webnovel

Bab 27 Nonton Bioskop!

Dara mengamati setiap pohon yang dilalui oleh motor yang dikendarai sama gerandong sarafnya. Senyuman tak pernah luntur dari sudut bibir pinkynya. Hari ini di hari Minggu Dara benar-benar sangat BAHAGIA! Pertama dia bisa merasakan kehangatan dari tubuh Ayu karena dia memeluknya sambil ndusel-ndusel ke punggungnya. Kedua Ayu datang ke rumahnya mengajak dia jalan-jalan di hari Minggu ini. Walaupun ini bukan kali pertama mereka berdua keluar. Tapi rasanya tetap sama seperti mereka melakukan first date untuk pertama kalinya. Ketiga lagi-lagi Dara bisa menikmati keindahan kota Jakarta bersama Ayu dengan naik motor KLX hitamnya.

Kebahagiaan mana lagi yang Dara ingkari?

Nikmat Tuhan ini benar-benar sungguh menyempurnakan kehidupannya. Bertemu sama Ayu tanpa sengaja di ruang musik adalah sebuah anugerah terindah dalam hidup Dara. Dan tidak akan pernah Dara lupakan saat pertemuannya bersama Ayu. Di pertemukan Ayu dan Dara pada saat itu adalah saat dimana kisah mereka dimulai.

Walaupun memang pada saat pertemuan mereka kurang mengenakkan. Tapi Dara percaya dan yakin. Pasti suatu saat nanti Ayu akan mencintai Dara sebagaimana sekarang Dara mencintainya.

Dear Ayu....

Dara mengenal Ayu tanpa sepatah kata dan mencintai Ayu dengan segenap jiwa dan raga. Akan Dara jaga cinta ini sampai kapanpun nanti.

Dara mengendus aroma parfum yang dikenakan sama gerandongnya. Wanginya begitu fresh dan ternyata dia suka sama wewangian yang berbau manis. Apa nama parfumnya? Kenapa Dara sangat menyukai bau wangi tubuh Ayu yang khas. Rambut yang terurai panjang itu tercium sangat soft dan terasa segar di penciuman Dara. Bau badannya seperti wangi bau bedak tabur dari bayi. Apa Ayu pake bedak bayi? Pikir Dara.

Apapun itu!

Dara selalu menyukainya. Apapun yang dikenakan Ayu akan Dara simpan dengan sangat baik di ingatannya. Ayu si gadis dingin dan bermuka datar penyuka coklat. Seseorang yang saat ini Dara cintai segenap hatinya. Orang spesial yang ada didalam hidup Dara. Akan selalu Dara jaga cinta yang dia miliki kepada Ayu. Kenapa harus Ayu? Entahlah Dara juga bingung. Dia tidak memiliki alasan saat mencintai Ayu. Yang pasti hatinya sungguh-sungguh terjerat sama sosok gerandong saraf itu. Mengapa hatinya sangat menginginkan Ayu. Seperti magnet yang terus saja menarik Dara agak memiliki Ayu dalam hidupnya.

Tanpa Dara sadari ternyata orang yang dari tadi dia pikirkan sedang melirik-lirik kearah kaca spion yang sangat Ayu sengaja agar bisa melihat muka mungil nan imut itu yang terus tersenyum. Tak pernah sedikitpun senyuman manis itu pudar dari bibir kecil Dara. Bibir yang pernah Ayu cium. Pernah dia rasakan dan terasa sangat manis, lembut dan lembab. Itu seperti jelly dan terasa sangat membekas di bibirnya. Ciuman yang tidak pernah Ayu sangka dan duga sebelumnya. Ternyata itu bisa merusak pertahanan dan segala pikirannya. Tanpa Ayu tau maksud dari semua itu. Yang membuat dia seperti tidak bisa menolak setiap gejolak dan esensi dalam dirinya.

Yang pasti.....

Sekarang dia rasakan, ia selalu ingin berada didekat Dara. Bersama gadis childish itu. Melihat tingkah konyol dan perilaku abnormalnya yang terkadang membuat Ayu berpikir. Muka sepolos dan seanggunly Dara bisa memiliki sikap seperti anak kunyuk lepas kandang.

Kalo mikirin Dara pasti membuat siapapun selalu geleng-geleng kepala karena tingkah ekspresifnya, tingkah childishnya, tingkah rame dan tingkah rusuhnya. Yang pasti membuat kalian semua berpikir kok bisa ada manusia seaktif itu? Tapi itulah Dara. Tingkah dan sikapnya sangat khas. Dan akan selalu diingat. Jika Pelangi Aldara Silvana adalah sosok gadis childish penyuka strawberry dan teramat sangat suka susu. Berambut blonde yang selalu tersenyum didalam keadaan apapun. Selalu ceria dan menebarkan kebahagiaan bagi setiap orang disekitarnya.

Ayu menyukai setiap tingkah laku dan sikap konyol yang sering Dara lakukan. Berada didekat Dara sekarang tidak ada lagi kerisihan. Tidak ada kenyamanan yang ada hanya Ayu selalu merasa hangat. Apalagi saat kedua tangan itu melingkar di pinggangnya. Seharusnya dulu Ayu jangan dulu mengatakan bahwa dia tidak akan pernah mencintai apalagi sekedar suka sama Dara kemungkinan besar tidak akan pernah. Terbukti sekarang dia mulai merasa nyaman dan selalu ingin dekat bersama si bocil.

Ternyata benar kata pepatah!

Tak kenal maka tak sayang. Sudah kenal mari sayang-sayangan, eakkk:*

Setelah Ayu mengenal dan dekat sama Dara hatinya mulai terketuk dan menghangat. Tersentuh oleh setiap kebaikan, kelembutan, perhatian dan keperdulian Dara. Bukan karena Ayu mudah baper. Malah dia pikir hatinya sudah mati rasa dan tidak akan pernah terketuk sama apa yang namanya cinta.

Sekali lagi dia salah besar!

Dara mengajarkan bahwa hidup memang butuh cinta dari seseorang. Dara mengetuk hati Ayu yang sudah seperti batu karang. Perlahan-lahan mulai terkikis oleh ombak-ombak derai cinta dan kasih sayangnya. Sungguh! Sebelumnya dia tidak pernah merasakan cinta yang teramat tulus dan sangat berani macem Dara. Baru kali ini dia menemukan sosok yang tanpa berpikir apapun sebelum bertindak. Dara memang sangat bertolak belakang dengan dirinya. Tapi dari perbedaan itulah Ayu menemukan keindahan. Keindahan yang mungkin tidak akan pernah dia dapatkan dari siapapun.

Ayu membelokkan motornya kearah basemen setelah sampai di mall yang sudah padat dan ramai. Mulai menelusuri jalan meliuk-liuk yang langsung masuk kedalam parkiran motor. Dia sengaja memilih basemen agar tidak panas. Lagian mall Jakarta itu lengkap fasilitas. Motor tidak harus di taruh di luar tapi didalam juga diperbolehkan. Setelah sampai dia memarkirkan motornya bersama kendaraan lain.

"Yah..... Udah sampe aja!!!" Dengus Dara merasa sebal. Karena dia gak bisa berlama-lama mencari kesempatan buat memeluk Ayu lebih lama lagi.

"Turun!" Titah Ayu dengan suara khasnya, dingin kuadrat.

"Sabar dong!" Kesal Dara sama ini makhluk satu. Gak sabaran bet heran! Gak bisa apa iya itu suara lembutan dikit. Dara juga pengen kali disayang-sayang sebagai gebetan. Cuman emang rada laen doi Dara tuh dia mah kulkas berjalan. Mana bisa sweet, Dumel Dara.

Dara turun dari atas motor KLX hitam itu. Walaupun sedikit kesusahan bahkan Dara memakai sepatu yang hampir bawahnya itu kayak menara Eiffel. Sengaja supaya bisa menyamakan tinggi Ayu. Tetap saja! Tiang listrik kayak manusia gerandong itu gak bisa ditandingi.

"Ayu kenapa sih tadi gak putar arah lagi aja pas sampe. Seharusnya tuh tiga kali putaran dari rumah Dara ke mall biar lebih lama." Cetus Dara.

"Gila!"

"Udah tau! Kan Ayu tau Dara tergila-gila banget sama Ayu. Bahkan Dara kayak pengen banget ditelanjangi aja sama Ayu."

Ayu langsung menatap tajam si bocil yang lagi cekikikan. Suka banget Dara godain manusia kutub.

"Bercanda tau....." Gemas Dara mencubit pipi Ayu yang masih nangkring diatas motor.

Ayu turun dari motor tanpa menanggapi candaan dari makhluk minim itu. Dia membuka helm memperlihatkan rambut cantiknya. Sekalian dia menguraikan rambut hitam panjangnya yang mengembang begitu elok. Sampe membuat orang disebelahnya menatap kagum. Beneran deh gak ada celah burik rupa buat seorang Nathania Ayu Albert.

Dara sampe gak bisa berkata-kata saat gerandongnya lagi merapihkan rambut. Yang pasti dia merasa terpana melihat keindahan bidadari yang Tuhan ciptakan. Bukan hanya merapihkan rambut Ayu juga membenarkan pakaiannya yang sedikit berantakan akibat tingkah Dara yang suka bet ndusel-ndusel.

"Kita masuk sekarang?" Tanya Dara melihat Ayu sudah selesai sama aktivitasnya.

"Hmmm...."

"Ayok!" Dara gandeng tangan Ayu dengan penuh riang gembira dan semangat 45. Dia ingin berjalan tapi Ayu malah diem aja dan menatapnya datar.

"Kenapa?" Bingung Dara pas Ayu cuman menatap tanpa ekspresi.

Ayu menghela nafas dan memutarkan bola mata. Susah emang kalo udah freak mah, pikirnya.

"Helm Lo gak mau dibuka." Ucap Ayu.

"Oh iya lupa hehehehe...." Cengengesan Dara dan mendekatkan tubuhnya kearah Ayu agar lebih dekat.

"Ngapain?" Heran Ayu pas Dara malah berdiri didepannya.

"Bukain....." Manja Dara dan Ayu cuman mendelik sinis sama tuh makhluk minimalis.

Ayu membuka helm yang dipakai Dara dan itu malah makin ngebuat si bocil senyum merekah. Karena lagi-lagi Ayu menuruti keinginannya.

"Makasih..." Senyum Dara.

"Hmm...." Gumam Ayu menaruh helm yang bekas dipake Dara ke atas motornya.

"Dara seneng kenal Ayu."

"Gue menderita."

Tuk!

Ayu langsung mendelik saat kepala belakangnya ditakol.

"Itu tanda sayang Dara sama Ayu." Ucap Dara bergelayut di lengan panjang Ayu.

"Udah yuk kita masuk kedalam! Daripada nanti ketinggalan filmnya." Ajak Dara langsung menggandeng tangan Ayu berjalan pergi dari parkiran.

"Lepas gak! Malu diliatin orang-orang!!" Omel Ayu memberontak saat tangan kanannya di peluk erat sama Dara.

"Paling mereka iri!"

"Iri-iri mata Lo botak!"

"Dimana-mana yang botak itu kepala orang jorok yang rambutnya dimakan kutu. Untung Dara rajin keramas."

"Terserah!"

"Makasih..."

"Makasih?" Tanya Ayu sedikit keheranan sama ucapan Dara barusan.

"Makasih karena Ayu udah mau menyerah dari adu argumen kita."

"Gue bilang terserah bukan menyerah!"

"Iya tapikan Ayu mengakhiri perdebatan supaya gak makin panjang. Kenapa Ayu udah mulai mau mengalah sama Dara?"

"Terserah Lo deh!" Final Ayu gak mau memperpanjang obrolan. Yang ada malah mancing emosi ngomong sama Dara.

Mereka berdua mulai masuk kedalam mall lewat pintu basemen yang khusus parkir motor. Pastinya mall sudah padat oleh para pengunjung. Melihat keramaian tentu saja jantung Ayu langsung berdebar tak karuan. Bukan karena tangannya dipegang Dara melainkan dia panik melihat kerumunan orang-orang itu.

Sial!

Panik attacknya mulai kambuh mendengar kebisingan dan suara keras dari para pengunjung yang memadati mall di siang hari. Sebisa mungkin Ayu menahan debaran jantungnya dan mengatur nafas saat keringat dingin itu mulai membasahi kening dan telapak tangannya. Dia mengalihkan pandangannya dari orang-orang ke segala arah. Dia memilih melihat keatas mall.

Bukannya ketenangan dia malah semakin tertekan melihat kepadatan di lantai atas yang malah makin padat dari lantai bawah sini.

Astagaaa!!

Rasanya Ayu ingin sekali menghilang saja sekarang ini. Saat nafasnya mulai mencekat diseluruh rongga pernapasannya. Apa yang harus Ayu lakukan sekarang? Kakinya memang melangkah mengikuti Dara. Tangan dipegang erat sama Dara. Berbeda dari Ayu yang panik. Dara malah terlihat biasa saja seperti sudah hal biasa buat dia datang ke mall yang ramai begini.

"Daraaaa..."

"Hah?!! Kenapa Ayu?" Ujar Dara melihat Ayu saat dia mendengar panggilan namanya.

"Gue gak manggil Lo." Datar Ayu.

"Oh iya? Kok Dara denger kayak ada yang manggil Dara sih." Heran Dara sama apa yang tadi barusan didengarnya. Seriusan Dara mendengar suara yang memanggilnya. Kalo bukan Ayu lantas siapa? Pikir Dara.

Apa dia saja yang salah dengar? Buktinya manusia dingin itu lagi diem aja kayak nahan berak. Tapi memang begitulah Ayu gak banyak omong dan irit bicara kayak bensin yang semakin kesini makin mahal harganya.

"Mana gue tau!!!" Marah Ayu.

"Biasa aja dong! Galak banget sih."

"Lagian Lo mancing emosi!"

"Tapi Dara seriusan denger ada yang manggil Dara."

"Arwah kali."

"Ayu bisa liat arwah?" Tanya Dara speechless.

"Bisa."

"Demi apa?"

"Demi sekarang gue pengen bunuh Lo kalo banyak tanya."

"Astajim! Jahat banget secantik ini mau dibunuh."

Ayu cuma memutarkan bola mata dan melihat ke sekeliling. Sedikit membuang nafas melihat kepadatan itu. Dia mengelap keringat dan sedikit menetralkan kepanikannya. Mall benar-benar penuh sama para pengunjung di hari Minggu ini. Dia mulai takut melihat kerumunan didepan matanya. Apalagi harus berdesakan sama semua orang yang masuk kedalam mall. Ini benar-benar memancing debaran jantungnya yang langsung memancing adrenalin. Suara bising itu mulai membuat seluruh tubuh Ayu bergemetar.

Memang lebih baik berdiam diri didalam kamar daripada harus berdesakan sama orang-orang di mall. Ini juga kenapa dia iyain ajakan Dara? Padahal udah tau takut keramaian dan kebisingan. Malah sok-sokan datang ke mall di hari weekend gini. Pastilah banyak orang disini.

"PAPA MAMA LIHAT AKU BISA!!" Teriak anak cowok yang menunjukkan kalo dia bisa memainkan game mobil membuat kedua orangtuanya tersenyum bahagia.

Ayu tersenyum lirih dibalik maskernya. Kesakitan dan kehancuran luar biasa melihat mereka. Karena dia sudah tidak bisa merasakan kebahagiaan itu lagi. Dia hanya bisa melihat dan mengamati saja. Tanpa harus tau bagaimana rasanya memiliki kedua orang tua yang melihat pertumbuhan dari kedewasaannya sekarang. Sakit sekali menerima kenyataan bahwa sekarang dia harus berjalan sendirian tanpa bayang-bayang dari kedua orang tuanya. Hanya bersama Mommynya tanpa ada sang Daddy yang memperhatikannya seperti dulu lagi.

Yang bisa memanjakan dia, membahagiakan dia, tidak bisa tertawa penuh riang gembira sebagai keluarga harmonis dan utuh. Kini semua itu hanyalah kenangan semata. Kenangan manis dan menjadi bayangan abu-abu saja dalam otaknya.

Sesensitif ini ternyata hati sosok Nathania. Seperti tisu dibelah dua yang selalu tersentuh dan terharu jika melihat keluarga orang lain. Dan jujur Ayu merasa iri sekali karena anak lain bisa merasakan kehangatan dan kebahagiaan dari sebuah keluarga. Sedangkan dia tidak! Terkadang Ayu berpikir kenapa dunia sekejam ini sama dia. Kenapa harus dia yang merasakan kesakitan bertubi-tubi dalam hidup. Sedangkan orang lain terlihat bahagia dan hidupnya baik-baik saja. Ayu juga ingin merasakan itu semua. Merasakan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup. Tapi rasanya itu sulit buat didapatkan. Karena semuanya telah usai. Hidup Ayu telah mati bersama dengan kenangan masa lalunya.

Persetan sama semua itu! Batin Ayu mengumpat.

Oh ayoklah Nathania jangan mengeluh dan terus saja memikirkan kesakitan yang pernah kau alami dulu. Kau harus bangkit dan bangun dari keterpurukan itu. Jangan pernah memikirkan hal kesakitan yang bisa menyakiti diri mu sendiri. Kau bisa berdiri! Ingat itu, benak Ayu.

Suara dan kebisingan terus saja terdengar dimana-mana. Membuat Ayu membuang nafas secara kasar. Sungguh! Keramaian ini membuat dia jengkel. Apalagi mendengar suara orang-orang yang terus bersuara keras. Terkadang ada anak kecil yang berteriak dan masih banyak kelakuan mereka yang membuat Ayu gemetaran mendengar suara teriakannya. Dia lebih suka tempat sunyi dan sepi daripada harus ramai-ramai seperti ini.

Dalam hati Ayu terus saja mengumpat kesal melihat tingkah laku orang-orang. Gak bisa bet mereka tuh diem. Gara-gara teriak-teriak dan berisik. Apalagi dia harus terjebak dalam kerumunan yang membuat dia panic attack. Dia memang suka tremor berasa jantung pindah ke telapak kaki kalo berkerumun seperti ini. Bisa disebut Ayu manusia paling anti sama kerusuhan.

Ayu memang suka ke mall tapi bukan mall yang ramai dikunjungi oleh para pengunjung. Dia dan keluarganya suka mengunjungi mall yang hanya di kunjungi oleh orang-orang kalangan atas. Bukan mall yang padat ramai oleh curut-curut got seperti ini, umpat Ayu.

Ini kenapa jadi sensitif banget neng Nathania:)

Udah mah dia kesal melihat keluarga yang pada mengajak anaknya bermain. Anggap saja Ayu cemburu melihat itu. Maklum semenjak perceraian kedua orangtuanya dia memang tidak pernah merasakan itu lagi. Memang lebih baik dia berdiam diri saja didalam kamar daripada jalan-jalan harus melihat pemandangan yang tidak mengenakkan hatinya. Apalagi dia harus merasakan kepanikan ditengah kerumunan. Berdesakan bersama orang-orang yang membuat dia merasa semakin tertekan. Suara kebisingan itu membuat dia ketakutan. Membuat Ayu kesulitan dan kesusahan saat Anxietynya kambuh ditengah keramaian seperti ini. Ayu terus menarik nafas dan membuangnya secara perlahan-lahan. Mengatur nafasnya agar terasa lebih tenang.

"Ayu baik-baik aja?" Khawatir Dara yang mendengar helaan nafas Ayu yang bertubi-tubi keluar dari mulutnya.

"Baik." Jawab Ayu bikin Dara mengelus dada.

Ya ampun harus sabar banget emang kayaknya sama ini manusia satu:)

Dara mengamati gadis dingin disebelahnya yang lagi jalan adem ayem aja. Kayaknya gak deh! Dia malah dari tadi terus membuang nafas dan kenapa sama wajahnya yang berkeringat. Dia melihat kening Ayu yang penuh sama peluh keringat. Walaupun memakai masker tapi Dara bisa melihat dibalik masker Ayu sedang menahan kegugupannya.

Kenapa?

Kira-kira Ayu kenapa bisa gugup gituh. Masa dia gugup cuman karena jalan berduaan sama Dara. Kayaknya gak deh! Tapi hal apa yang membuat Ayu sampe mengeluarkan keringat seperti itu, pikir Dara.

Dara mengeluarkan sekantung tisu didalam tas selempangnya. Dia mengambil beberapa lembaran tisu itu. Langsung saja dia mengelap keringat yang membasahi kening Ayu.

Deg!

Sedikit terkejut Ayu saat Dara mengelap keningnya. Spontan membuat mata dia melihat kearah Dara yang lagi tersenyum menatapnya.

"Dara cuman mau bersihin aja kok." Ucap Dara.

"Gue bisa sendiri!" Dingin Ayu mengambil alih tisu dari tangan Dara. Dia mengelap keringatnya di kening dan area telapak tangannya yang sudah mengeluarkan keringat dingin.

"Ayu kenapa?" Tanya Dara sama Ayu yang berkeringat seperti itu.

"Gapapa."

"Kalo gak apa-apa gak mungkin Ayu keringetan."

"Ini cuman kegerahan doang kok."

"Yakin?"

Ayu mengangguk sebagai jawaban. Dia sedikit menghela nafas saat susah sekali ia mengatur. Demi apapun rasanya Ayu ingin berendam di air terjun supaya menyejukkan seluruh tubuhnya yang kepanasan seperti terbakar.

Dara yang dari tadi melingkarkan tangannya di lengan Ayu. Kini berganti menggenggam telapak tangannya. Dia sedikit memberikan kenyamanan pada gadis kutub itu. Entah Ayu kenapa yang pasti Dara gak mau banyak bertanya. Karena Dara yakin pertanyaannya tidak akan pernah dihiraukan sama Ayu. Because Ayu itu sangat tertutup. Sangat sulit untuk memahami dan mengerti apa yang dia pikirkan.

"Tenang yah Dara disini kok." Senyum Dara membelai lembut pipi Ayu yang masih memakai masker wajahnya.

Aw:v

Ayu langsung mengalihkan mukanya dari pandangan Dara yang sedang menatapnya begitu teduh dan sendu. Jantungnya semakin tak tau tempat. Entah karena panik gara-gara kerumunan atau malah panik melihat senyuman penuh kelembutan itu.

Tok!

"Aduh!!!" Ringis Dara pas kepala belakangnya main ditakol sama orang. Gila aja emang ya tuh orang main nakol kepal inces Dara aja.

"Lo kenapa?" Tanya Ayu mendengar rintihan Dara.

"Kepala Dara masa ada yang nakol." Adu Dara sama Ayu.

"Siapa?"

"DARAAAAAAA!!!! LO NGESELIN BANGET SIH DIPANGGIL JUGA GAK NOLEH APALAGI BERHENTI!!!!" Teriak seseorang dari belakang.

Spontan membuat Ayra menoleh melihat Disti yang udah berkacak pinggang lengkap sama tatapan mautnya menatap sengit sama Dara yang dari tadi dipanggil tapi tidak dihiraukan.

"Disti ngapain disini?" Kaget Dara melihat perwujudan manusia boncel itu. Padahal sendirinya aja lebih pendek:)

"Lagi beranak! Pake nanya lagi ya gue lagi jalan-jalan."

"Oh iya maaf kan Dara gak tau. Makanya Dara nanya."

"Ihhh sebel deh!" Decak Disti dan melihat orang disamping Dara.

Baru Disti mau bertanya terpotong sama omongan seseorang.

"Disti gelo Lo ya! Lari-larian di mall gimana kalo nanti Lo hilang ditengah-tengah keramaian. Tau sendiri badan Lo kan kek minion ntar tenggelam gimana? Siapa yang repot kitalah pasti." Cerocos Anna.

"Kalian ada disini juga!!!" Kata Dara terkejut melihat rombongan sahabatnya dan tak lupa sama Rara yang lagi ngintil. Dia memang tadi mengantarkan Mira karena adiknya itu mau main ke mall bareng sahabatnya. Takutkan sebagai kakak nanti Mira berbohong bagaimana? Jadi dia harus tau sendiri kalo beneran adiknya itu jalan sama sahabatnya bukan sama Arlo. Rara beneran belum bisa percaya sama cowok itu kalo dia bisa menjaga adiknya dengan benar.

"Lah Doraemon lagi ngapain Lo disini?" Tanya Rara sama Dara.

"Lagi jualan tisu nih." Jawab Dara ngasal sambil memperlihatkan sekantung tisu yang dia pegang.

"Jir, bener juga siapa tau nanti dibutuhkan buat pasangan yang selesai memadu kasih kan?" Cekikikan Rara.

Pletak!

"Jaga mulut Lo, Rara!" Melotot Mira sama kakaknya yang lagi cengengesan cem orgil. Dasar mesum kuadrat emang Rara tuh bikin Mira jengkel.

Ayu melihat kedua manusia itu yang saling liat. Rara dan Mira? Dan kenapa Rara bisa gabung sama mereka. Apa benar omongan Rara soal hubungannya sama Mira? Kalo mereka berdua itu berpacaran. Apa iya? Ayu masih kurang percaya soal itu. Dan bisa-bisanya Rara mengakui hubungannya tanpa rasa malu atau apalah gituh. Padahal itu bisa saja jadi hinaan dan cacian bagi orang yang tidak menyukainya.

"Kenapa sih marah-marah mulu. Sini-sini pelukan dulu." Ucap Rara menarik Mira agar mendekat.

"Paan sih jijik tau gak!"

"Tau ihh kakak Lo emang nyebelin bet, Mir." Celetuk Disti yang emang rada kesal sama tingkah tuh monyet satu.

"Kakak?" Cetus Ayu mendapatkan perhatian dari mereka semua.

"Eh ada orang! Gue kira dari tadi jelangkung." Ucap Anna.

"Siapa tuh Ra? Pantesan aja dari tadi dihubungi gak bisa. Taunya lagi jalan." Sebal Orin.

"Hehehehe.... Maaf. Tadi Dara lagi sibuk merias diri."

"Kek pengantin aja pake segala merias diri." Cetus Disti.

"Iyalah kan mau jalan sama Ayu harus perfect."

"Ayu!!!!" Kaget mereka serempak jadi yang dari gabung sama mereka itu Nona London.

"Seriusan? Beneran itu kanjeng ratu?" Tanya Rara tak percaya melihat Ayu yang dari berdiri tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Hmmm...."

"Eh demi tujuh sumur kering semua! Itu beneran sahabat gue." Alay Rara sampe memeluk Ayu yang dari tadi berdiri didepannya. Dikira ini aktris Korea habis pake segala masker muka. Kan jadi gak dikenali mukanya.

"Paan deh Lo!" Sinis Ayu melepaskan pelukan Rara yang terlalu berlebihan lebaynya.

"Najis tau gak Lo!" Omel Mira sama kakaknya. Lagian drama bet dipikir ini film India kali.

"Ututututu tayang cemburu ya?" Ledek Rara sama adiknya.

Tuk!

"Ngeselin bet Lo tuh ishhh!!!" Amit-amit tau Mira punya kakak bentukan boneka santet cem begini.

"Atit tau Mir, suka bet Lo nakol pala gue." Rintih Rara ngelusin kepalanya yang terasa cenat-cenut.

"Udah-udah gak usah ribut! Berkelahi aja kalo mau." Celetuk Anna yang emang suka aja liat Rara dan Mira gak pernah akur padahal mereka adik kakak.

Mira cuman menatap tajam sama satu sahabatnya itu.

"Kok kalian bisa barengan?" Tanya Orin penasaran plus kepo bingit. Kok bisa? Padahalkan mereka gak akur setahu Orin. Begitupun sama sahabat Dara lainnya yang ikutan penasaran meminta penjelasan Dara soal kedekatannya sama Ayu sampe jalan bersama ke mall.

"Jadi---"

"Mau nonton apa nggak?" Tanya Ayu memotong perkataan Dara. Si childish cuma bisa mendengus sama kelakuan pacarnya. Eh calon maksudnya:)

"Iya nonton!" Ucap Dara menjawab pertanyaan Ayu. Dia kembali melihat kearah temannya yang udah nahan penasaran sampe polo.

"Ya udah temen-temen Dara mau nonton dulu yah." Senyum Dara sama sahabatnya.

"Lo nonton sama Ayu?" Tanya Disti tak percaya.

"Iyaa...." Jawab Dara malu-malu gak tau dia pengen kayang aja rasanya.

"Sama dong! Kita juga mau nonton. Iya gak?" Tanya Rara sama sahabat adiknya dan dia main kode mata sama keempat betina itu.

"Seriusan?" Tanya Dara sumringah.

Ayu langsung menatap sama Rara yang lagi senyum tengil. Sial Rara! Bisa banget dia ngambil kesempatan buat gangguin Ayu sama Dara. Ehhh:"

"Iya ayok!" Jawab Rara berjalan mendekati Ayu.

"Hahahaha.... Mposhh gak bisa mojok." Bisik Rara sama Ayu sambil meledek. Membuat Ayu menatap sahabatnya sinis.

Rara main pergi aja dan berjalan lebih dulu diantara mereka. Dengan tawa jahat yang memuncak dalam jiwanya menggagalkan acara aksi romantis dan momen Ayu sama Dara.

"Yeay!" Sorak Dara bahagia dan menggandeng tangan Ayu agar mengikuti Rara.

"Emang kita mau nonton?" Tanya Disti.

"Gak." Jawab ketiga sahabatnya.

"Lah terus kakak Lo Mir, ngapain ngajakin kita?" Bingung Disti sama tingkah si bedul Rara itu.

"Gak tau! Lo kayak gak tau pemikiran si Rara aja. Kan dia mah rada ogeb." Jengkel Mira.

"Itu juga si Dara ngapain coba kegenitan banget sama tuh manusia datar?" Sebal Anna melihat Dara yang begitu lengket sama Ayu. Padahalkan Ayu udah jahat masih aja Dara mau.

"Terbuat dari apa coba pemikirannya?" Heran Orin sama satu sahabatnya. Dia menarik tangan Anna agar ikut pergi menyusul ketiga orang itu yang sudah lebih duluan.

"Ini seriusan nonton?" Ujar Disti.

"Gue gak bawa uang lebih lagi! Kan niatnya kesini cuman mau jalan-jalan doang bukan mau beli apapun juga." Cetus Mira.

"Sama...." Rengek Disti memeluk Mira dari samping.

"Apa sih! Gak usah alay." Mira berjalan lebih dulu meninggalkan Disti yang menghentakkan kakinya ke lantai. Nyesel bet kenapa tadi dia gak bawa uang pemberian ayahnya malah dia taruh dibawah bantal tempat tidurnya. Niatnya mau menghemat.

"Nasib-nasib..." Disti mengelus dada. Udah mah punya sahabat galak macem macan tutul. Duit pas-pasan mungkin cuman beli makan doang. Ini dia malah di ajakin nonton pula.

"Dasar monyet Lampung!" Umpat Disti sama Rara. Ini semua emang gara-gara tuh monyet satu.

***

Ketujuh gadis itu sampai di gedung bioskop di lantai paling atas. Karena bioskop memang berada di atas. Jadi mereka harus menaiki beberapa eskalator dulu buat sampai ke tujuan. Sekarang kini giliran mereka buat membeli tiket. Rara yang memang berjalan lebih dulu dia yang memesan tiket yang ingin ditonton sama Dara. Sedangkan sahabatnya cuman pada diem aja sambil liat sana-sini. Mereka cuman ngikut dan syukur-syukur Disti ditraktir sama para sahabatnya. Karena uang dia pas-pasan. Kalo Mira lagi mengharap kakaknya yang bayarin. Percuma dong dia bawa Rara kalo cewek itu masih perlu Mira yang bayar.

"Ay, semuanya jadi 175. Lo yang bayarin kan?" Tanya Rara dengan senyuman lebar tanpa malunya. Kalo Mira dkk rasanya pengen langsung mengubur diri saja. Sok-sokan Rara jalan pesen tiket taunya minta bayarin sama sultan.

Ayu cuman menatap tanpa ekspresi sama sahabatnya dan mengeluarkan dompet kecil dari saku jaket.

"Biar Dara aja." Cetus Dara menahan agar Ayu tidak perlu membayar.

"Eh bentar-bentar kita ada lhoo ya!" Celetuk Anna gak mau dia dihina nanti gara-gara ditraktir. Yang ada makin rendah dan pastinya songong bet Ayu menghina.

"Gapapa biar Dara aja."

"Kita ada kok, Ra." Cetus Orin ikutan bergabung merasa tidak enak kalo semua Dara yang bayar.

Ayu berjalan kearah kasir tiket yang dijaga sama mbak cantik itu yang lagi kebingungan karena mereka berebutan ingin membayar. Terkecuali Disti sama Mira yang emang gak tau deh mereka mau ngomong apa. Sebenarnya buat bayar uang tiket ada. Salahnya mereka gak bawa cuman pas buat makan aja kalo nanti laper sehabis jalan-jalan. Biasanya juga gituh. Karena mereka itu kurang suka nonton bioskop apalagi harus melihat perbucinan didepan mata. Ogah bet rasanya!

"Kembaliannya ambil aja." Dingin Ayu memberikan dua lembaran kertas warna merah itu.

"Terimakasih kakak, mau sekalian beli pop corn atau snacks lainnya?" Tawar sang kasir.

"Ay...." Kode Rara mengeluarkan senyuman durjananya dan itu membuat sang adik bener-bener malu bet punya kakak bentukan Rara. Gak tau malu dia tuh! Udah mah dibayarin tiketnya sekarang minta pula dibeliin pop corn.

"Hmm...." Gumam Ayu mengiyakan sukses bikin Rara senang. Cewek player itu ngambil beberapa pop corn dan minuman serta snacks lainnya.

"Tadi tiket sudah dibayar 200.000 iya kak. Ditambah sama snacks dan popcorn sama minumnya jadi 450.000 ribu iya kak." Senyum cantik kasir.

"Ini kak." Dara memberikan beberapa lembar uang sama si mba manis didepannya.

"Baik se---"

"Pake ini aja." Ayu mengeluarkan debit card menghalangi langkah Dara yang ingin membayar.

"Tapi Ayu kan Dara yang ngajakin kok jadi Ayu yang bayar sih."

"Diem!"

"Dara gak enak Ayu."

"Gue bilang diem."

Dara cuman bisa menghela nafas dan sedikit menekuk bibirnya kebawah.

"Uangnya Lo pake aja buat keperluan lain." Dingin Ayu.

Kan?

Paling bisa deh bikin anak orang melting:)

"Ya udah Dara mau bilang makasih. Makasih buat semuanya." Ucap Dara dan Ayu hanya mengangguk saja. Dia melanjutkan aksi membayar ke kasir.

"Ekhem! Udah ada yang mulai cie-cie nih. Tarik terus Ra, jangan kasih pause nanti juga kanjeng sultan kita klepek-klepek." Cetus Rara.

"Apalagi Daranya kan cantik, iya gak Ay?" Goda Rara menyenggol bahu Ayu. Dia langsung lari meninggalkan Ayu dan Dara yang berdiri didepan kasir. Sebelum habis tubuhnya dimutilasi sama Ayu.

"Dara juga percaya suatu saat nanti pasti Dara bisa dapetin hati Ayu." Ucap Dara yang membuat Ayu langsung menatapnya.

"Gak usah terlalu ngayal! Nanti jatuhnya sakit."

"Biarpun sakit Dara bakalan terus mencoba."

"Serah."

"Sarah? Siapa Sarah yang Dara kenal cuman kakak Sekar pacarnya Abang belek. Ayu kenal sama Sarah?"

"Dara jangan sampe gue pisahin kaki sama kepala Lo." Sinis Ayu dasar Dara bolot:)

Dara sedikit terkekeh dan bergelayut manja ke lengan Ayu.

"Kan emang kaki sama kepala itu pisah sweetheart. Yang penting Ayu sama Dara aja gak akan terpisah."

Ayu yang malas menanggapi memilih buat diem tanpa menjawab apapun celotehan Dara.

"Sumpah ya Arara! Gue malu jadi adik Lo." Cetus Mira setelah Rara menghampiri mereka berempat.

"Karena gue ini terlalu cantik?" Pede Rara.

"Karena Lo terlalu gak punya urat malu!" Sebal Disti. Iya emang dia gak bawa uang lebih dan bersyukur banget ditraktir itu berarti doanya terkabul. Tapi gak dengan cara sampai memeras Ayu juga kan? Sampe dia harus membayar semuanya.

"Lagian Ayu itu baik kok." Cetus Rara mulai memakan popcorn.

"Baik apaan! Jengkelin iya." Kesal Anna yang kayaknya dia masih punya dendam kesumat.

"Gak percaya banget kalian! Nih iya selama gue jadi sahabat dia. Gue jadi tau kalo Ayu itu gak sekejam yang keliatannya. Coba deh kalian itu jangan liat sesuatu dari covernya. Belum tentu yang sering pake sari-i itu baik hatinya."

"Kek orang bener Lo ngomong gituh." Mira memutarkan bola mata secara bersamaan.

"Gue cuman ngasih tau!"

"Emang sebaik apa Ayu?" Penasaran Orin perasaan Rara sama sahabatnya lengket banget sama Ayu. Padahalkan udah ketahuan kalo Ayu itu memiliki mulut pedas. Dan dinginnya pun gak ketulungan. Tapi Rara masih mau bersahabat sama bentukan perwujudan es Atlantik.

"Aaa------"

"Lah anying alaska ngapain Lo ada di bioskop!" Cetus seseorang memotong omongan Rara dan membuat mereka kompak melihat ke sumber suara.

"Jiir, jamet Lo yang ngapain di bioskop? Biasa mangkal di pertigaan jalan juga." Cibir Rara.

"Jaga ucapan mu itu ya Ferguso! Yang ada tuh gue nanya sama Lo. Biasanya cabe-cabean nongkrong di lampu merah."

"Jing, perlu di bersihin omongan kotor Lo, Revalina!"

Reva terkekeh melihat amukan dari sahabat laknatnya.

"Sayang siapa?" Tanya si cowok sama Reva yang memang mereka berdua udah janjian. Hari Minggu mau jalan-jalan di mall.

"Ini lhooo sahabat aku." Ucap Reva sama cowok itu.

Dia tersenyum sama cewek-cewek cantik itu hampir setara kecantikannya sama anak sekolah dia. Ternyata anak Nusa Bangsa juga cantik-cantik, pikirnya.

"Kalian janjian kesini? Tumben akur." Cetus Reva melihat Rara yang gabung sama anak primadona.

"Tanya aja tuh kanjeng ratu." Ucap Reva saat Ayu dan Dara berjalan kearah mereka berkumpul.

"Remoooot kebetulan banget ketemu!!!" Senang Dara melihat Reva yang ada bersama mereka.

"Hai Dora! Kok kalian jalan gak ngajak-ngajak gue sih." Sebal Reva sok imut pake segala memajukan bibirnya kedepan.

"Emang Lo siapa?" Sinis Mira mendelik sama Reva.

"Em.... Mira suka gituh deh."

"Najis!"

Sahabatnya yang lain cuman cekikikan melihat kedua dog and cat itu yang gak pernah akur.

"Kamu mau nonton juga sayang?" Tanya cowok yang barusan dibawa Reva.

"Boleh kalo kamu gak keberatan." Senyum Reva.

Ayu dan Rara kompak terlihat jijik pas Reva selalu sok imut dan lembut sama cowok yang menjadi incarannya. Pas aja udah didapatkan bisa dipastikan cowok itu dilepehin kayak permen karet yang udah gak terasa enaknya.

"Bentar ya..." Ucap cowok itu sebentar mengelus lembut kepala Reva dan pergi membeli tiket.

"Leon jangan lupa beli tiketnya yang sama tempat duduknya dan yang di tonton kayak temen-temen." Cetus Reva.

"Oh iya film apa?" Tanya Leon yang udah berjalan pergi dan harus berhenti lagi.

"Nih!!!" Dara menunjukkan tiket bioskop yang barusan dibeli kepada cowok yang bernama Leon itu. Diperhatikan sama Leon dimulai dari nomer kursi dan jajarannya. Dan tiket apa yang mereka tonton.

"Oke, makasih." Senyum Leon sama Dara.

"Sama-sama." Ucap Dara membalas senyuman cowok didepannya.

Ekhem!

Dehem Ayu entah kenapa tenggorokannya terasa gatal pas Dara membalas senyuman cowok gondrong itu. Spontan menghentikan aksi kedua manusia itu yang langsung melihat Ayu. Dimana cewek dingin itu lagi menatap kearah Leon dengan tatapan elangnya.

Tatapan itu kenapa Leon merasa tidak asing. Apalagi sama persis seperti gadis yang sedang dia dekati di sekolahnya. Walaupun sudah ditolak berkali-kali tapi tak ada kata menyerah buat Leon mendapatkan ketua osis sekolahnya. Kecantikan dan kesempurnaan fisiknya membuat Leon tergila-gila pada sosok ketos galak itu. Tatapan elang cewek didepan Leon kini benar-benar sama persis seperti Anin cewek yang menjadi incaran Leon di sekolahnya. Dari mata dan tatapannya sangat mirip sekali. Apa mereka berdua memiliki kemiripan?

"Ngapain Lo liatin gue?"

Deg!

Leon sedikit tertegun mendengar suara dingin macem suhu kulkas 360° itu. Ini sih lebih dingin dari Anin yang memiliki kedinginan dan kejutekan pada kaum Adam yang kalo selalu godain dia. Leon hanya bisa tersenyum kikuk dan menggaruk kepalanya. Merasa malu karena didapati dia memperhatikan gadis didepannya.

"Sorry, tapi mata Lo indah." Ucap Leon.

"Gue gak tersanjung sama pujian Lo."

"Leon mending kamu cepetan pesen tiketnya." Ucap Reva karena merasa suasana sudah mulai memanas. Apalagi Leon memuji manusia kulkas yang memiliki kedinginan beberapa oktav.

"Oke, sebentar." Pamit Leon langsung pergi dari situ. Karena dia juga gak enak mendengar suara kedinginan Ayu. Ada iya manusia dingin kayak kutub Utara, pikir Leon.

"Siapa tuh?" Tanya Rara.

"Biasa doi baru gue." Reva tersenyum lebar dan merasa bangga karena mendapatkan cowok ganteng sekaligus badboy.

"Sombong!" Cibir Mira memutarkan bola mata apalagi melihat senyuman menjengkelkan Reva. Entah kenapa mual rasanya dia. Dan ada rasa kesal saat Reva terlihat sok manis sama cowok itu. Apalagi pas Reva terang-terangan mengakui cowok itu gebetannya. Gak tau kenapa rasanya Mira tidak suka:'

"Haruslah orang ganteng juga! Lebih ganteng dari Arlo." Cetus Reva yang semakin songong bet ngomongnya.

"Heh seenggaknya pacar gue gak player!" Sindir Mira karena terlihat sekali cowok yang Reva bawa barusan bukan cowok baik-baik. Darimana Mira tau? Keliatan dari tatapannya yang seperti mengamati Ayu barusan. Apalagi pas dia memuji Ayu semakin membuat persepsi Mira kuat. Kalo Leon itu sama playernya kayak si playgirl kembang bangke.

"Biarin player ketemu player kan cocok! Lagian cowok-cowok anak Ghsi itu pada cakep-cakep." Celetuk Reva.

"Tau darimana Lo?" Tanya Rara.

"Mayoritasnya."

"Iya deh yang cantik." Sindir Anna gak tau kenapa ikutan muak denger kesombongan Reva yang selalu bisa menaklukkan setiap cowok yang diincarnya.

"Udah yuk udah masuk! Daripada berdiri terus kayak jaga pintu bioskop kita." Cetus Orin berjalan lebih dulu males ngeliat perdebatan diantara Reva dan Mira yang gak ada akhirnya.

"Rin, tungguin gue napa!" Sebal Anna mengejar si bule.

"Kebiasaan deh suka ninggalin." Decak Disti menyusul kedua sahabatnya. Udah tau dia gak nyaman berada didekat gerombolan Ayu dkk.

"Lo kok bisa akrab sama mereka?" Tanya Reva sama Rara.

"Situ siapa? Pentingkah bertanya seperti itu kepada saya?"

Ingin rasanya Reva nakol kepala Rara atau seenggaknya potong kepala tuh bocah biar belah dua aja sekalian.

"Baby aku udah selesai! Mau langsung masuk ke bioskopnya?" Tanya Leon berjalan menghampiri Reva.

Najis! Batin Mira.

Alay bet sih panggilannya sumpah! Dikira disini tuh gak ada orang apa. Mau sok mesra-mesraan kok didepan orang, Dumel Mira.

"Ayok masuk! Lagian sebentar lagi juga mulai." Reva menggandeng tangan Leon jalan beriringan sama cowok ganteng itu tanpa memperdulikan apapun lagi. Berasa dunia milik berdua aja.

"Remot ternyata playgirl aslinya." Cetus Dara gak nyangka omongan orang soal Reva ternyata benar. Baru juga kemarin ada gosip putusnya hubungan Reva sama Arga. Sekarang udah dapetin yang baru aja.

"Gak kaleng-kaleng dia mah." Cetus Rara.

"Sama aja kek lu!" Celetuk Mira pergi lebih dulu.

"Kok ngamuk!" Rara ikutan menyusul adiknya dan tinggal Ayu sama Dara.

"Mau masuk sekarang sweetheart?" Tanya Dara sama Ayu yang dari tadi diem melulu cuman ngeluarin beberapa kata doang pas ngobrol sama cowok yang dibawa Reva.

"Terserah!"

Dara cuman bisa menarik sudut bibirnya :) sabar iya Dara. Punya crush macem gerandong saraf.

"Kuy kita masuk!" Ajak Dara ingin menggandeng tangan Ayu tapi.....

"Gue bisa jalan sendiri! Lagian gue gak buta." Dingin Ayu langsung berjalan pergi.

"Idihhh kenapa sih tuh orang?" Heran Dara menggaruk kepalanya yang terasa keleyengan punya calon pacar bentukan mumi berjalan. Gak bisa bet apa dia tuh romantis dikit biar kayak orang-orang pacaran gituh.

Rara ikutan duduk disebelah Disti yang sudah dudukan bersama kedua sahabatnya. Anna ditengah diantara cewek pendek itu dan Orin. Mereka bertiga udah mulai fokus melihat ke layar bioskop. Karena film yang ingin Dara tonton ternyata cuman beberapa menit lagi akan ditayangkan. Untungnya mereka gak terlambat membeli tiket. Lebih tepatnya mungkin Dara yang bersyukur. Karena dia suka film horor satu ini.

"Lo pada gak mau pop corn?" Tanya Rara sama ketiga cewek cantik yang lagi duduk disebelahnya.

"Sini satu." Jawab Orin kalo Anna sama Disti mana mau mereka ngomong gituh. Karena Orin ini terkenal gak mementingkan gengsi jadi dengan suka rela dia nerima penawaran Rara.

Rara memberikan satu pop corn sama cewek bule itu. Begitupun sama Anna walaupun cewek judes itu gak ngomong apa-apa. Tapi dia diem aja pas Rara ngasih pop corn. Emang dasar cewek gengsinya tinggi kek satelit, pikir Rara.

Saat dia akan memberikan satu ke Disti ditolak sama cewek pendek itu.

"Gak usah!"

"Yakin gak mau?"

"Nggak!"

Padahal Rara beli banyak juga. Tapi dia sok-sokan nolak. Dasar pendek, umpat Rara.

Rara ngasih sama adiknya yang udah pasang muka jutek. Diberikan sama Mira yang lagi duduk disebelahnya.

"Lo gak malu, Ra?" Tanya Mira.

"Malu kenapa?"

"Iya malu! Lo keliatan miskinnya depan Ayu. Pake segala minta dibayarin."

"Duh Mira, idup kalo mentingin gengsi mulu laper yang ada."

"Tapi seenggaknya gue malu kalo Lo mah udah gak ada malu."

"Percaya sama gue deh! Ayu itu gak seburuk yang Lo pikirin."

"Terserah Lo aja." Malas Mira dan memilih buat melihat ke layar bioskop. Pokoknya di pikiran Mira. Ayu tetap manusia sombong, arogan dan angkuh yang tidak memiliki perasaan sedikitpun. Karena dia selalu menjatuhkan mental anak orang sampe depresot.

Reva bangkit dari duduknya. Dia ingin berpindah tempat duduk. Yakin banget dua kursi kosong disebelah Mira itu pasti kursi Ayu dan Dara. Makanya tempat itu masih kosong karena pemiliknya masih di luar. Reva inisiatif buat duduk lebih dekat sama cewek Lion itu.

"Mau kemana?" Tanya Leon melihat Reva berdiri dari kursinya.

"Kamu tunggu sini dulu ya sayang. Aku kesana mau nyamperin sahabat aku."

"Em, ya udah." Senyum Leon dibalas senyuman memikat dari cewek playgirl itu.

Reva berjalan mendekati Rara yang udah dihimpit sama cewek-cewek cantik itu. Dia main duduk disebelah Mira sontak langsung mendapatkan tatapan sengit dari ketua cheers leader.

"Kamu tau gak caraku melihat masa depan ku? Caranya ya dengan melihat mata kamu." Ucap Reva.

"Ngapain Lo kesini? Mana gebetan ganteng Lo itu?!" Ketus Mira sedikit menekankan kata diakhirnya.

"Ada! Tapi mau seganteng apapun cowok di dunia ini. Hati dan mata ku cuman tertuju sama kamu."

"Cih!!!" Desis Mira langsung melihat kearah depan daripada meladeni gombalan-gombalan non faedah dari mulut Reva.

"Remot kok duduk disini?" Tanya Dara pas melihat Reva duduk di kursi miliknya. Spontan Reva menoleh kebelakang memperlihatkan Ayu dan Dara.

"Lo kayaknya salah kursi." Datar Ayu.

"Hehehehe.... Tukeran kursi iya kanjeng ratu. Soalnya gue mau deketan sama bidadari."

"Tapikan itu kursi Dara tau!" Sebal Dara merucutkan bibirnya ke depan. Remot curang main duduk di kursinya saja.

"Oh jadi ini kursi Dara yang manis. Ya udah Dara bisa duduk di kursi remot aja gimana?"

"Itu namanya Lo gak taat peraturan." Dingin Ayu.

"Sama sahabat ini masa Lo pelit."

Ayu menatap sebal sama tuh manusia kang modus. Dia melihat kearah kursi Reva yang ternyata disebelah cowok buaya darat itu. Kalo dia membiarkan Dara duduk di kursi Reva. Berarti Dara deketan sama cowok laper itu? Gak Ayu tidak merelakan itu.

"Ayu mau kemana?" Tanya Dara melihat Ayu yang berjalan kearah kursi Reva.

"Lo duduk di kursi gue."

"Emangnya gapapa?"

"Tinggal duduk aja apa ribetnya."

"Iya-iya galak banget deh." Jengkel Dara dan langsung duduk.

Ayu mau tak mau harus duduk disebelah cowok yang dibawa sahabat laknatnya itu. Bener-bener tuh si Reva seenak polo dia aja bertingkah, gerutu Ayu dalam hati.

"Kok Lo yang duduk disini. Reva mana?" Tanya Leon yang melihat Ayu duduk disebelahnya.

"Gak usah banyak tanya!"

"Lo dingin banget ya?"

"Bukan urusan Lo."

"Tapi gue suka sama cewek dingin kayak Lo." Ucap Leon mendekat mukanya kearah Ayu.

"Dan gue suka matahin leher cowok yang berani deketin gue."

Leon langsung menghentikan kepalanya dan kembali duduk tegap mendengar perkataan sinis dan datar dari mulut manusia kutub itu. Membuat bulu kuduk Leon berdiri mendengar ancaman entah ancaman atau peringatan tapi rasanya dia merinding. Melihat Leon tidak berulah lagi membuat Ayu mendelik tajam. Dapet darimana sih Reva cowok bentukan buaya laper kek gini? Gak bisa bet liat cewek bening.

Dara memegang punggung tangan Ayu secara perlahan-lahan menggenggamnya. Dan menyenderkan kepalanya di bahu kokoh gerandongnya yang duduk disebelah dia. Aw!!!! Mimpi apa Dara semalam Tuhan? Bisa duduk bersebelahan dan nonton bioskop sama Ayu. Walaupun gak berduaan dan nontonnya rame-rame. Tapi seenggaknya ya ampun!!!! Ini hari paling manis sedunia. Dara bisa merasakan Ayu didekatnya. Merasa tidak ada lagi jarak diantara mereka.

Semoga dalam tiga bulan ini Dara bisa ngebuat Ayu jatuh cinta. Batin Dara.

"Gapapa Dara nyender?" Tanya Dara melihat muka Ayu dari samping.

"Hmmmm...." Gumam Ayu tanpa menoleh. Dia merasa kesetrum dan membeku seketika merasakan hembusan nafas Dara yang mengenai kulit telinganya. Apalagi saat Dara menggenggam sambil menyandarkan kepalanya. Kenapa rasanya...

Ayu gugup! Kenapa dia jadi gugup begini? Apa dia gemetaran saat Dara mendekatinya. Bukankah ini bukan kali pertama? Tapi mengapa Ayu harus segugup ini.

"Hari ini Dara seneng banget bisa naik motor sama Ayu, nonton bioskop bisa makan popcorn duduk bersebelahan dan kita banyak cerita. Makasih iya Ayu karena udah hadir dalam kehidupan Dara. Pokoknya Dara gak bakalan lupain masa-masa indah kita."

"Lebay Lo!"

"Biarin! Yang penting Dara bahagia didekat Ayu."

Me too. Batin Ayu.

"Dara suka didekat Ayu."

Me too. Batin Ayu.

"Dan Dara bakalan pastiin selalu berada didekat Ayu. Bersama Ayu kapanpun dan dimanapun."

"Lo gak bosen?"

"Gak ada kata bosen buat selalu bersama Ayu."

"Em...."

"Ayu tau kita itu kayak bulan dan matahari. Dara bulan dan Ayu matahari."

"Kok gituh?"

"Dan ada sebuah kisah disaat bulan mencintai matahari. Namun mereka tidak pernah bisa saling bertemu. Karena matahari selalu pergi setiap bulan akan muncul. Matahari akan tenggelam saat bulan mengeluarkan cahayanya. Begitupun dengan bulan akan tenggelam saat matahari akan keluar menyinari bumi. Perbedaan waktu yang membuat keduanya tidak memungkinkan untuk saling berjumpa dan bertemu. Matahari akan terbit disaat bulan akan tenggelam. Dan itu terjadi setiap harinya. Namun tak ada lelahnya bulan untuk mengejar sampai matahari ingin bertemu. Sampai suatu ketika ada waktu dimana bulan dan matahari akan dipertemukan disebuah fenomena."

"Kapan?"

"Pas saat gerhana matahari disaat itulah bulan dan matahari bisa saling bertemu. Bisa saling berjumpa walaupun lama tapi pada akhirnya mereka bisa menyatu. Dan hanya tinggal menunggu waktunya tiba. Seperti kita kan? Ini hanya soal waktu. Kapan pun waktunya tiba Dara yakin bulan dan matahari pasti bisa saling menyatu di suatu saat nanti. Selama apapun dan harus kapanpun menunggu waktunya. Jika telah tiba pasti mereka akan bersatu. Iya kan Ayu?"

Ayu sampe speechless mendengar perkataan panjang kali lebar dari Dara. Dia gak nyangka bocil itu bisa memiliki pemikiran begitu. Walaupun di bumbui dengan kata-kata bucin tapi itu sangat luar biasa. Pemikiran Dara diluar nalar manusia. Dia bisa memiliki pemikiran dimana orang-orang sama sekali tak memikirkan hal demikian.

"Dara itu bulan yang akan terus memberikan cahaya dan menjadi penerang jalan Ayu. Dan Ayu matahari yang akan terus menyinari dan memberikan sinarnya kepada Dara. Jadi kita akan menjadi simbiosis mutualisme yang saling berhubungan dan melengkapi satu sama lain."

Ayu malah tak terasa tersenyum dibalik masker. Entah kenapa merasa lucu dan gemas sama pemikiran Dara. Ada-ada aja emang perkataannya. Emang kadang ucapan Dara suka bikin kita keheranan. Tapi memang apa yang Dara katakan bisa masuk akal juga. Dan untuk kali pertama Ayu dibuat kagum oleh pemikiran Dara yang out the box.

"Gimana kata Lo aja." Ucap Ayu melihat kedepan layar yang sudah mulai menyala. Dia..... Ya Tuhan kenapa rasanya hati Ayu bersemi. Seperti musim semi yang penuh dengan bunga bermekaran. Ayu merasa bahagia. Sangat! Ayu sangat bahagia.

Apakah kebahagiaan ini akan abadi selamanya? Batin Ayu.

Dara tersenyum melihat gerandong sarafnya. Entah apa yang dimiliki gadis dingin itu sampe-sampe membuat Dara kecintaan. Yang pasti dia tau satu hal!!

Note :

Cinta memang tidak bisa merubah segalanya. Tapi cinta, bisa merubah seseorang agar bisa menjadi lebih baik bagi orang yang dicintainya.

AW!

Gak sia-sia Dara belajar beberapa hari ini buat mendapatkan pemikiran pandai begitu. Dia harus merelakan waktu dan matanya membaca setiap buku pelajaran. Supaya otaknya sedikit pinter agar bisa mengambil perhatian dari gerandongnya. Ternyata itu sukses bisa bikin Ayu terkesan sepertinya kepada dia.

"Mau makan?" Tawar Dara menyodorkan pop corn.

Ayu sedikit mengangguk dan mengambil pop corn yang dipegang Dara. Ditaruh ditengah-tengah kursi mereka berdua. Masih dengan posisi sama Dara nyender di bahu Ayu yang lagi baik hatinya. Syukurlah dan semoga selalu begini.

Momen seperti ini yang selalu Dara memimpin setiap tidurnya. Bisa berduaan dan menghabiskan waktu bersama dengan gerandong sarafnya. Mereka berdua mulai fokus melihat kearah film yang sudah akan dimulai. Film horor yang menjadi incaran Dara.

Reva sedikit meringis pas melihat iklan manusia yang terinjak sama mobil. Dia menahan supaya gak muntah apalagi melihat darah yang berceceran kemana-mana. Jadi ini yang bakalan dia tonton film horor? Sialan Reva salah server. Habis dia kan takut ini kenapa malah nonton yang beginian coba. Astajim banget! Dumel Reva.

Reva sedikit memepetkan tubuhnya ke kursi dan menahan nafas pas suara dentuman bioskop semakin kencang. Lampu sudah mulai gelap, ruangan sudah semakin mencekam dan....

BOOM!!!

"ARRRRRHHHH!!!!"

"Astaga Reva! Lo ngapain sih teriak!" Sebal Mira hampir copot jantung dia.

"Mon maaf refleks." Nyengir Reva.

"Udah takut makanya jangan sok belagu!" Nyinyir Rara.

"Diem Lo kuda bolong!"

Reva mengeluarkan nafas dan meminta maaf kepada semua penonton. Lagian tuh suara musik bikin dia serangan jantung. Dara in the geng cuman bisa geleng-geleng kepala. Berbeda sama Mira yang udah muak tingkat haqiqi sama tuh playgirl kembang bangke. Gak dimana-mana suka bet caper, gerutu Mira.

Mira mulai fokus dan melihat ke layar mencoba buat gak terganggu sama Reva yang disebelahnya. Lagian tuh manusia udah duduk sama cowoknya. Ngapain pake segala duduk disebelah dia? Udah aman padahal tadi Mira. Sekarang malah harus duduk bersebelahan sama syaiton.

Mira melihat kakaknya yang lagi makan popcorn sambil menyeruput minumannya. Enak bet ya tuh bocah. Mira yang lapar ingin sekali memakan pop corn didepannya. Dia melihat kearah Ayu yang lagi adem ayem sama Dara. Tumben? Bisa gituh yah. Pelet apa yang Dara pake supaya bikin Ayu kalem gituh. Masa bodo! Mending Mira makan pop corn. Soalnya Ayu gak liat lagi sibuk sama Dara. Jadi pake kesempatan itu buat memakan cemilan yang dibelikan sama tuh manusia yang gak punya hati.

BOOM!

"AAAAAAAAAAA!!!" Teriak Reva lagi membuat Mira terlonjak kaget dan hampir melemparkan pop corn yang ingin dia makan. Mira langsung menatap sengit ke manusia syaiton yang lagi menutup muka pake tangan.

Mira jadi tersenyum jahil sama tuh manusia. Keknya Reva penakut deh jadi dia mau jahilin dikit biar tau rasa. Mira sedikit beranjak dari tempat duduknya dan sedikit mendekati mukanya kearah Reva yang menutupi wajahnya.

Reva sedikit demi sedikit membuka tangannya dan bodo amat sama orang-orang yang mengomelinya gara-gara berisik. Bahkan Dara cekikikan disebelahnya mendengar teriakkan Reva.

Reva takut tapi kenapa rasanya penasaran. Sialan memang! Sifat itulah yang ada abadi didalam diri manusia. Udah tau takut tapi masih mencoba buat melihat kearah layar. Reva sedikit demi sedikit membuka telapak tangannya dari muka dan betapa kagetnya saat.....

"AAAAAAHHH!!!" Jerit Mira.

Bugh!

"Aw....." Ringis Mira kena pukulan Reva.

"Ya ampun Mir, Lo gapapa kan?"

"Mata Lo segitiga! Sakit bego." Omel Mira.

"Lagian Lo nya juga sih ngapain ngagetin gue."

"Lo nya aja yang penakut!"

"Kalian bisa diem gak? Kalo gak biar gue tendang kalian keluar." Ucap pengunjung dari belakang kursi.

"Yeh, gue kesini bayar Jing! Seenak polo aja Lo usir!" Marah Reva tak terima.

"Makanya diem!" Sentaknya.

"Lo sih!" Sebal Mira dan kembali duduk.

"Iya Lo juga ngapain tadi pake segala depan muka gue. Oh atau jangan-jangan....." Reva sedikit mendekatkan wajahnya.

"Kangen sama kiss waktu itu?" Bisik Reva ke telinga Mira.

Blush.....

"Paan deh! Gak usah ngadi-ngadi." Mira langsung membuang muka. Jir, ini kenapa dia jadi memanas mukanya.

"Lo kangen? Ngomong aja sih Mir, dengan senang hati gue bakalan lakuin lagi."

"Gak!"

"Gak salah lagi kan?" Reva menaik-nurunkan alisnya menggoda.

"Lo diem Revalina! Atau gue colok mata Lo."

"Awh! Mau dong." Reva malah main nyenderin kepalanya di bahu Mira.

"Isshh!!! Apaan sih. Bau ketombe rambut Lo! Sana-sana!! Jauh-jauh Lo dari gue!!" Marah Mira mendorong kepala Reva supaya menjauh dari pundaknya.

"Kalo gue mau deketan aja gimana?"

"Najis!"

"Iya Lo tuh najis! Nanggung jika sekali."

"Apaan sih!" Gerutu Mira dan Reva cuman cengengesan. Dia malah menggenggam tangan kanan Mira.

"Reva!!!" Kesal Mira karena Reva gak mau diem pisan.

"Mau gue cium buat kedua kalinya? Sekalian biar orang-orang tau, hmm?" Seringai Reva.

Shit!

Mira benci seringai menjijikkan itu. Dia memilih buat membuang muka dan fokus melihat ke layar. Reva tersenyum senang akhirnya singa betina itu mau diem juga. Dia dengan senang hati menyenderkan kepalanya di bahu Mira sambil menggenggam tangannya. Awokwok.... Nikmat bet Reva dapet modusin cewek cantik:)

"Mau?" Tawar Rara sama Disti yang dari tadi fokus banget nontonnya.

"Gak!" Jawab Disti tanpa menoleh sedikitpun sama Rara.

"Lo gak laper emang?"

"Gak."

"Gue ada banyak lho ini...." Rara menunjukkan pop corn yang dipegangnya.

"Gak."

"Lo gak mau pasti jadi temen gue?"

"Gak."

"Ya odah jadi pacar gue aja."

"Ihhh apaan sih monyet! Ganggu bet Lo tuh gue lagi nonton ini!!!" Sebal Disti dan mendorong tubuh Rara supaya menjauh dari badan mungilnya.

"Lagian dari tadi jawabannya gak melulu."

"Iya gue lagi nonton! Lo bisa diem gak?"

"Gak! Maunya jalan-jalan terus sama Lo."

"Idihhh biar apa Lo begitu? Lo pikir gue bakalan tersanjung sama gombalan Lo? Sorry tusey gebetan gue lebih ganteng dari Lo. Jadi jangan sok bet lu depan gue! Dan----"

Chup!

Eh!

Oh!

Weh!

Apaan tadi?

Disti memegang keningnya yang barusan di.....

"Lo cium gue?" Kaget Disti.

"Sedikit! Habis Lo gemesin kalo lagi cerewet gituh makin keliatan cantiknya."

"A---- apaan sih Lo!" Gagap Disti dan sedikit gelagapan entah kenapa. Dia langsung duduk menghadap depan dan melihat ke layar kembali daripada ngurusin monyet modus kek si Arara Adimaya.

"Buka mulutnya!" Titah Rara.

"Buat?"

"Mau gue cipok."

"Gue jitak kepala Lo ya!" Melotot Disti.

"Gemesnya tolong." Rara mencubit kedua pipi chubby Disti.

"Gue mau suapin pop corn."

"Baik amat Lo sama gue?" Curiga Disti jadinya sama ini predator satu.

"Salah gue baik sama Lo? Kan supaya enak. Lo nonton dan gue suapin."

"Gak mau!"

"Tinggal buka mulutnya aja sih."

"Gak Rara!"

"Beneran gak mau nih?"

"Gak."

"Eh Dis, apaan tuh?" Tunjuk Rara kearah atas spontan membuat Disti mendongak secara refleks.

"Apa----"

Hap!

Rara malah menyuapkan pop corn ke arah mulut Disti yang belum selesai sama omongannya. Dan sedikit terlonjak Disti saat Rara menyuapinya.

"Enak kan? Lebih enak kalo disuapin."

"Biasa aja!" Disti kembali memalingkan mukanya dari Rara si penggoda.

"Tapi menurut gue lebih enak dari tangan orang lain." Ucap Rara menyenderkan tubuhnya ke kursi mensejajarkan kepalanya sama Disti yang emang lagi nyender.

"Eh, Disti ada yang jatuh tuh!" Tunjuk Rara kebawah kaki Disti.

Disti melihat kebawah dan mencari-cari apa yang jatuh dimaksud sama Rara barusan.

"Gak ada yang jatuh perasaan."

"Ada!! Cari yang bener makanya."

"Gak ada monyet lampung!" Jengkel Disti sama itu manusia satu.

"Itu tuh, hati gue yang jatuh cinta sama Lo."

Bugh!

Disti langsung memukul bahu Rara.

"Selin bet sih Lo, monyet!" Omel Disti. Orang dia serius taunya Rara malah gombalin dia:)

"Cie salting cie, uhuy!" Rara mencolek dagu Disti.

"Dih apaan! Ilfil iya gue."

"Amasa sih?"

"Jangan selin bisa?!" Marah Disti yang udah akhir kesabaran menghadapi tingkah tengik manusia satu ini.

"Lo makin cantik kalo marah-marah gituh." Ucap Rara.

"Dan Lo makin burik kalo ngeselin!"

"Gue bakalan bucin kalo udah mencintai Lo."

"Gue getok juga kepala Lo!"

"Mau dong tapi dengan cinta."

"Ihhhh Arara!!!!"

Orin dan Anna kompak saling melihat. Ini kenapa jadi mereka kayak mengasuh sahabatnya yang pada pacaran coba? Sedangkan mereka malah jadi bahan ngenes dari ketiga sahabatnya gobloknya itu.

"Lo sepemikiran sama gue gak?" Tanya Anna sama Orin.

"Pengen sama-sama mengubur diri di puser Dajjal."

"Jir...."

Mereka berdua kembali menonton dengan perasaan dongkol. Mira yang jutek aja bisa-bisanya lengket sama Reva. Terus Rara sama Disti yang udah main gombal-gombalan. Belum lagi Ayra yang udah.... Udahlah Orin sama Anna cuman bisa menarik sudut bibirnya :)