webnovel

Berdarah

Pernah kah kalian mendengar pepatah orang mengatakan bahwa cinta itu bagaikan Ke***t. Jika ditahan bikin sakit perut. Jika di keluarkan bikin ribut.

Begitupun tentang Cinta. Jika kau menahan perasaan itu sakit hati yang kau rasa. Namun jika kau mengungkapkannya maka akan bikin ribut sedunia.

Seperti Ardhan saat di sekolah. Meski mereka sudah resmi menjadi sepasang kekasih selama dua bulan ini, masih saja membuat seantero sekolah riuh dibuatnya. Bagaimana tidak, pasangan dua sejoli itu semakin hari semakin lengket saja. Siapapun yang melihatnya pasti akan iri dengan pasangan baru itu.

Dan lagi Fira masih saja belum menerima kedekatan Ardhan dan Anaya. Meski begitu sampai sekarang sepertinya Ardhan tak melihat tanda-tanda Fira bikin ulah lagi pada Anaya. Lagi pula sekarang Ardhan lebih sering berdua dengan Anaya, sehingga mungkin Fira tak ada kesempatan untuk berulah lagi pada Anaya.

Hari ini semua anak kelas tiga pulang cepat karena hanya mengerjakan soal-soal try out guna menghadapi Ujian Nasional kelak. Ardhan segera berlari menuju kelas Anaya. Dia begitu riang karena waktu untuk berdua dengan pacarnya bisa lebih banyak karena sekarang jam sekolah telah usai.

Ardhan melihat Anaya dari kaca jendela kelas. Anaya duduk sendiri dengan posisi menunduk bagai orang tidur. Ardhan tersenyum hendak mengejutkan Anaya. Tapi dia urungkan karena mungkin akan terlalu mengagetkan Anaya nantinya.

"Chagi yaaa.. Jalan yuk?" ajak Ardhan. Namun Ardhan tak melihat tanda- tanda Anaya mau menjawab sapaannya. Ardhan mengelus puncak kepala Anaya. Mungkin saja Anaya benar-benar tertidur. Emang ngantuk banget yah? Sampai-sampai aku panggil kok gak nyahut si? Batin Ardhan sendiri.

" Chagi ya.. bangun dong? Aku nungguin loh dari tadi." Ardhan mengguncang lengan Anaya pelan. Mulai sedikit ada pergerakan dari Anaya. Ardhan tersenyum.

"Nay... Pulang yuk? Kita jalan bareng yaa?" ajak Ardhan lagi.

Anaya mengangkat kepalanya dan berusaha menoleh ke arah Ardhan. Namun Ardhan terkejut saat melihat Anaya yang sepertinya sedang tidak baik-baik saja. Anaya terlihat sangat pucat. Wajahnya penuh dengan peluh dan keringat.

"Chagi... kamu gak papa kan sayang?" tanya Ardhan panik.

"Ardhan, aku gak papa kok. Kamu pulang duluan yah. Nanti aku pulang sendiri aja, please?" pinta Anaya memelas dengan wajah menahan sakit.

"Gak papa gimana? Kamu sakit Nay! Aku gak mungkin biarin kamu sendiri disini! " sanggah Ardhan yang sudah menekuk lututnya untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Anaya.

"Gue gak papa, Dhan! Please lo pulang aja ya?" ucap Anaya lagi dengan nada dingin yang entah kenapa membuat Ardhan tak suka mendengarnya.

"Nanti ada Fani sama Icha yang nemenin gue pulang. Please! Lo pulang duluan aja yah?" pinta Anaya lagi yang membuat Ardhan mendengus kesal.

"Kamu kenapa si Nay?!" tanya Ardhan agak meninggikan suara. Sudah jelas Ardhan tak suka Anaya yang seperti mengusirnya. Apa lagi Anaya mengganti panggilannya dengan kata 'gue' lagi.

" Gue juga bisa anter lo pulang. Biasanya juga gitu kan? Lo lagi sakit kayak begini masa gue ninggalin lo?" Ardhan marah, sampai tak terasa mengubah panggilannya lagi dengan elo gue seperti yang dilakukan Anaya.

Kedua teman Anaya datang menghampiri Ardhan dan Anaya. Tapi mereka bungkam tak mengatakan apapun pada Ardhan. Fani dan Icha justru membenarkan perkataan Anaya agar Ardhan pulang lebih dulu.

"Dhan, mending lo pulang duluan deh. Biar Anaya balik sama gue sama Icha," ucap Fani tiba-tiba.

"Kalian kenapa pada ngusir gue si? Heran deh! Anaya tuh pacar gue . Kenapa kalian gak bolehin gue anter pacar gue pulang?!" Ardhan mulai marah. Tak mengerti dengan semua ini.

"Udah, Nay! Ayok pulang sama gue aja." Tiba-tiba Ardhan segera meraih tangan Anaya untuk memapahnya pulang. Namun Anaya segera menepis tangan Ardhan. Tapi sayang Anaya terlalu lemah karena menahan sakit yang tak terkira rasanya, hingga Anaya terjatuh dan tiba-tiba mengalir darah dibawah badan Anaya. Anaya pingsan.

"Anaya!!!" teriak Ardhan, Fani, dan Icha bersamaan. Ardhan merasa bersalah.

Ardhan hendak menggendong Anaya ke UKS. Tapi dilarang Icha.

"Anaya kan tadi udah nyuruh lo pulang kan?!" teriak Icha pada Ardhan.

"Lo gak liat pacar gue pingsan? Biarin gue yang bawa ke UKS dulu. Nanti aja lo marah-marahnya. Sekarang bantu gue bawa Anaya ke UKS dulu!" Perintah Ardhan segera. Fani dan Icha mau tak mau menurut saja. Karena tak ada cara lain lagi.

Ardhan membopong tubuh mungil Anaya ke UKS. Saat melewati anak-anak yang berlalu lalang mereka memperhatikan Ardhan yang berlarian membawa Anaya. Dan rok Anaya tercetak jelas ada darah disana. Anak-anak perempuan yang lewat langsung menutup mulut karena kaget. Dan mulai terdengar bisik-bisik tak enak di telinga Ardhan.

"Hah? Anaya kenapa? Kok berdarah?"

"Astaga!! Anaya?? Apa dia keguguran?"

"Itu darah apa ya?"

"Darah haid kali? Atau jangan-jangan keguguran?"

"Jangan-jangan aborsi?"

Banyak sekali bisikan tak enak keluar begitu saja dari mulut-mulut manusia yang tak berakhlak itu. Dan yang terakhir dia mendengar apa tadi? Keguguran? Aborsi? Astaga Mulut mereka seperti tak pernah bersekolah.

Ardhan menggeram marah karenanya. Sejenak dia berhenti. Dan menoleh ke arah anak-anak yang berbisik-bisik itu.

"Please ya!! Jangan suka berasumsi sendiri. Kalian belum tahu apa yang sebenarnya terjadi, jadi jangan membuat asumsi yang tidak bersumber dari hal yang sebenarnya. Sekali lagi gue denger kalian bicara yang tidak-tidak gue kasih pelajaran kalian semua!!!" Marah Ardhan pada semua anak yang mematung mendengar kemarahan Ardhan.

Lalu Ardhan segera masuk ke dalam UKS membaringkan gadisnya diatas kasur yang tersedia di sana. Lalu memanggil petugas kesehatan sekolah. Untuk segera memberi penanganan pada Anaya. Ardhan kaget saat melihat tangan kanannya berlumuran darah. Bau anyir tercium dari sana. Ardhan jadi terpikir apa yang diucapkan anak-anak diluar tadi. Ardhan segera menggelengkan kepala meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja.

Dibalik pintu berdiri Fira menyeringai iblis. Baginya ini kesempatan baik untuk memperburuk suasana hati Ardhan.

"Kenapa Dhan? Lo takut kalau apa yang dikatakan anak-anak bener?" Fira berkata sambil mendekati Ardhan. Dengan senyum evil nya dia sengaja memanas-manasi Ardhan. Berharap Ardhan percaya dan meninggalkan Anaya.

"Bagaimana kalau ternyata cowok Anaya itu bukan cuma kamu aja? Bagaimana kalau Anaya punya hubungan yang lebih dari sekedar pacar? Wah kasian banget pasti kamu," sindir Fira lagi. Lalu meninggalkan Ardhan dengan semua pikiran yang bergelayut dalam otaknya.

Ardhan menepis semua pemikiran yang tak masuk akal baginya. Lalu berlalu untuk mencuci tangannya guna menghilangkan bau anyir di sana.

Dokter sekolah memberi penjelasan bahwa Anaya baik-baik saja. Dia hanya mengalami kram atau nyeri perut yang disebabkan datang bulan.

"Emangnya setiap haid itu, pasti nyeri ya Dok?" tanya Ardhan penasaran.

"Tidak semua wanita mengalami nyeri haid. Adakalanya memang sebagian wanita mengalami nyeri haid yang tak tertahan. Karena saat haid itu dinding rahim berkontraksi lebih kencang untuk mengeluarkan sel telur yang tidak dibuahi. Akan sangat panjang kalau dijelaskan. Tapi Anaya ini akan lebih baik setelah meminum obat nyeri dari saya. Sebaiknya setelah sadar nanti segera di minumkan agar mengurangi rasa nyeri nya," ucap Dokter memberikan obat pada Ardhan

Ardhan mengangguk dan menerima penjelasan dan obat yang diberikan dokter. Ada perasaan lega yang hinggap dihatinya. Setidaknya apa yang di bicarakan anak-anak disekolah, itu semua tidak benar. Ardhan jadi merasa bersalah karena sempat berpikiran yang sama dengan anak-anak yang lain.

Ekor mata Ardhan menangkap pergerakan dari Anaya. Lalu segera menghampiri Anaya yang masih pucat pasi itu.

"Chagi? Ini dimana? Aku kenapa?" tanya Anaya seraya memegang perutnya yang masih nyeri.

"Gak usah banyak bergerak dulu. Kamu masih sakit. Kenapa si? Susah amat bilang sama aku kalau kamu itu lagi sakit? Segitu gak pentingnya aku buat kamu? Sampai aku diusir segala?" Omel Ardhan sembari membuka obat yang diberikan dokter dan mendudukan Anaya untuk minum obat.

Ardhan melihat raut muka Anaya yang memerah menahan malu. Mungkin kini Anaya sadar bahwa darah haid nya sudah mengalir dibawah sana. Anaya mengalihkan pandangan. Tapi Ardhan segera memahami situasinya.

"Minum obat dulu. Abis itu ganti ini ke toilet" Perintah Ardhan. Anaya memandang tak percaya.

"Tadi Fani dan Icha nitip ini buat dikasihkan ke kamu. Mereka udah pada balik karena udah dijemput. Aku udah tau kok. Kamu boleh bilang semua ke Aku. Jangan nganggap aku orang lain. Biar aku gak salah paham. Dan lagi gak usah malu! Datang bulan itu wajar dialami cewek," ucap Ardhan menjelaskan.

" Kamu keluar dulu aku mau ke toilet," pinta Anaya.

" Ya udah ke toilet aja. Aku nunggu kamu disini " jawab Ardhan tak mengerti.

"Iiih Ardhan. Aku malu. Ini udah banjir. Nunggu di luar aja," rengek Anaya lagi.

Ardhan tersenyum. Serta mengusap rambut Anaya lembut.

"Ya udah gue tunggu diluar ya? Tapi ingat gak boleh pingsan lagi. Aku khawatir tau!" kata Ardhan

Anaya hanya mengangguk lemah dan Ardhan segera keluar menunggu Anaya berganti pakaian.

Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya Anaya keluar dengan sudah berganti pakaian. Meski wajahnya masih pucat, tapi sepertinya nyeri haidnya sudah mulai berkurang.

"Pulang sekarang?" tanya Ardhan. Anaya mengangguk saja.

Anaya berjalan beriringan dengan Ardhan. Tapi tiba-tiba saja Anaya mendengar anak-anak berbisik tentangnya.

"Terus gimana itu jadinya? Darah haid atau keguguran?"

Anaya menghentikan langkahnya. Lalu mendongak menatap kearah Ardhan, karena Ardhan lebih tinggi darinya. Ardhan membalas tatapan Anaya lalu menggenggam erat tangan Anaya.

"Gak usah didengar yah. Kamu percaya aku kan? Sekalipun orang memandang kita buruk, jangan hiraukan. Oke?" ucap Ardhan menguatkan. Anaya berkaca-kaca memandang Ardhan. Lalu mereka melewati anak-anak yang berbisik yang entah apalagi. Dua sejoli itu tak menghiraukannya.

Biarkan dunia berkata apa. Yang jelas Anaya dan Ardhan tak mau menodai perasaan suci mereka dengan hal-hal yang tidak mendasar seperti yang disebutkan orang lain. Mereka berusaha untuk saling percaya. Saling menjaga perasaan satu sama lain.

Mereka hanya percaya pada diri mereka dan pada Tuhannya saja. Sudah tak perlu apapun lagi.

TBC