Lei.

Neko menjadi terdiam sebentar, dia lalu menatap ponselnya. "Jika aku ada waktu, aku bisa ikut dengan mu..."

"Ah baik, terima kasih.... Aku akan menunggu jawaban mu selanjutnya" Pei Lei menatap senang lalu dia berjalan pergi.

Neko menjadi terdiam bingung. "(Ada apa dengan nya... Kenapa dia begitu aneh sekali... Apa dia ingin mengatakan sesuatu padaku...)"

Sementara itu di sisi lorong lain, terlihat salah satu karyawan yang dulu pernah memperkenalkan dirinya, yakni Xun yang sudah lama tidak terlihat. Dia berjalan di lorong dengan santai dan sedikit meregangkan tubuhnya.

"(Ha.... Aku berhasil menyelesaikan proposal itu tepat waktu, sangat susah jika harus menyelesaikan nya secara sendiri..... Tapi paling tidak aku sudha bekerja keras, yang pasti di terima proposal nya pastinya aku....)" Ia tampak percaya diri sendiri hingga bertemu dengan Roiyan secara kebetulan.

"Oh Xun" Roiyan memanggilnya membuat Xun menoleh.

"Bagaimana dengan proposal mu sendiri? Kau benar benar menggarap nya sendiri?" Tatap Roiyan.

"Yeah, ada apa memang nya, apa ada sesuatu di kantor ketika aku pergi untuk mengerjakan proposal ku? Aku juga butuh waktu yang sangat lama untuk mengerjakan nya" Kata Xun.

"Tidak ada, hanya saja kau tidak beruntung jika di bandingkan dengan Pei Lei, dia menang banyak dengan Luna, proposal mereka di terima dengan baik bahkan jika dilihat, mereka sebentar lagi akan di pilih sebagai proposal terbaik... Padahal jika Luna ikut aku, aku juga pastinya di posisi Pei Lei..."

"Hah, darimana kau tahu proposal sudah di pilih?"

"Yeah baru saja, aku yakin Pei Lei dan Luna belum tahu akan hal ini..."

"Astaga.... Aku bahkan tidak tahu bahwa Luna bisa bekerja sama dengan proposal nya, cih.... Pei Lei benar benar licik, dia bilang padaku bahwa proposal dikerjakan secara sendiri"

"Ya itu memang benar, proposal itu dikerjakan sendiri, antara aku dan Pei Lei memang menawari Luna akan ikut siapa, dia pilih dua dua nya tapi ujung nya, dia membantu Pei Lei semuanya sementara, dia hanya membantu ku 50 persen... Itu benar benar curang" Kata Roiyan dengan wajah yang kesal membuat Xun ikut kesal.

"Sialan kau Pei Lei... Sia sia aku mengerjakan proposal nya sendiri..."