Orang yang menyuruh untuk membaringkan Kirana adalah seorang dokter. Dokter itu didampingi seorang perawat yang sudah menyiapkan peralatan pembedahan.
"Ini tidak lama kan, Dokter?" tanya Julia.
"Vakum aborsi ini membutuhkan setidaknya 15-30 menit, silahkan tunggu di luar! Kita akan memulai tindakan sebelum ia sadar kembali," ucap sang Dokter.
"Baik Dok," jawab Julia patuh.
Julia menunggu di ruang tunggu bersama kedua orang lelaki tadi, sedangkan Sintia tidak ikut masuk ke dalam, dia menunggu di dalam mobil.
Adrian merasakan perasaan aneh, tiba-tiba saja hatinya merasa resah. Zayn masih mamacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju klinik. Kirana bisa mendengar sayup-sayup suara dokter yang akan melakukan aborsi secara paksa, akan tetapi tubuhnya kelu, hatinya menjerit. Sintia merasakan perasaan sedikit bersalah dihatinya. Dia menyadari ini terlalu kejam untuk Kirana, tetapi nuraninya sudah buta tertutup dengan kecemburuan dan rasa egois.
Sedangkan Julia, dia sumber dari semua bencana yang menerpa keluarga Kirana. Wanita tak berperasaan itu dengan santainya masih bisa bersenandung di ruang tunggu, sembari memperhatikan jari-jari kukunya.
BRAK!
"Astaga!" seru Julia.
Suara pintu di terjang seseorang. Tampak bebrapa pria yang merupakan suruhan Zayn, menerobos masuk ke ruang tunggu dan ruang tindakan. Dua orang lelaki yang Julia sewa mencoba menghalau mereka tetapi mereka tentu kalah, karena jumlah mereka yang tidak sepadan. Julia kabur begitu, saja meninggalkan mereka yang masih sedang berkelahi.
Dokter dan perawat yang sedang mengaborsi Kirana tampak terkejut. Terlihat darah pada kedua tangan yang terbalut sarung tangan medis.
"Hentikan, itu tindakan ilegal."
Dokter dan perawat itu menghentikan tindakannya, mereka tampak ketakutan. Tidak lama Zayn datang. Melihat Kirana yang tidak sadarkan diri dan sudah berlumur darah, dia langsung mengangkat tubuh Kirana dan membawanya ke rumah sakit.
"Kurang ajar si Zayn itu, dia telah menggagalkan rencana kita lagi!" umpat Julia, ketika di dalam mobil bersama Sintia.
"Mengapa dia bisa tahu rencana kita, Ma?" tanya Sintia dengan kesal.
"Mana aku tahu!"
"Bagaimana jika dia memberitahu ini kepada Adrian, Ma? Adrian pasti akan sangat marah," Sintia merasa cemas.
Julia sampat berpikir sebentar kemudian ia mengatakan, "Sebelum Zayn dan Kirana mengadukan ini, kita harus lebih dulu meyakinkan Adrian," tuturnya.
"Apa masksud, Mama?" Sintia belum mengerti dengan yang dikatakan ibu mertuanya.
"Kirana pasti membutuhkan pertolongan, pasti Zayn membawa Kirana ke rumah sakit karena pasti mengalami pendarahan," tutur Julia.
"Lalu?" sela Sintia, dengan tidak sabar.
"Kita bisa meyakinkan Adrian dengan itu, bahwa mereka berniat menggugurkan bayi dalam rahim Kirana."
"Apa ini akan berhasil? Jika ini gagal, aku tidak ingin mengikuti semua rencana Mama lagi," tegas Cintia.
"Serahakan semuanya pada Mama, Sintia!" Julia meyakinkan menantunya yang tampak ragu. Sintia hanya diam tidak mengatakan apa pun lagi.
Adrian yang sedang menunggu Kirana hingga malam, tampak semakin gelisah. Dia memutusakan meninggalkan tempat tinggal Kirana. Dia akan pulang dan berniat mencoba menemui Kirana lagi esok hari.
Kirana di masukan ke ruangan Unit Gawat Darurat, sudah satu jam dia di sana. Zayn menunggunya dengan cemas berharap tidak terjadi sesuatu dengan Kirana dan bayinya.
Setelah satu jam, lampu operasi dimatikan. Kemudian dokter dan para perawat keluar. Zayn langsung bertanya kepada dokter itu.
"Dokter, bagaimana kondisinya sekarang? Apa bayinya tidak apa-apa?"
"Ibunya mengalami pendarahan dan dia harus dirawat sampai kondisinya membaik, sedangkan janinnya masih bisa diselamatkan, meskipun itu sangat rentan saat ini. Saya tidak bisa menjamin jika janinnya baik-baik saja. Kita harus menunggu perkembangan selanjutnya," jelas dokter itu.
"Baik Dokter, terima kasih!" ucap Zayn. Dokter itu pun pergi meninggalkan Zayn.
Kesokan harinya, Adrian mengunjungi kembali rumah kontrakan Kirana, akan tetapi dia melihat seseorang di sana tengah berdiri di depan pintu. Orang itu tampak celingak-celinguk melihat keadaan di dalam rumah.
"Apa yang Anda lakukan di sini, Pak Riko?" tanya Adrian.
Riko menoleh ke arah Adrian, dia menyunggingkan senyum khasnya, "Oh, Pak Adrian, kau di sini juga, aku di sini tentu saja ingin bertemu Kirana."
"Dia sedang tidak ada di rumah, jadi silakan pergi!" Adrian tidak senang dengan kehadiran Riko.
"Benarkah? Ah sayang sekali, pedahal ada sesuatu yang ingin aku katakan padanya."
"Apa itu?" tanya Adrian. Sedetik kemudian dia menyesal telah bertanya kepada Riko, dia menyadari bahwa itu hanya sesumbar Riko untuk memancingnya.
"Aku tidak perlu memberitahukan padamu, karena bukan urusanmu. Baiklah aku harus pergi dulu, lain kali aku akan datang kembali menemuinya. Saya permisi, Pak Adrian." Riko berlalu pergi meninggalkan Adrian.
"Pak Riko!" Adrian memanggil rekan bisnisnya itu.
Riko pun memutar tubuhnya menangagapi panggilan Adrian, "Ada apa?"
"Aku tegaskan Kirana milikku seutuhnya, hanya milikku Jadi jangan pernah mengganggu dia dan merecoki hubungan kami!" tegas Adrian.
"Melihat kemampuanmu dalam berbisnis aku pikir kau laki-laki yang cukup bijak Pak Adrian. Namun ternyata aku sudah salah menduga tentangmu, kamu sangat egois dan serakah. Jika kamu mencoba menggengam semuanya di tanganmu, bukankah pada akhirnya kau tidak akan mendapatkan apa pun?" l
Adrian tidak menjawab, kemudian Riko melanjutkan, "Aku akan membantu untuk meringankan bebanmu, karena kesempatanmu memiliki Kirana sangat tipis."
"Kami masih saling mencintai apalagi ada seorang anak di tengah-tengah kami. Dia tidak akan mudah berpaling dan aku adalah yang pertama baginya."
"Kita lihat saja nanti!" Setelah mengatakn iyu, Eiko pergi meninggalkan Adrian.
Dari ucapan Adrian, Riko bisa menebak jika Adrian sedang merasa risau dan tidak percaya diri.
Mata Adrian terus mengawasi Riko hingga menghilang dari pandangannya. Kedatangan Riko sebuah ancaman bagi dirinya dan Kirana. Ia kembali melihat ke dalam rumah itu melalui kaca jendela. Di sana masih tampak sama seperti kemarin keadaannya, dapat dipastikan jika Kirana tidak pulang malam tadi.
'Apakah dia sedang bersama si Zayn?' Adeian berkata dalam hati. Kembali hatinya dipenuhi perasaan cemburu dan marah.
Kirana tampak lemah berbaring di salah satu ruang perawatan VIP. Dia mengalami guncangan dengan batinnya. Dia syok akibat peristiwa yang ia alami kemarin. Dia tidak habis pikir, Julia dan Sintia sanggup berbuat keji kepadanya. Mereka berusaha menghilangkan nyawa janin di dalam kandungannya.
Rasa benci Kirana kepada keluarga laknat itu telah terpupuk, dan hatinya semakin lama semakin rapuh. Apalagi setelah mengetahui jika selama ini Adrian hanya berpura-pura mencintainya, demi tujuan mereka untuk merebut apa yang dimiliki kedua orang tua Kirana. Juga sebagai tangga menaikan status sosial mereka.
Air matanya meleleh kembali, belum cukupkah perlakuan mereka kepada keluarganya? Kirana sekarang bisa dibilang hanya tinggal sebatang kara. Tidak ada lagi tempat berlindung dan yang bisa dijadikan tumpuan untuk berkeluh kesah.
Kekejaman mereka sungguh tidak ada akhirnya. Bahkan kini satu-satunya yang berharga dalam hidup Kirana, tidak luput dari sasaran keji mereka.
Kirana mengira janinnya tidak bisa diselamatkan. Dia merasa bersalah tidak bisa menjaga janinnya dan rasa kehilangan kembali merasuki hati. Perasaan tidak berguna dan putus asa memenuhi diri Kirana. Tidak ada gairah lagi dalam hidupnya.
Kirana menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong, dia turun dari ranjang kemudian mencabut selang infus di tangannya. Dia berjalan menghampiri jendela membuka tirai dan membuka kaca jendela.
Kirana berada di atas ketinggian, angin kencang menerpa tubuhnya. Kirana menaiki jendela itu dengan perlahan.
"Sudah tidak ada guna lagi aku hidup. Tidak ada harapan lagi bagiku untuk melanjutkan hidup. Ibu, maafkan aku! Mungkin dengan ini mereka akan merasa puas, aku akan menyusul ayah. Aku rindu padanya." Kirana berkata dengan sambil mengusap air matanya.
Kemudian dia teringat akan Zayn, "Zayn, terima kasih untuk semua yang kamu lakukan untukku. Maaf, aku tidak bisa membalas semua kebaikanmu. Semoga hidupmu selalu bahagia orang baik!" Kirana bersiap untuk melakukan aksinya.
Tindakan yang sangat bodoh!