webnovel

Decode : Breaker

~ Remake dari Wattpad ~ Dunia ARMMO adalah dunia yang tercipta dari pemikiran jenius Prof. Kimura Makoto, selaku juga seorang pencipta game pertama yang disebut sebagai 'The Last Phantasm'. Kejeniusannya mengangkat namanya menjadi terkenal. Disaat game di dunia nyata menjadi lebih hidup disaat itulah tak ada yang pernah menyadari bahwa mereka telah terikat oleh sebuah rantai bahaya dimana takdir mereka dipertaruhkan. Yukihara Yuka, salah seorang murid sekolah menengah pertama harus terjebak dalam situasi seperti itu. Dia dipaksa untuk terus bertarung untuk mempertahankan kehidupannya dan melindungi orang yang disayanginya. Takdir akan terus membawanya pada realitas sesungguhnya masa depan yang akan dia miliki. Kejadian kecelakaan keluarganya... dan kebenaran tentang siapa ayahnya yang sebenarnya... akan terungkap. Melalui cobaan itu Yuka memilih untuk terus melangkah. Dia memutuskan untuk mengakhiri penderitaan itu untuk selama-lamanya. Ini merupakan kisah epik perjuangan hidup seseorang didalam sebuah krisis yang melanda Jepang. Dimana mereka mempertaruhkan realitas mereka dari sebuah ilusi yang berusaha menguasainya.

Ay_Syifanul · Game
Peringkat tidak cukup
10 Chs

Bagian 7 - Kawan atau Lawan

"Yukihara-san. Bukankah kita akan lebih cepat sampai dengan kekuatanmu?"

Ditengah perjalanan mereka, Io yang penasaran bertanya pada Yuka dengan suara rendah. Bahkan Yuka dengan mudah menyelamatkannya dan membawanya pergi, dia juga merasa aman berada di dekatnya. Lalu kenapa pemuda itu enggan menggunakan teleportasinya?

Kemudian Yuka berujar tanpa memandang Io yang berjalan disisinya.

"Aku masih khawatir kalau kemampuanku ini memiliki efek samping."

"Hm. Meskipun begitu... kau ini terlalu serius."

Meskipun Io ingin mengatakan bahwa ini hanya sekadar game, dia tak sanggup melakukannya. Game mana yang bisa membuat seseorang terluka? Game apa yang membuat seorang player mempertaruhkan hidupnya didalamnya?

Seharusnya Io sudah menyadarinya sejak awal. Sebelumnya kakak perempuannya juga pernah tersandung kasus yang melibatkan penggunaan peralatan AR. Dan kakak perempuannya itu telah mengingatkan padanya untuk berhati-hati dalam bermain.

Hal seperti itu seharusnya Io pikirkan dengan matang-matang. Kini dia sudah tak dapat kembali lagi dan bahkan dia terpisah dengan kedua orang tuanya. Sudah saatnya baginya untuk menerima realitas ini sebagaimana Yuka melakukannya.

"Tapi... mungkin karena itulah aku dapat tertolong olehmu. Aku sangat berterima kasih. Aku pasti akan membalas kebaikkanmu."

Saat ini yang Io perlukan adalah kekuatan. Tidak perlu sesuatu yang besar, cukup hal kecil yang dapat merubah sesuatu. Io yakin dia memiliki sesuatu semacam itu.

"Onii-sama, sebentar lagi kita akan mencapai tempat tujuan."

"Ya. Terima kasih atas arahanmu. Dengan ini kita bisa menghindari monster berlevel tinggi."

Alice memandu mereka melalui jalanan sepi. Dengan fungsi deteksi pada sistemnya, Alice dapat menghindarkan mereka dari sesuatu yang mengancam terlebih status Yuka dan Io terbilang cukup rendah.

Yuka dan Io sama-sama pemain pemula. Akan sangat merepotkan jika mereka bertemu monster dengan status yang lebih tinggi. Menghadapi Tyrant level 10 saja Yuka hampir mati.

"Tapi jika kita terus menghindar kita tak akan dapat naik level dan jika kita tak naik level kita tak bisa bertahan."

Oleh sebab itu Yuka meminta Alice untuk menemukan reaksi monster dengan level rendah. Dengan begitu Yuka akan menghadapinya dan dia akan dapat naik level.

Meski begitu, meski Io juga mengenakan peralatan AR, dia tampak tak ingin bertarung. Dia mungkin masih merasa ketakutan dari sebelumnya, karena itu dia hanya menonton pemuda itu sedari tadi. Sebenarnya Io juga menikmati menatap punggung pemuda itu.

"Onii-sama, ada tanda kehidupan di depan kita."

"Apakah mungkin, Player lainnya."

"Yukihara-san, lihat! Bukankah mereka..."

Sebelum Yuka dapat memastikannya, Io menunjuk pada kelompok dua orang lelaki di depannya. Mereka berdua tampak seperti player berpengalaman dengan perlengkapan yang bagus.

"Seragam itu. Apakah mungkin kau adalah Yuuna Io dari kelas 1-A?"

Salah seorang diantaranya menyadari keberadaan mereka. Dia sepertinya mengenal Io kemudian berujar akrab pada mereka. Dia adalah lelaki berbadan besar dan paling tinggi diantara mereka berempat. Dalam pandangannya, Yuka justru seperti melihat seorang berandalan kelas.

"Suara itu, Misaka Rem-san. Dan kau pasti Amagaki Kurea-san. Tak kusangka aku akan melihat kalian disini."

"Siapa mereka, Yuuna-san?"

Dilihat dari sisi manapun, Io memang seorang gadis pemikat hati orang lain. Namun ini pertama kalinya Yuka melihat Io dekat dengan dua orang yang bahkan tidak pernah dilihatnya sebelumnya.

"Kau tak mengenal mereka, Yukihara-san? Mereka cukup terkenal lho."

"Aku sangat tersanjung mendengar itu dari seorang primadona kelas A."

Dengan siulan ringan, lelaki yang disebut sebagai Misaka Rem tampak senang. Amagaki Kurea yang bersamanya justru terlihat lebih kalem darinya dan hanya memandangi mereka tanpa minat.

"Mereka adalah pasangan dari kelas 1-B yang menjadi perhatian satu sekolah. Keluarga Misaka Rem-san adalah keluarga yang bergerak di bidang industri mebel pakaian orang dewasa yang terkenal di Tokyo hingga seluruh Kanto. Keluarga Misaka-san telah menyumbang banyak investasi di sekolah kita."

Setelah Io mengatakannya, pikiran Yuka menjadi lebih jernih. Dia akhirnya mengingat seperti sekolahnya yang memiliki sponsor pribadi, namun dia tak tau bahwa perusahaan keluarga Misaka justru terhubung dengannya.

"Dan yang disampingnya adalah Amagaki Kurea-san. Dia adalah murid terpandai di sekolah. Kemampuannya dalam melakukan pemrograman bukan isapan jempol belakang. Katanya juga dia pernah bergabung dengan para peneliti dalam pengembangan teknologi AR. Karena kepintarannya itu, banyak perusahaan menawarkan kerjasama padanya. Masa depannya cukup cerah."

"Kau tak perlu terlalu membesar-besarkannya. Aku melakukannya karena itu hobiku."

Tambah Kurea yang tanpa menyanggah perkataan Io itu membuat Yuka terheran-heran.

'Bukankah hobimu itu sudah di tingkat tidak wajar?' Pikirnya.

Saat ini adalah zaman dimana teknologi berkembang dengan pesat. Banyak perusahaan berlomba-lomba menciptakan terobosan terbaru untuk produksi mereka dan mereka sangat membutuhkan inovasi baru yang hanya bisa mereka dapat dari generasi penerus.

Dengan demikian, hanya mereka yang menekuni pembelajaran seperti itulah yang memiliki masa depan yang sangat cerah.

"Kau sungguh tak mengenal mereka, Yukihara-san?"

"Ah, maaf. Aku buruk dengan satu ini."

Mengingat siapa Yuka sebenarnya, Io tak menyalahkannya karena tak mengenal mereka. Di samping itu, melihat kedekatan keduanya, Rem dan Kurea justru penasaran dengan hubungan sebenarnya mereka.

Mereka mengenal Io sebagai salah satu dari beberapa primadona di sekolah yang cukup memiliki daya tarik sendiri. Akan tetapi lelaki di sebelahnya itu... ditambah seorang gadis pendiam misterius bersamanya cukup membuat mereka penasaran.

"Sebelumnya terima kasih untuk perkenalannya. Lalu siapa dia? Pacarmu?"

Mengingat Io yang sedari tadi cukup tenang dalam menangkap pembicaraan mereka, dibawa pada topik itu ekspresinya berubah seketika. Sekilas rona merah muda menghiasi kedua pipi gadis itu dan Io dibuat terdiam karenanya.

Untuk menghindari itu, Io berujar dengan segera.

"Ti... tidak. Bu-bukan! Dia bukan! Benarkan, Yu-Yukihara-san."

"Eh, yah. Memang bukan."

Entah apa yang membuat gadis itu berubah, Yuka terpaksa menggantikannya berbicara. Dia hanya merasa tak enak karena sedari tadi gadis itu mewakilinya untuk mencari informasi yang dibutuhkannya.

Lagipula, lelaki yang mengandalkan gadis yang bersamanya... Yuka akan merasa buruk dengan itu.

"Yukihara Yuka. Dan dia Alice. Saat ini kalian boleh menganggapnya sebagai adikku."

"Saat ini? Apa maksudmu?"

Mendapat pertanyaan seperti itu, Yuka memilih untuk menyembunyikan identitas Alice saat ini. Alasannya mudah, karena dia belum sepenuhnya mempercayai mereka.

"Tak ada alasan khusus."

"Baiklah. Jika ada yang tidak ingin kau bicarakan tidak masalah. Aku menghormati privasi orang lain. Lalu, apa yang kalian lakukan di sini?"

Rem bertanya pada mereka. Io yang ingin membalasnya dihentikan Yuka karena suatu alasan.

"Maaf menyela, tapi ini hanya masalah pribadi."

Yuka menatap Io terlebih dahulu untuk memastikan bahwa Io tak akan berbicara lebih dari ini. Saat Io mempertanyakan alasannya, Yuka hanya menjawab bahwa mereka harus dapat memilih kawan dan lawan mereka untuk saat ini.

"Oh. Meski kau bilang dia bukan pacarmu, kalian cukup dekat juga."

Membalas perkataan Yuka dengan candaan ringan, Io segera menimpalinya.

"Be-Benar. Mungkin karena kami sama-sama pemain pemula."

Seketika setelahnya Io telah menyadari perubahan atmosfer di sekitarnya. Entah mengapa udara terasa begitu berat dan Io tidak lagi merasakan aura bersahabat di antara mereka.

'Apakah mungkin... ini karena kita pemain pemula?' Io berpikir demikian karena Rem dan Kurea tampak seperti pemain veteran dengan level yang tinggi.

Sepertinya Yuka ingin mengatakan padanya bahwa ada hal yang mungkin dapat terjadi terlebih seperti saat kekacauan seperti ini. Dan karena itulah mereka harus benar-benar berhati-hati dalam menyebarkan informasi.

"Apakah begitu? Kalau begitu aku harap kalian tidak mengganggu pekerjaan kami."

"Maaf saja, Misaka Rem-san. Kami jadi tak enak karena sepertinya hal itu mustahil."

Dari perkataannya sepertinya Yuka sudah mengetahui sesuatu dari kedua lelaki tersebut. Hal itu menyebabkan Rem yang awalnya bertenang kini menaikkan lesung bibirnya.

"Oh, kau sepertinya sangat ingin bermain-main, anak baru?"

Bagaikan telah mengibarkan bendera peperangan di antara mereka, Rem mengambil langkah mendekati mereka. Yuka kemudian meminta Alice dan Io mundur.

Begitu cukup dekat dengannya, Rem kemudian berujar.

"Sayang sekali anak baru. Kau memulai ini, jadi jangan menyesalinya nanti."

Pada udara kosong diantara mereka Rem mengayunkan tangannya. Yuka yang segera menyadarinya mengaktifkan Stick Grid miliknya dan mengambil posisi bertarung.

Beberapa saat kemudian, pedangnya terasa menghantam sesuatu yang cukup berat. Tekanan yang diberikan padanya hampir membuat Yuka terlempar karenanya, namun dia mulai terbiasa dengan pertarungan dengan perbedaan level di antara mereka.

"Bukankah itu..."

Sosok besar muncul di belakang Rem memandang dengan mata merah tajam pada Yuka. Bersamanya, Rem memiliki perlengkapan yang cukup mencolok dengan jubah kulitnya yang berwarna merah darah. Dan Kurea terlihat bersiap dengan tombak yang sudah ada di tangannya. Perlengkapannya sudah seperti seseorang kesatria.

"Oh, kau mengenalinya. Benar sekali, dia adalah Fenrir. Dalam mitologi Nordrik, Fenrir adalah makhluk setengah dewa yang dikurung dalam penjara bawah tanah Asgard karena kekuatannya yang mengerikan."

"Kau... seorang Tamer!"

Fenrir yang berwujud monster serigala berbulu putih setinggi satu meter lebih itu merupakan monster kategori Rare yang sulit untuk ditundukkan. Karena Rem berhasil melakukannya, itu berarti Rem bukan sekadar pemain biasa.

"Ah juga, Fenrir adalah monster yang dapat mengendalikan sihir es. Lihatlah!"

"Cih!"

Magical Beast. Monster yang sanggup menggendalikan sihir adalah monster kelas atas yang bukan tandingan pemula sepertinya. Bahkan untuk menjinakkannya saja membutuhkan skill 'Tamer' kelas tinggi.

Bongkahan es terbang menuju Yuka. Dia berhasil menghindarinya dengan berlari ke samping, namun setelahnya dia justru bertemu tatap dengan Rem yang telah mempersiapkan belati untuk menusuknya.

Bertahan dari serangannya, Yuka terdorong jauh hingga ke belakang.

"Kau rupanya cukup keras kepala. Memangnya kau sanggup menghadapi kami bertiga?"

Yuka tak tau. Dia pikir itu mustahil untuknya menang, namun dia putuskan untuk tidak menyerah. Meski hanya bermodalkan firasatnya, Yuka khawatir jika dia membiarkan kedua lelaki ini pergi sesuatu yang buruk akan terjadi.

Rem adalah orang yang terkenal juga kaya raya, lalu Kurea adalah seorang programer kelas atas. Dua kombinasi itu membuat Yuka cemas.

Hal gila apa yang akan mereka lakukan.

"Karena kau begitu keras kepalanya aku akan memberitahumu sesuatu. Tidakkah kau melihat menara di sana? Kami akan pergi menghancurkannya. Bukankah dengan begitu semua ini akan berakhir?"

"Aniki, kenapa kau memberitahukan rencananya?"

Mendengar Rem yang mengungkapkan rencana mereka, Kurea terheran-heran. Rem bukanlah orang yang akan melibatkan orang lain pada sesuatu yang berbahaya seperti dalam rencana yang mereka buat.

"Apa itu penting?"

Masih menyimpan senyum di bibirnya, Kurea menerka-nerka apa yang sebenarnya ingin dilakukan Rem terhadap ketiga(?) orang di hadapan mereka.

Setelah cukup lama berpikir, Kurea akhirnya menemukan jawabannya. Dia memutuskan untuk tetap terdiam dan mengikuti rencana yang Rem buat.

"Jadi tiga lawan satu kah?"

Jelas terlihat dari segi kuantitas dan kualitas Yuka berada jauh tertinggal. Bahkan dalam pertarungan yang tak dapat dimenangkannya itu, Yuka tak akan mundur.

Hanya dengan mendengar tujuan sembrono yang diungkapkan Rem sebelumnya, Yuka telah menguatkan keputusannya. Bahkan jika dia tak sanggup menang, setidaknya dia dapat membuat Rem memikirkan kembali rencananya tersebut.

"Tidakkah kalian sadar apa yang akan kalian perbuat?!"

"Kau tak akan dapat menghentikan kami. Apa pun yang terjadi rencana ini harus dilakukan. Bukankah ini menjadi jalan terbaik juga bagi kalian para pemain pemula yang terseret dalam situasi mengerikan ini?"

"Jadi kalian serius ya."

Sepertinya mereka benar-benar ingin Tokyo Tower runtuh tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi setelahnya. Terlebih Yuka yakin mereka akan dapat dengan mudah bersembunyi di dalam kekacauan ini untuk menghindari pertanggung jawaban.

Alasan mereka melakukan semua itu sangatlah tidak wajar? Meski ada kemungkinan mereka benar, namun bukan berarti itu menyelesaikan semuanya.

Tidak mungkin mereka tidak menyadarinya. Rem berasal dari keluarga pebisnis, sedangkan Kurea termasuk orang terpandai di sekolah. Memangnya mereka tidak memikirkannya?

'Ah, sialan. Dua orang bodoh ini bagaimana juga aku harus menghentikannya.'

Masalah alasan itu terakhir. Jika dia bisa mengimbangi pertarungan mereka, mungkin dia akan segera menemukan jawaban. Yuka memutuskan pergi dengan pemikiran itu.

"Kalau begitu, aku juga akan serius!"

Darimanapun terlihat jelas pertempuran mereka tidak adil, Io sangat mengkhawatirkan Yuka. Io masih tidak mengerti mengapa Yuka sangat bersikeras ingin menghentikan mereka dengan pertarungan yang tak dapat dimenangkannya?

Meski begitu dia mempercayai Yuka. Keputusan pemuda itu juga lah yang telah menyelamatkan hidupnya. Dia merasa bahwa akan ada hal baik dari perbuatannya ini.

Karena itu yang bisa Io lakukan saat ini hanyalah terus mendukungnya dari belakang.