Bram masih duduk manis di kursi villa rumah keluarganya. Dia memandang kearah bukit yang hijau. Ada perasaan aneh di hatinya. Ketiga sahabatnya memandang Bram dengan tatapan aneh.
"Bram, hari ini kami pulang. Kau ikut dengan kami?" tanya Deki.
"Bram, sudah kita lupakan saja. Lagian tidak ada yang tahu siapa yang membunuh dia. Tidak ada saksi sama sekali. Ayo kita kembali ke kota," ucap Derman lagi.
Mereka benar, aku harus melupakan kejadian itu. Bukan salahku, dia yang salah. Siapa suruh menolak cintaku gumam Bram.
Flash back!
Siapa wanita canitk itu? Dia sangat cantik dan menggoda sekali gumam Bram saat melihat Winarsih. Bram menghentikan mobilnya dan turun dari mobil untuk mendekati Winarsih yang baru pulang dari masjid.
"Assalamualaikum," sapa Bram.
"Walaikumsalam," jawab Winarsih dengan lembut.
Bram begitu tersihir mendengar suara lembut Winarsih. Bram mengulurkan tangannya untuk berkenalan. Namun, Winarsih menolaknya. Bram menurunkan tangannya, dia masih berpikiran positif mungkin gadis di desa salak tidak sembarangan menyentuh tangan lelaki lain yang bukan muhrim.
"Saya Bram, saya dari kota. Kamu namanya siapa?" tanya Bram lagi.
"Saya Winarsih Akang," ucap Winarsih dengan tersenyum manis.
Luluh dan memikat itu yang Bram rasakan saat ini. Sejak pertemuan keduanya Bram makin gencar untuk mendekati Winarsih. Dia tidak peduli jika Winarsih sudah punya pacar baginya sebelum janur kuning melengkung tetap dia akan kejar.
Hari ini Bram menunggu Winarsih di jalan yang biasa Winarsih lalui. Namun, kali ini Bram melotot melihat Winarsih berjalan bersama lelaki lain. Emosi yang membuncah membuat Bram mendekati pujaannya.
"Winarsih, kamu sama siapa?" tanya Bram dengan nada suara yang cukup tinggi.
"Akang Bram. Oh, kenalin ini Akang Joko. Beliau calon suami Winarsih. Dan kami akan menikah minggu ini. Winarsih harap akang bisa datang mendoakan kami berdua," ucap Winarsih.
Seketika cinta berubah menjadi benci. Cinta berakhir dendam yang sekarang dia rasakan saat ini. Bram pergi tanpa kata. Sejak saat itu Bram tak terlihat lagi. Bram memanggil sahabatnya dan menceritakan semuanya dan dia juga meminta bantuan pada sahabatnya untuk menjalankan misi. Akhirnya cinta ditolak berakhir dengan sebuah tragedi yang memilukan.
Flashback off.
Deman menepuk pundak Bram yang melamun. Deman tahu kalau sahabatnya ini ada rasa menyesal di hati tapi semua sudah terlanjur.
"Apa kau menyesal?" tanya Deman.
"Tidak ada ada kata menyesal dalam hidupku. Semua sudah terjadi biarkan. Ayo kita pulang sekarang," ucap Bram.
Bram berjalan menuju garasi mobil. Dia tidak lagi melanjutkan liburannya. Semua sudah hancur berantakan karena kasus pembunuhan itu.
Mereka melewati rumah Winarsih yang sudah di tutupi garis polisi. Banyak warga yang datang untuk mengucapkan bela sungkawa ke keluarga Winarsih. Bram melihat kearah rumah itu dengan tatapan tajam. Sesaat matanya melihat sesosok wanita dengan tangan membawa golok.
"Winarsih," seru Bram.
Sahabat Bram melihat arah yang sedang Bram lihat. Winarsih? Ketiganya tidak melihat siapapun sama sekali. Deka menepuk pundak Bram. Bram kaget dan langsung memandang sahabatnya.
"Ada apa?" tanya Bram.
"Kau yang ada apa? Kau memanggil wanita itu. Apa kau sekarang menyesal sudah melakukan itu hmmm? Bram itu sudah lewat jangan kau ingat lagi," ucap Deka.
Deki dan Deman menganggukkan kepalanya. Mereka memberikan kekuatan dan spirit pada Bram. Mereka sebenarnya ada rasa takut karena sudah melakukan hal itu tapi bagaimana lagi semua sudah terjadi.
Bram masih dalam mode diam. Dia berpikir dengan keras siapa yang dia lihat tadi di bawah jendela kamar Winarsih. Apa itu dia? Apa dia belum mati? Bram masih menerka-nerka apa yang terjadi barusan.
Bram dan sahabatnya sudah meninggalkan Desa Salak. Mereka tidak ingin kembali ke Desa tersebut. Di tempat lain polisi masih melakukan visum untuk melihat apa yang terjadi pada pasutri itu. Tim forensik meneliti setiap tubuh Winarsih.
"Dang, aku kenapa merinding ya. Padahal yang sedang melakukan pemeriksaan itu suster sama dokter ya," ucap Mang Karno pada sahabatnya.
Mang Dadang juga merinding mendengar apa yang dikatakan Mang Karno. Rumah sakit di Desa Salak tidak sebesar rumah sakit di kota tapi fasilitas rumah sakitnya cukup mempuni.
"Hust, jangan ngomong lagi. Lebih baik kita bersih-bersihkan rumah sakit ini saja. Lagian ini juga masih siang. Mana ada hal kayak gitu di sini," ucap Mang Dadang.
Mang Karno dan Mang Dadang melanjutkan pekerjaannya sebagai clening servise. Keduanya membersihkan rumah sakit dan mobil ambulans.
"Dokter sepertinya korban diperkosa secara paksa. Sehingga ada kerusakkan di bagian tubuh dalamnya," ucap suster lagi.
Dokter yang memeriksanya juga melihat hal itu. Bagian kewanitaan korban benar-benar rusak. Bekas gorok di leher dan seluruh tubuhnya juga sangat mengerikan. Siapapun yang melihatnya pasti akan kesakitan dan sedih. Wanita cantik itu sudah tidak terlihat lagi kecantikkannya.
"Sudah ayo kita segera jahit. Dan ingat jangan ada yang mengeluarkan organ apapun, kita hargai korban," ucap dokter.
Suster itu menganggukkan kepalanya dan langsung menjahit luka yang mengangga. Begitu juga dengan korban satunya. Mereka menjahit dengan teliti dan rapi. Selesai dijahit, ada seseorang yang sudah ditugaskan untuk memandikan korban dan mengkafani.
"Mak, gimana sudah selesai semuanya?" tanya dokter itu pada Mak Sumi seorang tukang mandikan jenazah.
"Sudah dokter. Saya sudah memandikan sesuai adab menurut islam. Korban sudah bisa dibawa ke rumah duka," ucap Mak Sumi.
Dokter menganggukkan kepalanya. Dokter memerintahkan suster untuk memberikan pembayaran pada Mak Sumi. Dokter memerintahkan pada Mang Dadang dan Mang Karno untuk mengantar korban kerumah duka.
"Mang, tolong antar kedua korban ke rumah duka ya," ucap dokter Ridwan.
"Baik dokter. Kami akan bawa ke rumah yang sama atau beda rumah ya?" tanya Mang Dadang.
Dokter juga bingung mau dibawa ke rumah yang sama apa beda rumah ya. Untungnya pihak keluarga Joko datang dan meminta Joko dibawa kerumahnya. Akhirnya Joko dibawa ke rumah orang tuanya. Dikarenakan mobil ambulans cuma satu jadi Mang Dadang dan Mang Karno mengantar ke rumah Joko diikuti anggota keluarga.
"Makasih Mang Dadang," ucap orang tua Joko.
Keduanya menganggukkan kepala karena orang tua Joko mengucapkan terima kasih pada mereka. Untuk mengantar korban ke rumahnya adalah tugas mereka.
"Ayo kita pulang sekarang. Kita sudah telat ini. Hari juga sudah mau senja. Nanti kemalaman kita sampai di rumah satunya," ucap Mang Dadang.
"Iya ayo kita pergi. Lagian rumah yang satunya lumayan jauh. Takutnya kita kemalaman," kata Mang Karno.
Keduanya pergi untuk menjemput korban satu lagi. Satu jam kemudian, keduanya sudah sampai di rumah sakit. Mang Dadang dan Mang Karno langsung membawa bankar yang ada tubuh Winarsih.
"Dang, apa keluarganh tidak ada ya?" tanya Mang Karno.
"Iya juga ya. Tadi ada tapi kenapa sekarang nggak ada ya. Tapi kita sudah dikasih alamatnya kok," ucap Mang Dadang.
Keduanya akhirnya pergi mengantar jenazah Winarsih ke rumahnya jang jaraknya cukup jauh dari rumah sakit. Dalam perjalanan keduanya mencium bau kembang melati yang menyengat di hidung. Mang Dadang hanya bisa diam tanpa buka suara. Dia tidak mau Mang Karno kosentrasinya hilang.
"Shuitt, Dang. Kamu mencium sesuatu tidak?" tanya Mang Karno.
Mang Dadang hanya memandang wajah sahabatnya dengan pucat dan menganggukkan kepalanya dengan pelan.
Yuk singgah ya, simpan di rak kalian kasih komentar juga Mauliate Godang.