webnovel

Dandelion.

Menaruh harap kepada orang lain adalah suatu kesalahan besar. -Anna Mengisahkan tentang seorang gadis yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Kerasnya hidup yang harus dijalani memaksanya menjadi pribadi yang kuat. Belum lagi, pada malam ulang tahun kekasihnya, Anna mendapati sang pujaan hati bermain bersama wanita lain. Hatinya hancur tak tersisa. Namun di malam yang sama, secara tak sengaja ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata adalah pemimpin sebuah perusahaan besar. Melalui malam dengan pria yang tidak dikenalnya, terbangun dipagi hari dengan keadaan tubuh tanpa sehelai benang pun membuatnya kaget sekaligus takut. Sejak malam itu, Anna menghilang. Apa yang akan terjadi selanjutanya? Silahkan dibaca..

Gloryglory96 · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
311 Chs

Bab 37. Niat Baik

Jam sudah menunjukkan pukul 22.00, Anna yang tidak bisa tidur memutuskan untuk berjalan-jalan di halaman belakang. Dave sudah tidur sejak tadi. Ia hanya ingin menghirup udara malam dan sedikit merilekskan pikirannya.

Tiba-tiba sebuah siluet nampak sekilas dari dalam rumah membuatnya terkesiap, namun hanya beberapa detik sebelum seorang pria muncul di balik pintu belakang muncul.

"Apa yang kau lakukan selarut ini di luar, Anna?" suara berat pria terdengar, itu adalah Nicho.

"Masuklah, udara malam sangat dingin, dan itu tidak baik untuk kesehatanmu," tambah Nicho lagi kemudian mendekati Anna sembari melepaskan tuxedo miliknya dan menutupi bahu Anna.

Wanita itu tekesiap, "Tidak apa-apa. Biar aku saja."

"Masuklah. Aku tidak mau kamu sakit," ucap Nicho.

"Biarkan aku di sini beberapa menit lagi, aku hanya ingin sedikit bersantai, Nicho," balas Anna kemudian duduk pada sebuah kursi panjang yang ada di halaman belakang.

"Dave sudah tidur?"

Anna hanya merespon dengan anggukan.

"Hmm, baiklah. Kau sudah makan?"

Nicho berdehem pelan kemudian ikut duduk di sebelah Anna dengan tangan yang ia luruskan di atas sandaran kursi.

Anna hanya terdiam mendengar pertanyaan pria itu. Terakhir kali ia makan hanya tadi siang, dan setelahnya tidak pernah lagi. Entahlah, ia tidak merasa lapar sedikitpun.

Melihat wanita itu terdiam, Nicho kembali menarik napas dalam-dalam, "Tunggu aku di sini," ucapnya lalu berdiri.

Anna hanya megangguk. Menyandarkan tubuhnya santai sembari menatap langit malam yang bertabur bintang. Sesekali angin bertiup menerbangkan rambut panjangnya, membelai leher jenjangnya yang nampak sangat putih dan juga mulus.

Hanya berselang beberapa menit, Nicho kembali dengan sebuah kotak makanan di tangannya, juga sebuah botol minuman. Hanya melihatnya sekilas Anna bisa tahu bahwa itu adalah Wine. Mendadak ingatannya kembali berpacu pada kejadian saat itu. Dimana semua yang menimpanya saat ini bermula dari seteguk minuman beralkohol.

Jika saja saat itu ia tidak memasuki bar itu sembarangan, mungkin ia tidak pernah dipertemukan dengan pria itu, juga semua ini tidak terjadi padanya. Hmm, sudahlah. Semuanya sudah terjadi, menyesalinyapun sudah tidak ada gunanya.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Nicho tepat setelah mendaratkan tubuhnya tepat di bangku sebelah Anna.

"Apa ini?" Bukannya menjawab pertanyaan pria itu, Anna malah bertanya balik sembari menunjuk kotak yang di bawa pria itu.

"Makanan kesukaanmu. Aku membelinya selama perjalanan pulang tadi."

Wanita itu tidak merespon, ia kemudian membuka kotak makanannya dan menemukan sate di dalam sana. Lagi, rasanya ia tidak berselera sama sekali. Padahal itu adalah makanan kesukaannya.

"Makanlah, aku sudah kenyang," ucap Nicho.

Meskipun Anna tidak lapar dan berselera, demi menghargai pemberian Nicho, ia hanya mengambil satu tusuk sate dan memakannya.

"Lagi," ucap Nicho ketika melihat wanita itu menutup kembali kotak makanan di tangannya.

"Aku tidak lapar, Nicho."

"Apa kau ingin memakan sesuatu yang lain?"

Anna menggeleng.

"Jika kau seperti ini terus, kau akan sakit, Anna. Pikirkan Dave, kau harus menjaga kesehatanmu," ucap Nicho sembari menenggak botol minuman yang sudah terbuka di tangannya.

Anna menoleh ke arah pria di sebelahnya, "Berikan padaku juga," ucapnya menjulurkan tangan ingin merebut botol wine itu.

"Tidak," Tolak Nicho tegas.

"Ayolah Nicho, sedikit saja."

"Tidak Anna. Perutmu belum terisi apapun. Aku memintamu makan tapi kau malah ingin minuman ini? Tidak, aku tidak mengizinkan."

Anna merungut kesal.

"Habiskan itu," seru Nicho sembari menggerakkan ujung dagunya, seolah menunjuk ke arah kotak makanan di tangan Anna.

"Tidak, aku tidak lapar."

"Baiklah, aku akan menyuapimu."

Refleks Anna berdiri dari posisinya. "Nanti, Aku akan memakannya jika lapar."

"Janji?"

Anna mengangguk.

"Baiklah. Kalau begitu duduklah kembali," ucap Nicho lagi sembari menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya, perlahan Anna kembali ke posisinya semula.

Setelahnya hanya ada keheningan. Baik Anna maupun Nicho, keduanya tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.

Hingga beberapa puluh menit berlalu, Nicho berdehem pelan. "Minggu depan aku akan berangkat ke Australia."

Pernyataan tiba-tiba Nicho membuat Anna segera menoleh ke pria itu. "Australia?"

"Aku memiliki beberapa urusan di sana," balas Nicho. Nada suaranya terdengar sedikit enggan.

"Berapa lama?" tanya Anna.

"Mungkin sekitar dua sampai tiga bulan? Entahlah, jika urusanku selesai, aku akan kembali secepat mungkin."

"Kalian tidak masalah jika kutinggal sebentar?" tanya Nicho lagi.

"Aku bisa menjaga diri juga Dave, kau tidak perlu mengkhawatirkan kami," jawab Anna. "Pergi selama itu, apakah tidak masalah dengan perusahaanmu?" tanyanya lagi.

"Ku harap begitu. Lagipula apa yang ingin aku lakukan di sana juga demi perkembangan perusahaanku. Kau tahu sediri bukan, perusahan yang baru berkembang seperti milikku perlu melebarkan sayapnya agar bisa bersaing dengan perusahaan besar lainnya," jelas Nicho menghela napas dalam-dalam.

"Kau ingin membuka cabang di sana?"

Nicho mengangguk mengiyakan. "Jangan khawatir, jika memiliki waktu kosong, aku akan pulang walau hanya sehari."

"Tidak perlu. Kau fokus saja dengan urusanmu. Selesaikan lalu pulang. Jangan sampai aku dan Dave menjadi penghalangmu."

"Sudah aku katakan berhenti beranggapan seperti itu, Anna. Aku tidak suka."

"Aku yang memintamu tinggal di sini, bersamaku. Semata hanya karena ikhlas membantumu. Lagipula aku juga tidak suka tinggal sendirian di rumah sebesar ini," tambah Nicho lagi, nada suaranya terdengar sangat berbeda dari sebelumnya.

"Ma-maafkan aku."

"Itu juga. Aku tidak suka mendengar kata itu darimu."

Seketika Anna terdiam, tak tahu harus mengatakan apa.

"Aku akan menyewa babysitter untuk membantumu mengasuh Dave," ucap Nicho ketika tidak mendapat respon dari wanita itu.

"Tidak, ak…"

"Dan aku tidak menerima penolakan Anna. Apa susahnya menerima niat baik dariku?" ucap Nicho memotong ucapan wanita itu.

"Selama aku pergi, aku tidak ingin kau kerepotan, apalagi jika terjadi sesuatu padamu dan Dave. Aku tidak ingin kau kelelahan dan jatuh sakit, begitupula dengan anak itu," tambahnya lagi.

"Aku juga akan menyewa guru private untuknya. Dan kamu jangan menolak. Aku melakukannya untuk Dave, bukan untukmu."

Anna ingin merespon namun gagal, setiap kali ia ingin membuka suara, pria itu selalu mendahuluinya membuatnya seketika kehabisan kata-kata.

"Mengenai keperluanmu, aku akan mengirim uang setiap minggu padamu."

"TIDAK!" Seketika Anna bersuara lantang, menolak dengan tegas. "Kau sudah memberikan banyak hal padaku, Nic. Tidak hanya itu, kau juga tidak membiarkanku melakukan apapun," tambahnya lagi.

Kening Nicho berkerut samar, "Jang…"

"Jangan menolak? Tidak Nicho. Untuk urusan keperluanku selama kau pergi, itu akan menjadi urusanku sendiri," kini giliran Anna yang memotong ucapan pria itu.

"Kau kira aku merasa nyaman ketika terus saja menerima bantuanmu? Kita tidak memiliki hubungan apa-apa, Nicho. Dan bahkan kita hidup bersama dalam satu atap selama beberapa tahun. Memberiku tumpangan dan hidup di rumah ini selama itu sudah lebih dari cukup bagiku."

"Dan sebelumnya aku sangat berterima kasih padamu. Sesuai dengan keinginanmu, aku tidak akan menolak semua bantuanmu yang kau sebutkan tadi, kecuali yang satu ini," tambah Anna lagi.

Menenggak botol minuman di tangannya, Nicho kemudian menoleh ke arah Anna, "Kau merasa tidak nyaman seperti itu karena kita tidak memiliki hubungan apa-apa, bukan? Kalau begitu kita menikah saja," ucap Nicho menatap Anna serius.