webnovel

Chapter 4 : Pertentangan antar dua kerajaan

Tahun 734 BS. Terjadi perperangan dashyat antar dua kerajaan. Yaitu kerajaan Selefia, dan kerajaan Zenathi.

Kedua kerajaan ini, bertempur, hanya karena alasan perebutan hak tanah, dan hak asasi antar ras.

Zenathi didominasi oleh ras demi-human, dan Selefia didominasi ras human. Disini, Selefia di tuduh Zenathi, karena telah membunuh para penyitas dari negaranya. Sedangkan Selefia mengaku, mereka tidak membunuh para penyintas.

Terdapat satu ksatria, yang bernama Alessia Lorain. Atau biasa dipanggil Alessia. Dia adalah ksatria wanita yang berani, dan selalu bertarung untuk garda terdepan. Memiliki rambut pendek berwarna emas, dan mata biru yang indah, wajah senyum yang manis. Tinggi badan 174, dan berumur 23 tahun.

Tetapi, karena kecerobohannya, Alessia ditangkap oleh prajurit Selefia, dan dibawa ke sel bawah tanah.

....

Didalam penjara, Alessia mendengus, saat sang pangeran datang, dan berdiri di depan selnya. Kedua lengannya terikat oleh rantai. Dia menghembuskan nafas yang penuh dengan kekalahan dan emosional. " Apa yang kau inginkan? Apakah kau datang ke sini hanya untuk mengejekku karena tertangkap?" Ucapnya dengan nada dengki dan penuh emosional.

Sang pangeran merespon tanggapan Alessia dengan senyuman. Dia berkata dari luar jeruji besi. "Oh tidak. Aku hanya mampir untuk menemuimu, tidak ada maksud lain." Ucapnya sambil tersenyum hangat.

Dia menggerutu kepada pangeran. Dan mencibir.

"Ya, tentu. Kau datang kemari "hanya untuk melihatku." Dia memalingkan wajahnya dari pangeran, pandangannya melayang ke dinding kerajaan. Lalu menyambung perkataannya. "Seolah-olah aku akan percaya pada apa yang kau katakan!" Ucapnya, yang kali ini penuh dengan ekspresi mengejek.

Sang pangeran duduk didepan sel, dan menatap wajah Alessia dengan senyuman, seolah-olah tidak ada rasa takut di wajahnya. "Benar sekali, karena semua peperangan ini bermula dari kerajaanmu. Jika saja mereka tidak menuduh kami tidak-tidak, mungkin perperangan ini tidak akan terjadi. Kami sebenarnya juga sudah memaafkan masa lalu negara kita." Ujar sang pangeran terhadap Alessia.

Dia menatap pangeran kembali, lalu menyipitkan kedua matanya.

"Oh, aku mengerti. Jadi kau menyalahkan semua ini pada Zenathi." Ucapnya sambil tersenyum kesal kearah pangeran.

Dia menggertak kedua tangannya yang terikat dengan emosi. Sambil meludahi wajah pangeran. "Cuih! Jangan berpura-pura seolah-olah Selefia benar-benar tak bersalah!" Ucapnya sambil menggertak.

"Kami tak bersalah," desaknya, suaranya penuh dengan ketegasan. "Kerajaanmu yang bersalah, mencoba merebut tanah kami! Meskipun tanah ini milik leluhur kami. Bahkan menuduh yang tidak-tidak!" Ucap sang pangeran yang sudah tersulut emosi.

Dia mendengus dengan kesal. Ketidakpuasan dalam nada bicaranya sangat jelas. "Menuduh mu? Dan biar aku tebak, raja mu pikir rakyatmu lebih baik, bukan? Rakyatmu tidak punya simpati pada kami karena kami adalah setengah manusia, bukan?" Ucapnya dengan mata yang mulai berlinang.

"Hei! Jika kerajaanmu benar-benar ingin tanah kami! Katakan saja! Ini bukanlah cara yang bagus, kau tahu! Kalian membunuh semua rakyat selefia! Namun, kami tidak pernah membunuh rakyat kalian! Kami menghormati rakyatmu dan kerajaanmu! Tapi kalian malah membunuh orang-orang kami!!! Tanpa belas kasihan!!! Dan kau masih bilang jika kami membunuh rakyat kalian!" Sang pangeran mulai marah, bahkan jeruji besi pun retak karena genggamannya.

Kemarahan Alessia meluap, giginya terkatup erat. Suaranya penuh dengan kebencian. "Benar! Kalian menghormati kami! Lalu mengapa kita tidak membahas nyawa rakyat kami yang telah dihancurkan, dibantai oleh pasukan kalian? Para wanita yang telah dijual menjadi budak, anak-anak yang telah digunakan sebagai sasaran latihan. Jika kalian sangat menghormati kami, mengapa kalian memperlakukan kami sebagai binatang?!" Ujarnya, kali ini penuh dengan emosi, bahkan memberontak.

"KATA SIAPA!!!" Ucap pangeran membentak.

Kemarahan Alessia semakin memuncak. Bahkan menunjukkan ekspresi yang sudah penuh emosional. "Kata siapa? Oh, entahlah, mungkin dari laporan tak terhitung dari para penyintas yang berhasil lolos dari genggaman pasukan kalian? Banyak Keluarga yang harus hidup dengan kehilangan orang-orang yang mereka cintai dan dikenakan kepada bentuk penyiksaan paling mengerikan, semua untuk memuaskan keinginan egois pemimpin kalian!" Ucapannya dipenuhi dengan racun.

"Oh, begitu. berarti benar, ada yang mencoba untuk menggulingkan kerajaan. Aku sudah merasakan keanehan ini sebelumnya." gumam pangeran dalam hati. "Terima kasih atas informasinya." Ujarnya sambil berdiri.

Alessia memandangnya dengan tidak percaya, memperhatikan perubahan sikapnya. Tinjunya mengencang karena kemarahan. "Kau tidak mendengar apa pun yang baru saja kukatakan? Mengapa kau hanya duduk diam, tenang seperti mentimun? Kau sama sekali tidak memiliki kehormatan. Tidak ada integritas. Kau benar-benar tidak peduli dengan nyawa kami para setengah manusia, bukan?" Air mata mulai mengalir di pipinya.

"Jika kamu berpikir seperti itu, mengapa kamu membunuh setengah manusia? Kamu tahu, 90% dari populasi kerajaan kami adalah setengah manusia, dan kalian membunuh mereka. Dan sekali lagi Kuingatkan, kau berusaha mencuri tanah kami juga!" Ucap pangeran yang sudah kehabisan batas.

"Kami tidak pernah berusaha mengambil hak tanah negara kau!" Bentak Alessia.

Seketika tubuhnya tegang, dan ekspresi kemarahannya terpancar di wajah. Mulutnya terbuka untuk berbicara, namun tak ada kata yang terucap. Dia memalingkan wajahnya sejenak dari pangeran, mengumpulkan pikirannya. "Tapi. Karena... ini perang. Akan selalu ada pembunuhan di kedua belah pihak selama konflik berlangsung.

Dia menelan ludah dengan tercekik. Lalu berbicara lagi. "Tapi... tapi aku tidak pernah mendengar bahwa demi-human dibunuh oleh pasukan Zenathi. Karena selalu kita, demi-human yang dibantai oleh pasukan Selefia." Ujarnya yang tak percaya.

"Itu tergantung kau percaya atau tidak. Tapi, rata-rata rakyat kami adalah demi-human, bahkan, prajurit kerajaan kami pun kebanyakan demi-human. Walau begitu, kami masih saling menjaga satu sama lainnya." Balas pangeran yang senyumnya mulai muncul lagi. "Kalau kau gak percaya, aku akan memberi tahumu yang sebenarnya." Pangeran melemparkan sebuah buku sejarah ke Alessia.

Alessia menangkap buku yang di lemparkan ke arahnya. Alisnya terangkat kaget saat dia melirik halaman-halamannya. Pikirannya dengan cepat beralih kepada atasannya. Dia telah melayani pasukan Rosalade selama sembilan tahun sekarang...*

— Mereka memberi tahu kami untuk tidak percaya pada apa pun yang selefia katakan kepada kami. Musuh selalu berbohong... Mereka... mereka telah berbohong kepada kami." Ekspresi Alessia mulai menunjukan ketakutan dan ketidak percayaan.

"Apa pun yang kamu katakan. Itu adalah buku yang nyata. Bukan yang palsu. Buku yang kalian miliki, telah diubah secara keseluruhan oleh negaramu, dan jika kamu masih tidak percaya. Lihatlah para penjaga di sekitarmu. Di sini, yang paling dominan adalah demi-human." Ucap pangeran.

Alessia memperhatikan para prajurit yang berada di sekitarnya. Memang, mayoritas dari mereka adalah setengah manusia. Dia menggelengkan kepala. " Aku... Aku tidak tahu lagi harus percaya apa. Aku tidak tahu siapa yang bisa dipercaya. Atasan-atasan ku telah berbohong pada kami. Aku pikir kita adalah pihak yang benar..." Ucap Alessia yang seolah masih tidak percaya.

"Itu keputusanmu. Apakah kamu ingin percaya atau tidak terserah padamu. Tapi yang pasti, kami akan membiarkanmu pergi hari ini. Kami tidak suka menyandera orang lain. Meskipun itu musuh." Ucap pangeran yang bersikap datar tapi tegas.

Dia ragu, pikirannya masih dipenuhi dengan pikiran dan pertanyaan yang belum terjawab. Lalu dia menatap ke arah pangeran dan bertanya. "Kau.. akan membiarkan ku pergi begitu saja?"

"Ya, apa ada yang salah?" Tanya pangeran.

Ekspresinya sedikit terangkat. Pangeran telah mengejutkannya. Tidak sering seorang tahanan dilepaskan selama perang secara cuma-cuma. Dengan gugup, dia menjawab. "Tidak... tidak ada yang salah. Aku hanya... aku hanya terkejut bahwa kalian benar-benar membiarkan aku pergi. Ini agak... tak terduga."

"Begitulah yang kau pikirkan." Pangeran berdiri, dan menyuruh prajuritnya. "Prajurit, buka penjaranya."

Penjara pun dibuka, lalu membuka rantai pengikat dari Alessia, dan Alessia pun keluar dengan perlahan. Ketika dia keluar, sang pangeran melemparkan pedang kearahnya, yang berupa pedang miliknya yang telah rusak, dan sekarang, pedang tersebut telah bagus, karena sudah diperbaiki.

Pangeran pun mendekat ke arah Alessia, dan berkata. "Pergilah, aku tidak ingin ada pertumpahan darah disini. Dan satu hal, jangan pernah mempercayai apapun yang ada di sekitarmu." Tegasnya.

Mendengar ucapan itu, Alessia mengangguk dan bergegas keluar dari penjara, sebelum itu, dia menoleh ke arah pangeran, dan memberikan senyum. Sedangkan didalam hatinya, dia berkata. "Kurasa, aku mulai menyukainya."

***

Setelah berbicara dengan pangeran, dia tidak bisa berhenti memikirkan semua yang telah dikatakannya. Ada begitu banyak hal yang harus diproses, tetapi satu hal yang jelas: atasannya telah berbohong padanya. Kerajaannya adalah pihak yang menyerang dalam perang ini. Dalam sembilan tahun pengabdiannya di pasukan Zenathi, dia hanya diberi makan propaganda dan kebohongan. Tiba-tiba dia merasakan gelombang kemarahan melanda dirinya. Matanya berkilat dengan kemarahan yang mematikan. Dia menggenggam erat tinjunya dan mulai menuju tenda komandan.

Dia menarik flap tenda komandan ke samping dan masuk tanpa ragu. Komandan, seorang jenderal tua bernama Jenderal Grou, berbalik dan memandangnya. Pria itu tampak terkejut melihatnya. "Kapten. Kau sudah kembali." Ujar pria tua itu.

Ekspresi Alessia keras saat dia memandang komandannya. Intensitas menyala di matanya. Ketegangan antara mereka terlihat jelas. "Saya memiliki sesuatu yang penting untuk dilaporkan kepada Anda." Ujar Alessia yang seolah tidak memiliki rasa takut.

Jenderal mengangkat alisnya. Dia meletakkan peta medan perang yang sedang dilihatnya dan mengisyaratkan padanya untuk melanjutkan. "Silakan lanjutkan."

Alessia melangkah maju dan melipat lengannya. Dia berbicara dengan suara yang tegas. "Saya telah menemukan beberapa informasi yang mengganggu tentang perang kita dengan Zenathi."

Jenderal miring ke depan, meletakkan lengannya di atas meja. Dia melipat tangan dan menatapnya dengan ekspresi yang waspada. "Informasi yang mengganggu, kata Anda?"

Dia mengangguk. "Yang sebenarnya, kitalah penyerang dalam perang ini. Pasukan kita yang pertama kali menyerang Selefia. Kita tidak memiliki alasan untuk melakukannya, selain keinginan egois untuk memperluas tanah kita." Jelasnya.

Ekspresi Jenderal perlahan berubah saat dia mendengarkan kata-katanya. Matanya menyempit saat dia duduk kembali di kursinya. "Kamu mengimplikasikan bahwa selefia hanya membela diri dari kita?" Ucapnya dengan nada yang mulai meninggi.

Wajahnya terbakar oleh kemarahan ketika dia menyampaikan ini. "Kau bercanda? Kau pasti sudah dimanipulasi oleh mereka kan?!" Tanya jenderal yang mulai emosi.

Pikiran Jenderal berkecamuk saat dia mempertimbangkan kata-katanya. Senyum getir melintas di bibirnya. Dia berdiri dan mulai berjalan ke Alessia. Dan berkata. "Propaganda kita telah menggambarkan Selefia sebagai negara musuh yang kejam sejak awal. Tidak, lebih masuk akal bagi saya untuk percaya bahwa kebohongan yang kau ucapkan adalah bagian dari propaganda mereka." Ucap sang jenderal yang berusaha memutar balikkan fakta.

Bibir Alessia menyempit dan kemarahannya mulai memuncak mendengar komentarnya. Dia melangkah maju, mendekatinya. "Saya memberitahu Anda yang sebenarnya, Tuan. Saya telah menemukan bahwa segala sesuatu yang pemerintah kita katakan tentang Selefia adalah kebohongan. Bahkan saya telah melihat bukti bahwa militer kita menyerang tanah mereka terlebih dahulu. Saya memberitahu Anda yang sebenarnya!"

Ketika dikerajaan selefia.

"Alessia, terserah kau mau berkata seperti apa. Tapi yang pasti, kami mempunyai bukti dan sejarah, jika negara kerajaan mu lah, yang telah memulai perperangan. Sejak tahun 98 B. Negara kami adalah negara dengan penduduk dan kekayaan yang melimpah. Dan negaramu itu berusaha mencuri semuanya dari negara kami. Sejarah itu hanya diketahui beberapa negara saja. Kalau kau masih tidak percaya. Kau bisa membacanya di bagian halaman buku itu." Ucap pangeran disaat Alessia di penjara.

Jenderal itu mendelik padanya. Dia meninggikan suaranya, kata-katanya penuh dengan perasaan jijik. "Kamu adalah seorang kesatria Zenathi! Kamu ditujukan untuk melayani Raja, bukan mempertanyakan perintahnya. Kamu bertindak seperti salah satu rakyat biasa. Tugasmu adalah mengikuti perintah Raja, tak peduli apa pun itu!" Bentaknya.

"TAPI!"

--- TIDAK ADA TAPI-TAPIAN! SEKARANG, PERGI DARI SINI! ATAU KU HAJAR KAU SAMPAI MATI!" Bentak sang jenderal.

Mendengar ucapan itu, seketika Alessia langsung berbalik arah, dan berjalan keluar dari tenda dengan ekspresi yang penuh dengan kekesalan dan emosi.

Baru saja membuka tirai tenda. Tiba-tiba Alessia tersedot ke suatu dimensi yang aneh, tubuhnya menggigil, dan sedikit sakit dibagian kiri kepala. Pandangannya mulai kabur, dan seketika dia tak sadarkan diri.

***

"Pahlawan. Ayo bangun."

"Pahlawan. Ini bukan waktunya tidur."

Suara itu terus bergumam di telinganya. Terdengar seperti suara wanita dengan nada halus, dan berirama. Dia mengendus dan menghirup udara sedikit demi sedikit, dan tercium bau bunga mawar yang wangi dan harum.

Dia membuka matanya, dan menatap ke arah wajah sosok misterius dengan penglihatan yang sedikit menyipit.

"Wah, kamu sudah bangun. Pahlawanku." Ucap sesosok wanita dengan memiringkan kepalanya, dan tersenyum.

"Si--siapa kau?!" Tanya Alessia kebingungan.

"Siapa aku? Aku adalah Dewi, dan aku memanggilmu kesini untuk menjadikan mu sebagai pahlawan." Tawar sang Dewi.

"Menjadi... Pahlawan?" Ucap Alessia yang sedikit pusing dengan nada yang sedikit merendah.

"Benar, kau akan ku hidupkan kembali ke dunia asalmu. Tetapi, dengan wujud yang berbeda."

Seketika, cahaya misterius muncul di sekitaran tubuhnya.

Tubuhnya terasa seperti terangkat, dan jiwanya seolah mulai kembali.

"Ketika kamu kembali, akan terdapat kejutan yang ada di tubuhmu. Semoga kamu suka ya." Ucap sang Dewi sambil tersenyum.

***

[Pahlawan ke enam; Alessia Melissa. Lahir kembali menjadi sosok bernama virha neuforenica. Saat ini, dia terkenal sebagai ahli beladiri pedang. Bahkan, memiliki sihir tingkat sepuluh penyihir rank ss+.]

"Menarik... Kurasa aku mulai mendapatkan informasi tentang pahlawan itu satu persatu. Kau memang hebat, Blackmask." Ucap Tsukasa yang sedang berguling-guling di kasur.

"Apapun untukmu Tsukasa." Ucap Blackmask dari balik topengnya.

"Jadi, kapan kau akan memulainya?" Tanya Blackmask.

"Ayolah, jangan terburu-buru. Kita akan menikmati sedikit hiburan malam ini." Ucap Tsukasa yang langsung mengeluarkan riderwatch another rider Gaim.

"Itu...

Dengan cepat, Tsukasa melemparkannya ke Blackmask dan berkata. "Cari korban yang cocok, lalu kasih dia riderwatch ini. Dan kita akan melihat sesuatu yang menarik."

"Oh, jadi anda berusaha memancing para pahlawan untuk menyerang another rider ini? Sungguh ide yang bagus." Balas Blackmask. "Baiklah, akan segera ku lakukan." Blackmask hilang dengan menggunakan teleportasi bewarna hitam.

Tsukasa berdiri dan menatap ke arah luar penginapan dan berkata. "Malam ini akan menjadi menyenangkan."

***

Tiba-tiba dari arah timur, keributan aneh terjadi, dan warga mulai porak-poranda.

"Kurasa sudah dimulai." Ucap Tsukasa sambil tersenyum dan kembali menutup jendela penginapan.