"Selamat malam, Tuan. Saya sudah mengantarkan Leonar belanja tadi siang." David menghadap Hittler yang tengah memotong-motong steak. Ia membiarkan tuannya diam tidak merespon. Baginya itu sudah jadi kebiasaan yang lumrah. Seringkali Hittler diam saja saat lawan bicaranya sedang mengatakan sesuatu. Tidak jarang ia pergi begitu saja saat lawan bicaranya mengatakan perihal yang baginya tidak terlalu penting. David sudah terbiasa dengan semua kebiasaan buruk tuannya. Sedikit egois dan tidak boleh diprotes.
David melangkah ke samping, berdiri di samping tuannya supaya lebih sopan. Ya, sekarang dia seperti patung hidup yang sedang menjaga tuannya. Banyak pekerjaan yang seharusnya ia tangani malam ini, namun keadaan sekarang membuatnya ragu untuk undur diri. Alhasil, David memilih untuk tetap menjadi patung hidup di samping tuannya. Berdiri lebih lama sambil menatap tembok polos di hadapannya.
"Dia mengambil apa saja?"
"Long dress, kaos casual... dan tas, Tuan."
"Aku tidak menyuruhnya mengambil barang selain pakaian!"
'Ah, shit!!'
"Kenapa kau membiarkannya?"
"Leonar menginginkannya, Tuan."
"Dan kau menurutinya?"
"Cuih!! Jangan-jangan kau menyukainya?"
"Tidak, Tuan. Sama sekali tidak." David jadi serba salah. Tadi ia justru menyuruh Leonar untuk mengambil apa pun yang ia mau, tapi ia lupa dengan pesan Hittler bahwa Leonar hanya boleh mengambil pakaian, tidak boleh selain itu!
"Tas apa yang ia ambil?"
"Tas slempang kecil berwarna pink, Tuan."
"Ambil!!"
"Baik, Tuan," jawab David menyanggupi. Setengah kesal ia meninggalkan ruangan Hittler. Rasa-rasanya sangat aneh, mengambil barang yang jelas-jelas bukan miliknya. Terlebih barang itu sekarang ada bersama Leonar. Mengetuk pintu untuk meminta tas warna pink itu terlalu memalukan bagi David. Namun itu adalah perintah Hittler Smith, tuan besar yang harus selalu dituruti.
"Selamat malam, maaf mengganggu waktumu. Dimana tas pink yang tadi kau ambil di toko HS?"
Leonar bergegas masuk, mengambil tas kecil warna pink yang ia taruh di atas meja rias. "Ini?"
"Tuan Hittler menginginkan tas itu." Mendengar itu Leonar sedikit kaget. Merasa aneh dengan ucapan David barusan.
"Tuan Hittler?"
"Ya, dia ingin aku mengambilnya darimu."
'Tapi aku menyukai tas ini. Tadi kau mengijinkanku untuk mengambil tas ini, sekarang kau ingin mengambilnya dariku? Huhh, kenapa tadi tidak kau larang saja aku supaya tidak mengambil tas ini?' batin Leonar. Ia sudah jatuh hati dengan tas pink yang berukuran mungil itu. Dengan berat hati Leonar memberikannya pada David.
"Terimakasih...."
'Sudah dikasih, diminta lagi. Tahu begitu tadi tidak menyuruhku untuk mengambilnya.' Leonar memanyunkan bibir. Masih sangat kesal dengan kehadiran David yang tiba-tiba meminta tas yang ia sukai. Lagi-lagi dengan alasan Tuan Hittler yang menginginkannya. 'Tidak bisakah dia tidak menuruti perintah tuannya? Huh!!'
Leonar berbalik badan hendak kembali membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Baru beberapa menit ia rebahan, tiba-tiba- pintu kamarnya sudah terdengar diketuk lagi. Leonar yang kesal pun ingin rasanya pura-pura tidur dan membiarkan orang yang tengah mengetuk pintu itu mengurungkan niatnya, namun Leonar tahu duplikat kunci kamarnya ada di mana-mana. Alhasil, mau tidak mau Leonar harus beranjak dari tempat tidur dan menghampiri pintu untuk membukanya.
Begitu membuka pintu, wajah Jonathan terpampang nyata di hadapan Leonar. Wajah pria itu selalu sukses membuat Leonar menahan kesal saat melihatnya. Bukan tanpa sebab, bagi Leonar Jonathan terlalu kejam. Karena ulahnya itu ia jadi tidak bisa makan malam setiap harinya. Bukan hal besar, namun bagi Leonar itu sangat menyiksa lambungnya!
"Ya, Tuan?" tanya Leonar berusaha baik, namun Jonathan justru mentapnya curiga. Seakan ia tahu apa kata hati Leonar sekarang.
"Aktingmu sangat jelek!"
"Saya tidak sedang berakting Tuan, saya bukan selebritis."
"Hey, diam!!"
'Kau yang diam, Jonathan! Datang-datang membuatku kesal saja.'
"Maaf, Tuan."
"Tadi Tuan David kemari kenapa?"
"Dia meminta tas saya."
"Tas?" tanyanya bingung. Bagi Jonathan sedikit aneh. David adalah pria dan dia meminta tas Leonar, tas wanita.
"Jadi, dia sudah punya pacar? Kenapa tidak memberitahuku?" lirih Jonathan berbicara.
"Emm, buk-bukan begi...."
"Ah, sudahlah kau diam saja! Wanita aneh!"
'Hey, kau yang aneh, Tuan! Dasar mulut wanita,' cerca Leonar dalam hati. Tanpa basa-basi, Jonathan langsung enyah dari hadapan Leonar. Tidak mengucapkan maaf karena telah menganggu waktunya, tidak juga mengucapkan terimakasih setelah Leonar memberinya informasi.
Pintu ruangan Hittler terlihat terbuka, namun saat Jonathan melihat ke dalam, kedua matanya tidak melihat David di dalam ruangan itu. Seketika terlibat di pikiran Jonathan bahwa David sedang ada di balkon lantai tiga. Tempat dimana David melamun dan menghabiskan waktu panjangnya setiap minggu. Jonathan segera bergegas, menaiki tangga lantai tiga.
Benar saja, ia melihat David yang sedang duduk melamun di kursi balkon. Menatap banyaknya bintang yang bertebaran di langit malam. Tidak ada siapapun di balkon itu selain David, dia benar-benar sendirian. Hingga pada akhirnya Jonathan menghampirinya. Ia menggeser tempat duduk di saming David.
"Jadi, Tuan sudah punya pacar baru? Mendengar pertanyaan yang aneh itu David langsung menoleh.
"Tidak!"
"Kenapa? Tuan terlalu berlama-lama larut dalam kesedihan. Biarkan saja Lola pergi, dia tidak cocok dengan Tuan."
David menoleh, "Maksudmu?"
"Dia terlalu murah untuk orang sekelas Tuan. Bagaimana tidak? Dia bisa dengan mudah bergonta-ganti pasangan, dia angkuh, dan tidak tahu berterimakasih!"
"Tidak juga, mungkin kekasihnya yang sekarang memang laki-laki yang baik." David berusaha tenang.
"Baik bagaimana? Minggu lalu saya melihat kekasih yang dibangga-banggakan Lola di sosial media sedang check-in di hotel bersama istrinya."
"Saya hanya sedikit geli. Ternyata Lola terlalu bodoh, dia tidak tahu jika kekasihnya hanya menjadikannya sebagai ATM mengalir."
"Istri? Apa maksudmu?"
"Kabar ini masih simpang siur juga, Tuan. Tetapi saya mendapatkan banyak informasi bahwa wanita itu adalah istrinya. Mereka sudah menikah dua tahun lalu di kota XX."
"Kurang ajar! Dia benar-benar brengsek!!" David menggebrak meja, tidak terima dengan perlakuan kekasih baru Lola yang mempermainkan wanita dan menjadikannya sebagai mesin pencetak uang.
"Sudahlah Tuan, tidak perlu marah. Bukankah Tuan juga demikian? Lola juga menjadikan Tuan sebagai mesin uang, bukan? Dia terus-menerus meminta uang Tuan dan setelah mendapatkannya dia menggunakan uang itu untuk berkencan dengan para pria hidung belang."
"Sudahlah, tidak usah bersikap seperti ini, Tuan. Biarkan saja dia pergi, dan jangan biarkan dia kembali datang ke kehidupan Tuan. Dia sudah menjadi barang bekas!"
David merasa tertampar dengan kalimat terakhir yang baru saja keluar dari mulut Jonathan. Sedikit menusuk, namun memang begitu adanya. Tidak hanya satu dua pria yang sudah tidur dengan Lola, tetapi sudah lebih dari sembilan orang, dan semua pria yang pernah tidur bersamanya adalah orang-orang yang berparas tampan dengan tubuh yang sangat sempurna.
'Jonathan benar, dia sudah menjadi wanita bekas, terlalu murah.'