Fruit 31: Berbincang Tenang
Malam sudah menjelang. Langit terlihat bersih tanpa adanya sejumput awan mendung. Beberapa kerlipan dari bintang tampak sangat jauh dan kecil, nyaris tidak terlihat. Udara polusi di kota ini memang sudah termasuk tinggi hingga cahaya bintang pun kalah. Apalagi hiruk pikuk lampu kota seakan bersaing megah dengan para bintang.
Semua teman Andrea sudah pulang ke tempat masing-masing diantar Kenzo. Sedangkan kini, Andrea duduk termenung di kamarnya, membuka jendela yang bisa langsung menatap langit malam. Kedua lutut ditekuk sambil pandangan menerawang. Entah apakah dia melihat bintang, atau pandangan kosong semata.
"Zo, kira-kira gue ini bisa gak sih jadi manusia biasa aja?"
"Jujur saya katakan... itu teramat sulit, Puteri."
Rupanya, Andrea tidak sendiri di kamar. Ada Kenzo menemani. Pria itu bersikeras harus selalu melindungi tuan Puterinya dari dekat, karena sebentar lagi Andrea berulang tahun ke-17. Sebuah masa yang sangat penting dalam hidup Andrea.
Biasanya anak manusia biasa memang merasakan arti khusus pada ulang tahun ke-17 mereka, sebagai penanda kedewasaan mereka. Namun, bagi Andrea, usia 17 tahun tidak semata tanda kedewasaan, namun juga tanda awal kebangkitan dari kekuatan dia yang sejati. Usia yang sangat berbahaya dan krusial.
Andrea sendiri tak tau kira-kira apa yang akan terjadi pada dirinya, kira-kira... kehidupan macam apa yang akan ia jalani usai ia menginjak umur 17 tahun. Semuanya terasa mendebarkan sekaligus menakutkan.
Andrea tidak pernah setakut dan segamang ini dalam hidupnya. Tapi, ia tak punya pilihan lain. Semua takdir ini harus dia jalani dan nikmati meski mungkin terjal dan berbatu cadas.
"Oi, Zo... emangnya apa sih yang bakal terjadi ke gue kalo gue udah umur 17 taon?" Ia masih saja ingin mengorek keterangan dari Kenzo, siapa tau si pengawal itu bersedia memberikan gambaran selain dari apa yang pernah dia ungkap sebelumnya.
"Yang pastinya kekuatan Puteri bangkit. Lalu Puteri juga sudah boleh menonton film dewasa..."
PLAKK!
Sebuah gaplokan mendarat di kepala Kenzo. Pria itu pun segera mengusap area yang baru saja ter-bully secara anarkis. "Apa saya salah bicara, Puteri?"
"Salah sih kagak, cuma jangan sebut yang kagak perlu, napa?!" Bibir Andrea sudah mengerucut tajam ke arah pengawalnya. Konon sih Kenzo datang ke dunia manusia ini untuk mengawal dan menjaga Andrea.
"Ohh... oke, oke, maaf..." Kenzo langsung berikan cengiran seolah benar-benar merasa bersalah, meski Andrea tidak yakin. Iblis kan dikenal suka menggoda dan menipu!
"Balik ke topik yang tadi! Gue bakal gimana aja ntar kalo teng udah umur 17?" Andrea menatap tajam ke Kenzo. "Awas aja kalo masih berani ngomong ngaco, gue bakar lu!"
"Seperti saya katakan sebelumnya... kekuatan murni Puteri akan bangkit. Dan kekuatan itu meluap-luap selama sebulan pertama, makanya tugas saya akan dobel ekstra berat karena harus melindungi Puteri dari segala makhluk yang ingin mengincar kekuatan tersebut," jelas Kenzo, meski masih saja terasa mengambang bagi Andrea.
Andrea menoleh ke Kenzo. "Lo jangan nakut-nakuti gue, plis! Emangnya sesakti apa ntar gue?"
Tangan Kenzo pun menyambar manja sejumput singkong goreng bumbu barbeque buatan Oma yang sudah terbukti kelezatannya meski penganan sederhana yang dibawa Andrea ke kamar untuk cemilan. "Sangat besar, Puteri. Makanya, disebabkan kekuatan dasyat itulah banyak Cambion yang dibunuh untuk diambil kekuatannya saat mereka berumur 17 tahun."
"Apa tadi lo nyebut? Cambion?" Mata Andrea menyipit memandang Kenzo.
"Ya, Cambion. Ras seperti tuan Puteri. Anak Incubus atau Sucubus dengan manusia." Kenzo sambil mengunyah cemilan di tangannya. "Bukankah saya sudah pernah menyinggung soal itu sebelum ini, Puteri?"
"Ya kali, gue aja yang lupa. Gue sih ingetnya gue tergolong Succubus Hera."
"Cambion saja sudah hal yang spesial, apalagi jika Cambion Succubus Hera seperti Tuan Puteri yang mendapatkan darah dari Raja kami, itu lebih istimewa lagi."
"Golongan macem gue gini yang paling diuber ama Nephilim, yak?"
Kenzo menggeleng. "Tak hanya kaum Nephilim saja yang mengincar golongan seperti Tuan Puteri, golongan Cambion Succubus Hera, tapi para Iblis juga akan tergiur akan kekuatan Tuan Puteri."
Seketika Andrea merasakan bulu di tangannya berdiri meremang. Padahal malam ini terasa gerah. Itu gara-gara ucapan Kenzo. "Iblis juga bakalan nguberin gue?"
Kali ini Kenzo mengangguk mengiyakan.
"Kok gitu?"
"Karena banyak Iblis rendah yang menginginkan kekuatan tambahan agar mereka lebih dominan di Underworld, Dunia Bawah."
Andrea melirik ke Kenzo yang masih asyik mengunyah singkong barbeque. "Lo kagak ngiler ama kekuatan gue, Zo?"
"Tuan Puteri adalah anak dari Raja kami, mana mungkin kami berani bertindak lancang pada Tuan Puteri. Biasanya kaum Incubi-Succubi bangsawan takkan mau repot-repot merampas kekuatan sesama Incubi dan Succubi. Yang sering berbuat begitu biasanya Iblis dari golongan rendah."
"Jadi gue ini golongan... Cambion Succubus Hera, yah?"
Kenzo mengangguk kembali sambil mengunyah singkongnya. Andrea mendesah.
"Kenapa, Puteri?"
"Bentar lagi gue mati. Tsk! Ngenes bener idup gue..."
"Tenang saja. Ada saya yang akan menjaga Puteri dari siapapun."
Andrea kembali menoleh ke bodigatnya, "Pede banget lu. Emang yakin bakal bisa lindungi gue disaat gue dikejar-kejar makhluk-makhluk antah berantah yang ngiler ama kekuatan gue? Belom lagi Nephilim!"
"Saya akan bertempur mati-matian dengan mereka. Dan karena Puteri adalah keturunan salah satu Raja Incubus yang ternama, maka nantinya bakal ada bala bantuan untuk kita agar Puteri tetap selamat melewati masa kritis sebulan atau setahun itu." Kenzo balas menatap Andrea dengan pandangan penuh yakin.
"Sumpah, kalo gini kepingin banget gue tonjok kuat-kuat Bokap gue biar dia nyungsep ke jurang paling nista!" geram Andrea.
Kenzo terkekeh kecil. "Jangan begitu, Puteri. Itu namanya durhaka."
"Taik kambing lo! Sok-sokan ngomong soal durhaka. Lo itu Iblis! Iblis itu kagak mikir soal durhaka dan semua kebaikan, tauk!" Andrea jadi sewot sendiri.
"Padahal Tuan Puteri juga sesama Iblis sepertiku."
"Beda! Gue ini Cambion! Bedaaaa!"
"Hahaha..."
Tok! Tok! Tok!
"Andrea sayang, kamu belum tidur? Lagi ngobrol ama siapa. sih?" Terdengar suara Oma di depan pintu kamar Andrea. Karuan saja gadis itu panik menyuruh Kenzo lekas pergi.
"Syuh! Syuhh! Sono lo, pergi!" bisik Andrea sambil kibas-kibaskan dua tangan seolah mengusir ayam dengan gerakan panik.
"Ke mana, Puteri?" Kenzo ikut berbisik. "Saya ini kan pengawal tuan Puteri."
"Bodo amat, tong! Pokoknya lo... pergi!" bentak Andrea memakai nada bisik. Andrea pun menendang Kenzo yang sedang duduk di pagar balkon hingga si pengawal mencelat terbang.
"Andrea?" Oma rupanya benar-benar meminta masuk, karena pintu dikunci oleh Cucunya.
Terpaksa Andrea pun membukanya. "Ohh hai, Oma. Ada apa?" Andrea menampilkan wajah amat inosens begitu pintu sudah ia buka.
"Tadi Oma kayak denger kamu lagi ngobrol ama seseorang."
"Siapa, Oma? Kagak ada, kok." Mata Andrea mengikuti Oma yang memeriksa kamar, bahkan menengok ke luar jendela Cucunya, siapa tau ada bukti mencurigakan mengenai seseorang yang baru saja meloncat keluar dari jendela. "Oma lagi apaan, sih? Ohh... mungkin tadi Oma denger Drea telponan ama Shelly, yah?"
"Telponan?" Oma mengernyit. "Tapi kok kedengerannya kayak sahut-sahutan orang ngobrol ketemuan, deh, bukan telponan." Oma masih kepo.
"Hadeh, Oma... itu... itu tadi Drea pake loud speaker, makanya kayak orang ngobrol ketemuan. Udah ahh, Oma... aku ngantuk, nih. Mo bobok, biar besok bangunnya ceria tralalaa!" usir sang Cucu secara halus. Masih ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Kenzo.
"Ehh! Bentar lagi kamu ulang tahun sweet-seventeen, betul kan sayang?"
"Ahh... iya, iya, Oma seratus dah! Gih, ambil sepedanya!" seloroh Andrea menirukan ucapan seorang Presiden.
Karena tak mendapatkan bukti-bukti yang cukup atas dugaannya, maka Oma pun sudi keluar dari kamar setelah meminta Andrea benar-benar tidur sesudah ini.
Sepeninggal Oma, Andrea pun berisik memanggil Kenzo. Tapi nyatanya itu pengawal tak jua muncul. Akhirnya Andrea memutuskan untuk rebah di kasur dan benar akan tidur saja. "Huh bodigat apaan, tuh?! Gombal!"
Sebelum ia benar terlelap, Andrea tercenung akan ucapan-ucapan Kenzo. "Hidup gue bakalan gak lama lagi. Anjiirr, dah! Setan!"
Sedangkan makluk yang tadi dipanggil-panggil, ia hanya diam tak bergeming di langit-langit kamar Andrea sebagai cicak berbuntut 3 mirip trisula. Sayang sekali Andrea malah tak menyadari itu. Kalau sadar, kan dia bisa potret cicak aneh itu dan unggah ke medsos. Lumayan kan, dapat banyak LIKE?
Dan perjalanan Andrea sebagai Cambion akan dimulai tak lama lagi.