Daisy menahan erangan saat denyutan nyeri kembali menyerang kepala nya, jika biasa nya rasa sakit yang seakan mencekik nya itu muncul pada malam hari, kini sial bagi nya karna rasa itu hadir di tengah kegiatan belajar di sekolah.
sedari tadi, pena dengan warna pink berhias kepala salah satu anggota BT21 itu menjadi korban pelampiasan rasa sakit nya.
keringat dingin semakin membanjiri namun selalu cepat Daisy sapu dengan tangan nya, di bandingkan dengan menahan sakit, Daisy lebih terlihat seperti seseorang yang tengah menahan panas nya udara.
tentu, jika tidak memperhatikan keadaan wajah Daisy yang kini mulai pucat pasi.
manik gadis itu menengok pada jam yang melingkari pergelangan nya, kurang lima menit lagi, waktu istirahat pertama akan tiba.
ia mendesah dengan tangan yang saling meremas, mengapa rasa nya waktu tak juga berjalan, seperti ia tengah menunggu seharian.
manik nya melirik kursi di sebelah nya yang kosong, entah kenapa sisi hati kecil nya merasa kecewa atas ketidak hadiran lelaki pemilik kursi samping nya.
"Kerjakan tugas harian halaman 76--80 di buku paket, di kumpulkan saat pertemuan selanjut nya, Sampai sini ada yang perlu di tanyakan?"
Daisy mendesah dalam hati, begitu bersyukur karna guru di depan mengakhiri mata pelajaran nya meskipun bel istirahat belum juga terdengar.
sedetik saat langkah kaki berbalut sepatu pantofil hitam itu keluar dari kelas, Daisy tak membuang waktu kembali untuk beranjak dan melangkah secepat mungkin menuju toilet terdekat.
Brak..
Pintu toilet tak sengaja ia tutup dengan keras, ia duduk meringkuk di atas kloset dengan tangan yang memeluk diri nya sendiri.
luapan kesakitan berwujud air mata tak lagi ia tahan untuk keluar.
rasa nya sakit, benar benar sakit, hingga Daisy tak tahan untuk tak menjambak rambut nya sendiri.
tuhan.. kenapa sesakit ini?
ia semakin meringkuk kan badan saat sakit itu semakin menghantam, sampai sebuah gejolak yang terasa ingin keluar membuat nya dengan cepat turun dan membuka kloset, memuntahkan cairan bening yang membuat rasa pahit hadir di tenggorokan.
Daisy menahan suara sesenggukan agar tak terdengar, rasanya begitu menyiksa, terlebih rasa dingin yang harus ia tahan mati matian.
di rasa gejolak di perut nya mulai reda, ia menekan tombol push dan kembali membawa tubuh nya duduk di atas permukaan datar benda di samping nya.
kali ini tak lagi membawa kaki nya meringkuk meskipun sakit di kepala nya tak juga mereda.
ia lemas, seakan tak mempunyai tenaga hanya untuk mengangkat satu anggota badan.
nafas nya menderu dengan sesekali ringisan yang keluar, beberapa saat kepala nya terasa lebih ringan, ia tersenyum tipis berharap rasa sakit itu akan segera hilang.
namun sesuatu yang ia rasakan mengalir pada lubang hidung nya, membuat dua manik indah yang sedari tadi tersembunyi itu mulai terbuka.
tangan nya dengan bergetar berusaha ia angkat, menyentuh rasa hangat yang sedikit demi sedikit terjun menuju bibir nya.
dan cairan kental berwarna merah yang ia lihat di ujung jari nya tanpa sadar membuat nya menahan nafas.
Darah?
manik nya mengerjap dua kali, tanpa memperdulikan kondisi tangan nya yang masih bergetar ia menyapu cairan itu dengan kasar.
gulungan tisu di samping nya dengan rakus ia tarik, menyapu darah yang hampir menetes karna masih bisa ia rasakan terus keluar.
kali ini tangisan nya tak terlihat, yang ada hanya wajah tak percaya dan gugup karna cairan pekat yang tak berhenti nya mengalir.
berhenti berhenti berhenti, aku mohon berhenti..
kata kata itu terus saja di rapalkan, sampai rasa hangat itu berhenti dengan sendiri nya bersama dengan hembusan nafas lega yang keluar.
tangan nya masih menghapus sisa sisa darah yang terlihat, berikut dengan banyak nya tisu putih bercampur kemerahan yang berceceran di lantai dengan segera ia buang.
manik nya menatap ke dua tangan nya yang jelas terlihat ada warna merah yang mengering.
tanpa fikir panjang ia beranjak meskipun dengan ke dua kaki yang lemas.
terburu buru ia membasuh kedua tangan nya pada wastafel, manik nya mendongak menatap bayangan wajah nya di cermin, manik itu tak mampu melihat dengan jelas, terlihat seperti bayang bayang yang membuat manik nya terpejam rapat.
sampai ia tau jika itu keputusan terakhir yang ia sesali, karna setelah nya, hanya ada kegelapan yang ia lihat sebelum ia rasakan tubuhnya membentur benda bidang keras yang berada di bawah nya.
Kristal mengerutkan kening saat melihat kelas yang sudah tak berpenghuni di depan nya.
ia mendapat wewenang dari seseorang untuk menjaga satu satu nya teman yang ia punya di sana.
kalian jelas tau siapa itu, si murid baru yang sudah menjadi tranding topic kemarin karna kedekatan nya dengan Arshaka.
seingat nya ini masih berlalu dua menit dari waktu bel istirahat terdengar, namun kelas yang terkenal dengan siswa berprestasi nya itu sudah kosong menyisakan tas tas yang tergeletak rapi di atas bangku nya.
manik nya mengedar, sejurus kemudian memicing karna mendapati satu lelaki di pojok kelas tengah membaca sebuah buku yang menutupi wajah nya.
dengan berani ia melangkah, membuat dehuman keras hingga lelaki itu menurunkan buku nya.
"Lo--"
lelaki tadi memicingkan mata saat melihat seseorang yang berteriak di depan nya.
tentu, Kristal tau siapa lelaki berkaca mata di depan nya, Bajingan kelas kakap yang menyamar menjadi Fake Nerd merambah sebagai murid kesayangan.
Cih.. Bajingan satu itu, kenapa Kristal harus menemui nya sekarang.
"kenapa? gue semenarik itu buat lo sampai lo ngikutin gue kesini?"
What The hell..
Kristal menggeleng kepala, menyunggingkan senyum sinis yang teramat kentara karna kepercayaan diri lelaki di depan nya.
"seandainya gue tau lo disini, Di luar gempa pun, gue gak akan sudi masuk ke ruangan yang sama, sama lo"
kekehan mencemooh kali ini terdengar dari lawan bicara nya, Kristal menggeram dalam hati.
"jelas, cuman orang bodoh yang waktu gempa ada di dalem ruangan"
"Lo--"
"Lo yang datengin gue dulu dan lo yang marah marah, apa maksud lo sebenernya?"
Kristal terdiam dengan nafas memburu, jangan lupakan ke buju buku jari nya yang memutih karna terlalu erat mengepal.
Emosi nya memuncak seiring dengan kilas kejadian yang menimpanya beberapa bulan lalu, embun itu hadir, membingkai manik kehijauan yang miliki.
"Gue. Benci. Sama. Lo. Gala"
satu kalimat penuh penekan, menjadi pemisah ke dua insan itu siang ini. Kristal pergi dengan langkah cepat nya, dan lelaki yang di panggil Gala hanya bisa memandang dengan binar sendu nya, sebelum senyum pahit perlahan tercipta dengan sendiri nya
Kristal tak pernah merasa semarah ini kepada orang lain selama hidup nya, meskipun pada kenyataan nya ia sering mendapat cibiran dari orang orang mengatai nya sombong namun ia memilih masa bodoh dengan itu.
namun tidak dengan satu orang yang benar benar di benci nya selama ini, orang yang menjadi kenangan terburuk selama ia mengenal nya.
langkah nya menuju kearah Toilet terdekat, ia ingin melampiaskan emosi nya, sekaligus menenangkan diri nya sebelum benar benar kehilangan kendali.
Namun keberadaan gadis yang sedari tadi di cari nya dengan keadaan yang tak pernah sekalipun ia fikirkan membuat manik nya membulat.
rasa marah bercampur kecewa yang sedari tadi hadir berlalu cepat tergantikan rasa Khawatir yang begitu kentara.
"Kar.. kara, Hei.. lo kenapa, Kara bangun.. Astaga.." Kristal menutup mulut saat manik nya menangkap cairan merah yang mengalir dari hidung gadis yang saat ini masih tak sadarkan diri.
dengan tangan bergetar ia membawa kepala Daisy pada pangkuan nya, disusul dengan gerakan mengambil ponsel dengan gerakan cepat.
satu nomor di layar ponsel dengan cepat ia tekan, membuat sambungan otomatis yang terjawab pada detik ke dua.
"Kak, Kara.. aku nemu d pingsan Di Toilet--"
Tut.
Dan Kristal yakin, tak sampai sepuluh menit kemudian, lelaki yang di panggilnya itu akan datang dengan segala sumpah serapah nya.