Cerita diawali dengan seorang pemuda dengan latar kota besar tersembunyi di negara Korea Selatan. Kota besar tersembunyi itu bernama kota Daegam, kota besar modern dengan teknologi yang canggih dan futuristik. Kecanggihan teknologinya tidak perlu disandingkan dengan teknologi negara besar lain, dikarenakan betapa majunya peradaban di kota itu hingga mampu memproduksi kebutuhannya sendiri. Seakan kota itu tidak membutuhkan bantuan dari kota atau negara mana pun untuk menopang kebutuhan ekonomi di dalam kotanya.
Seorang pemuda berumur 23 tahun yang tinggal seorang diri di sebuah apartemen di kota Daegam memiliki tujuan kedatangannya, yaitu untuk melanjutkan kuliahnya di kota tersembunyi itu. Malam itu, angin berembus kencang menyelimuti sekujur tubuh pemuda tersebut melewati celah-celah pakaian. Pemuda itu sedang berdiri di luar gedung kampusnya. Ia barusan saja keluar dari gedung kampus dan berencana untuk berjalan kaki pulang ke apartemennya. Sayang sekali, hoverboard miliknya rusak karena suatu alasan, sehingga ia mau tidak mau harus pulang berjalan kaki. Pemuda itu juga tidak bisa menaiki bus gantung dikarenakan ia meninggalkan kartu layanan umumnya. Bus yang hanya dimiliki kota Daegam, sebuah bus yang digantung pada pipa yang menjalar ke seluruh kawasan kota di langit. Bus itu disebut orang-orang sebagai "bus gantung".
Tepat pada saat ia mulai menapakkan kakinya, tiba-tiba sesuatu yang dirasakan dan didengar oleh Kyo Seung, membuatnya berhenti berjalan. Pemuda tersebut menoleh ke kiri, tidak ada siapa pun di sana melainkan jalan setapak menuju taman kampus dengan lampu-lampu taman mengitari jalanan itu. Sudah pukul 22.30, sedikit mahasiswa yang menetap di kampus sampai malam. Bukan karena mereka merasa bahwa mereka harus pulang sebelum tengah malam, melainkan ini adalah kota Daegam. Entah sudah berapa jumlah kejahatan yang telah terjadi pada malam itu. Kembali ke Kyo Seung, ia menunjukkan wajah serius. Ia segera berlari ke arah sumber yang dirasakan aneh oleh Kyo Seung, dan tidak ada siapa pun atau apa pun yang berada di sana. Kyo Seung terdiam. Ia lanjut berjalan lurus memasuki bagian taman kampus, dan ia menuju ke tempat yang paling gelap.
Kota Daegam dengan suhu yang cukup rendah, yaitu 18°, menyebarkan aura dingin sekaligus membuat seseorang merinding dari seluruh bagian kota Daegam. Di setiap jalan trotoar, selalu terjadi tindakan kriminal. Entah itu pencurian, penculikan, pelecehan, dan lain sebagainya. Polisi di kota Daegam tidak berjumlah banyak dibanding dengan pelaku kriminal di kota tersebut, para polisi sering kali kewalahan menghadapi kasus kriminal tiap menitnya.
"Bagaimana posisimu, Tora?"
"Sedang menunggu mereka keluar dari gedung"
"Baik, tetap perhatikan arah jam sepuluh. Jika butuh bantuan, kau tahu harus bagaimana"
Kyo Seung bercangkung di tepi suatu gedung. Ia memerhatikan bank yang ia perhatikan di hadapannya. Dari jarak yang jauh, Kyo Seung melihat banyak orang-orang merendahkan tubuh mereka, mereka menundukkan kepala dan panik melalui jendela besar di bank. Sekitar lima pencuri bertopeng bahan rajut berwarna kelabu sedang menodongkan pistol ke pegawai bank agar segera menyerahkan uang simpanan bank. "Seharusnya sekarang polisi sedang berlalu cepat menuju bank yang sedang dirampok sekarang, namun sepertinya mereka akan datang sekitar 20 menit" batin Kyo Seung dengan mata yang tertuju pada para perampok tersebut. "Gom-Hong, aku akan beraksi sekarang" ucap Kyo Seung serta menekan tombol pada alat komunikasi yang dipakai di telinganya.
"Tunggu sebentar, jangan beraksi terlebih dahulu―Ah, kau sudah beraksi sekarang"
Mengabaikan temannya yang bernama samaran "Gom-Hong", Kyo Seung langsung terjun ke bawah. Ia akan menggunakan grappling hook gun untuk terjun dari gedung yang berjarak sekitar 20 meter dari tanah dengan aman. Dengan cepat, ia menembakkan grappling hook gun-nya ke tembok gedung bank, lalu ia menarik tuas kecil untuk menarik dirinya mendekat dengan arah kail yang tertembak. Lalu setelah Kyo Seung menapakkan kakinya ke tanah ia segera berlari ke bagian depan bank, memasuki bank melewati pintu kaca besarnya melakukan hal yang selalu ia lakukan setiap malamnya.
WHAM! Sebuah kepalan tinju memukul wajah salah satu perampok, dilanjut dengan pukulan kedua pada bagian tangan pergelangan tangan kanan perampok tersebut yang sedang membawa pistol. Lalu, diikuti dengan perampok lainnya yang mulai menodongkan pistol kepada Kyo Seung. Dengan gerakan menyeret ke tanah untuk mengambil pistol yang dijatuhkan salah satu perampok yang telah terpapar tersebut, Kyo Seung langsung menembakkan peluru ke tangan salah satu dari keempat perampok. Perampok yang tertembak tangannya itu menjatuhkan pistolnya dan menjerit kesakitan, lalu perampok lainnya mulai menembakkan pelurunya ke Kyo Seung. Kyo Seung mengelak dari semua peluru yang ditembakkan padanya, beruntung ketiga perampok tersebut payah dalam menembak, Kyo Seung tak perlu risau tertembak. Setelah ketiga perampok tersebut kehabisan peluru untuk ditembakkan, Kyo Seung langsung berlari dan menendang kepala perampok yang sedang berdiri di tengah, lalu ia memukul pada pipi perampok yang berdiri di sebelah kanan, dan menendang dada perampok yang tersisa dengan kaki kirinya.
"Beres" kata Kyo Seung sambil melemparkan pistol yang ia bawa ke sembarang tempat. "Aku harus pergi sekarang, pakaian vigilante ini belum kucuci sejak kemarin, harus segera kucuci. Sampai jumpa!" Kyo Seung menarik kerah bajunya dan berlari melewati beberapa orang yang telah mereda rasa paniknya. Ia kabur dari bank dengan grappling hook gun dan berlari di atas gedung-antar-gedung ke arah timur.
Selagi berlari, Kyo Seung menarik-narik lagi kerah bajunya. Ia memang seharusnya mencuci pakaian vigilante-nya agar tidak gatal saat dipakai. Ini sudah keempat kalinya ia memakai pakaian tersebut. Kyo Seung memakai turtleneck hitam tipis dengan luaran jaket ber-hoodie yang lengannya pendek, lalu ia memakai celana jeans selutut dan dipadu legging hitam di bagian dalamnya. Ia memakai sepatu, dan juga memakai sabuk dengan banyak saku yang cukup untuk diisi berbagai macam senjata kecil dan peluru yang ia sebut sebagai utility belt.
Gom-Hong mendesah kesal. "Hah...kau menembak tangan salah satu perampok itu ya? Aku jadi turut prihatin kepada perampok itu"
Kyo Seung menekan tombol kecil pada alat komunikasinya. "Kalau mau, kau bawakan saja makanan untuknya" ujar Kyo Seung kepada temannya dengan nada mengejek.
"Diam kau"
Kyo Seung terkikik kecil, ia memang suka menggoda temannya yang satu ini. "Aku akan pulang sekarang, malam ini aku harus mengerjakan tugas kuliahku. Apakah ada tanda kriminal di jalur pulangku?"
"Sebentar, akan kutelusuri..." Gom-Hong memeriksa komputernya, mengetik-ngetik sesuatu dan ia menggesek-gesekkan mouse-nya. "Aku tidak menemukan tanda kejahatan, namun ada sekelompok polisi yang sedang―"
"Sebentar, aku melihat seseorang di sana"
"Di sana? Di bagian mana?"
Kyo Seung melihat seseorang memakai hoodie hitam dengan masker kain berwarna hitam, orang itu juga memakai celana jeans selutut berwarna biru muda sedang membawa sebuah boks kontainer berwarna hitam. "Gom-Hong, aku akan kembali sebentar lagi" ucap Kyo Seung selagi memutus hubungan alat komunikasinya.
"Tora!―" suara Gom-Hong terputus ketika komunikasi diputus oleh Kyo Seung.
Kyo Seung berjongkok sembari terus memerhatikan orang yang mencurigakan tersebut. Orang itu berjalan membawa boks kontainer ke gang kecil yang gelap. Jelas-jelas, gang kecil itu jarang dilewati orang-orang. Tidak ada tempat pembuangan sampah di gang itu, jadi pasti orang mencurigakan itu sedang berusaha menyembunyikan boks tersebut. Kyo Seung turun dari atas gedung dengan grappling hook gun-nya, ia turun dengan perlahan dan berusaha agar tidak ketahuan. Orang mencurigakan itu memasuki gang kecil tersebut. Kyo Seung langsung beraksi mengikuti orang tersebut, ia menyiapkan jamnya yang terdapat senter untuk menerangi seisi gang kecil. Kyo Seung berjalan dengan perlahan, membelakangi orang mencurigakan tersebut. Saat itu cahaya hanya bersumber dari bulan, jadi di gang kecil tersebut minim pencahayaan dan hanya mengandalkan cahaya dari bulan. Walau susah melihat, Kyo Seung masih bisa mengikuti orang mencurigakan tersebut dengan melihat celana jeans-nya yang berwarna biru muda.
Kriit! Suara Kyo Seung menginjak daun yang entah dari mana, terdengar di telinga orang mencurigakan tersebut. Dengan sigap, Kyo Seung langsung bersembunyi dengan berjongkok di tepi gang kecil yang gelap. Orang mencurigakan itu membalikkan badannya, ia memeriksa apakah ada orang di belakangnya. Setelah semua aman, orang itu kembali berjalan. Ia meletakkan boks kontainer hitam ke tepi gang sempit sebelah kanan, dan menaruhnya ke tempat tergelap di gang kecil yaitu yang terkena bayangan boks-boks besar yang dibuang oleh orang-orang sekitar, di bagian kanan gang kecil.
Setelah orang mencurigakan tersebut meletakkan boks kontainer hitam yang ia bawa, ia menoleh ke kiri dan kanan, lalu ia berlari keluar dari gang kecil. Kyo Seung yang masih bersembunyi langsung keluar dari persembunyiannya, ia mendekati boks kontainer hitam yang diletakkan oleh orang tersebut, dan ia mencium bau menyengat yang berbau seperti bangkai tikus. Kyo Seung mulai merasa tidak enak, firasatnya mulai terangsang hawa negatif. Dibukanya boks kontainer hitam tersebut, dan bau bangkai yang menyengat semakin menusuk ke dalam indra penciuman. Dua bungkus keresek hitam besar terdapat dalam boks kontainer tersebut. Kyo Seung membuka simpul yang diikat pada salah satu bungkus hitam tersebut, lalu ia mengintip isi dari bungkusan tersebut.
Kyo Seung langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ia merasa mual dan tubuhnya gemetaran. Kyo Seung segera mengambil penutup boks kontainer tersebut, namun belum dua detik berlalu dan suara sirene polisi tiba-tiba muncul. Kyo Seung langsung menoleh ke kanan, dan ia melihat dua mobil polisi menghalangi jalan masuk gang kecil tersebut, saat ia menoleh ke kiri, jalan keluar gang tersebut juga diblok oleh dua mobil polisi. "Sial, mereka sedang membuntuti orang mencurigakan itu, toh?"
"Berhenti di sana dan angkat tanganmu!" seru salah satu dari para polisi yang keluar dari mobil polisi. Para polisi spontan menodongkan pistol ke arah Kyo Seung.
Hati Kyo Seung berdegup kencang. Ia sedang berusaha untuk tidak panik. Ia melirik ke segala arah untuk mencari jalan keluar dari sergapan para polisi.
Saat suasana semua orang di dalam gang kecil itu tegang, polisi menodongkan pistolnya, dan Kyo Seung mengangkat kedua tangannya, inspektur pimpinan kepolisian keluar dari salah satu mobil polisi dari jalan masuk gang kecil. Kyo Seung tak dapat melihat wajah inspektur tersebut karena ia sedang menghadap boks kontainer hitam. Kyo Seung menoleh ke atas, dan para polisi langsung sigap menyiapkan senjatanya.
"Tunggu" ucap inspektur tersebut kepada para polisi. Inspektur tersebut berjalan, mendekati Kyo Seung. Kyo Seung dapat mendengar suara inspektur yang sedang berjalan menghampirinya. Lalu secercah harapan muncul, Kyo Seung ingat bahwa gedung yang ada di belakangnya memiliki tinggi lima meter, yang di mana ia bisa menggunakan grappling hook gun untuk kabur. Tanpa basa-basi lagi, Kyo Seung langsung membalikkan badan ke belakang, dan menggunakan grappling hook gun, menembakkannya ke atap gedung yang ada di hadapannya.
"Dia kabur!" teriak salah satu polisi. Para polisi menembakkan peluru ke Kyo Seung. Inspektur yang melihat Kyo Seung ditarik ke atas dengan bantuan grappling hook gun langsung sigap berlari ke mobil polisi yang ada di belakangnya. Ia langsung menyalakan mesin mobil tersebut dan mengemudikan mobilnya ke arah barat.
.
Kyo Seung menapakkan kakinya di gang sempit yang diapit oleh dua gedung lama yang sudah ditelantarkan. Tak terlalu jauh dari gang kecil tempat ia disergap oleh para polisi, Kyo Seung tak memedulikan hal itu. Ia tak mau kabur terlalu jauh dari apartemennya. "Aku terpaksa harus memutar saat pulang nanti" ucap Kyo Seung sembari melepas masker kain hitamnya. "Aku lelah berlari terus-terusan"
Kyo Seung menekan tombol pada alat komunikasinya, ia tersambung dengan temannya Gom-Hong. "Gom-Hong, tadi aku ada masalah. Tadi para polisi menyergapku, untungnya aku bisa kabur dari mereka"
"Kau ini! Aku telah menyuruh banyak teman kita untuk pergi ke lokasimu. Pasti sekarang mereka sedang ke sana. Aku akan langsung memberitahu mereka sekarang sebelum mereka tiba di lokasi itu"
Tiba-tiba, koneksi dengan Gom-Hong diputus olehnya. Kyo Seung menyandarkan tubuhnya ke tembok. Ia meringis kesakitan sembari memegangi lengan kiri atasnya. Lengannya tergores peluru. Walau hanya tergores, lukanya bisa dibilang cukup besar dan luka itu terasa sangat perih. Darah mengalir banyak dari lukanya, dan Kyo Seung lupa membawa kebutuhan medis yang biasa ia simpan di utility belt-nya.
Tiga menit berlalu, dan Kyo Seung duduk dengan tubuh masih tersandar di tembok. Ia masih menahan luka goresnya yang terus mengeluarkan darah. Kondisi tubuh Kyo Seung mulai memburuk.
"Tora? Kau masih di sana?"
Kyo Seung mulai terengah-engah. "Ya aku masih di sini"
"Kau tidak langsung pulang?"
"Aku menunggu daerah di sekitar apartemenku bebas dari polisi"
"Kau terdengar kurang sehat. Apakah kau terluka?"
"Tidak. Aku tidak terluka. Aku hanya mengantuk"
"Baiklah, kalau begitu lebih baik kamu―"
"Angkat tangan Anda di sana"
Kyo Seung tersentak kaget dan langsung berdiri. Ia berusaha untuk tidak panik lagi. Ia tidak mengenal suara orang itu. Ia ingat jelas suara inspektur pimpinan kepolisian Daegam yang sering menangkap basah dirinya, ini bukanlah suara inspektur pimpinan kepolisian yang biasa. Orang tersebut sedang berdiri tak terlalu jauh dari dirinya. Ia berdiri tepat di depan jalur masuk gang sempit tersebut. "Lebih baik Anda berhenti memberontak dan menurut kepada―"
Kyo Seung secara spontan menoleh ke arah orang tersebut saat ia tidak memakai maskernya. Orang itu memakai seragam polisi dengan banyak lencana yang tertempel di seragamnya, perawakannya sangat gagah. Orang tersebut juga terkejut sama halnya dengan Kyo Seung sendiri.
"Michio?"
Kyo Seung terbelalak. Ia terdiam dan ia mulai gugup ketika melihat wajah inspektur tersebut. "S-Shinsuke?" ucapnya dengan gagap.
Orang yang disebut Shinsuke oleh Kyo Seung itu terdiam. Ia menghampiri Kyo Seung yang ia sebut "Michio" tadi. "Kau...ada di sini, selama ini?"