webnovel

Ternyata Gadis itu adalah...

Gadis tunanetra yang seumuran Ivory itu, tidak salah lagi. Dia adalah Catherine. Bagaimana mungkin ia bisa berada di sini batin Jade. Senyum yang terulas lebar tadinya sekarang seakan langsung menghilang dan bergantikan dengan kemurungan dan kekagetan di wajah Jade. Sendok yang sedari tadi dipegangnya segera terlepas dari tangannya tatkala ia menatap gadis tunanetra yang sedang berjalan menghampiri meja makan. Hal yang sama juga dialami oleh Ivory. Ia begitu terperanjat menatap gadis tunanetra yang terlihat begitu berbeda dari terakhir kalinya. Seketika sebuah perasaan bersalah muncul dalam hatinya, membuatnya berpikir apakah perbuatannya terakhir kali terhadap gadis itu yang telah menyebabkannya menjadi seperti sekarang ini. Ivory dan Jade tanpa sadar telah berdiri secara bersamaan.

"Ibu, ada tamu ya? Kok seperti ada suara orang lain?" ujar Catherine tersenyum dengan nada bicara yang lembut, seakan ia telah berubah 360 derajat dari kepribadian aslinya.

"Iya Catherine, ini ada tamu. Sepasang kekasih. Udah lama nak Jade gak pernah ke sini, tapi baru hari ini dia membawa kekasihnya ke sini. Ayo kenalan dulu nak, yang satu namanya Jade dan kekasihnya bernama Ivory," ujar Esther dengan polosnya.

"Jade? Ivory?" gumam Catherine dengan tatapan kosongnya yang tidak bisa melihat apapun disekitarnya namun ia masih mengingat bayangan kedua orang itu ketika mereka pernah berselisih sebelumnya, bahkan perpisahannya dengan Jade pun masih terpatri dengan baik didalam benaknya ketika ia ditarik paksa pergi oleh ayahnya. Kesedihan segera menghiasi wajahnya dan membuatnya terlihat ketakutan lalu segera beranjak pergi, namun tanpa sengaja kakinya menyandung kaki meja yang berada di dekat Jade, membuatnya terjatuh namun tangan pria itu telah sigap menangkap tubuh wanita itu dan menahannya agar tidak terjatuh.

"Cath…Catherine, kamu gak apa – apa?" ujar Jade khawatir.

Catherine seakan langsung mengenali suara lembut pria itu lalu segera melepaskan tangan Jade dan menjauhkan tubuhnya dari pria itu untuk segera memasuki kamar dengan langkahnya yang tertatih – tatih.

"Catherine, tunggu! Cath, kamu berhutang penjelasan padaku! Sekarang juga kamu ikut aku dan jelaskan padaku kenapa kamu bisa ada di sini dan matamu? Ada apa sebenarnya?"

"Lepaskan aku dan pergi dari sini kak! Aku gak mau ketemu dengan kalian lagi! Kalian semualah yang telah menyebabkan aku menjadi seperti ini!" suara Catherine yang begitu menggelegar ketika membentak Jade dengan sedikit isakan tangis yang menyertai getarannya segera menggema dalam ruangan kecil itu.

"Nggak! Aku gak akan pergi dari sini sebelum kamu jelasin padaku semuanya! Bu Esther, aku pinjam Catherine dulu," ujar Jade tegas seraya menarik lengan Catherine dan membuat seisi ruangan tersebut menatap dengan penuh keheranan. Ivory yang seakan bisa menangkap rasa kebingungan yang terlihat pada wajah Esther segera memberikan penjelasan mengenai hubungan antara Jade dan Catherine, hingga mereka berpisah dan baru bertemu lagi sekarang.

"Lepasin aku dan pergilah kak, jangan pernah pedulikan aku lagi dan anggap aja kita bukan saudara lagi. Kita udah punya kehidupan masing – masing dan kamu pun udah berbahagia dengan gadis itu kan? Begitu juga denganku. Aku udah berbahagia di sini."

"Ngomong apa sih kamu? Aku benar – benar gak ngerti sama jalan pikiranmu. Memangnya salah Ivory sama kamu apa? Aku udah mencarimu ke mana – mana sejak orang itu membawamu pergi. Memangnya dia membawamu ke mana dan apa yang telah terjadi? Tolong jelasin padaku Cath, aku tau hubungan kita gak pernah baik dari dulu. Tapi untuk kali ini aja kumohon padamu, maafkanlah semua kesalahanku dulu dan kita bisa kembali memulainya dari awal. Biar gimana pun aku tetap menyayangi dan mempedulikanmu, karna kamu adalah adikku satu – satunya. Aku tau aku telah lalai dalam menjagamu, tapi aku pun gak berdaya. Saat itu kamu lihat sendiri juga keadaannya seperti apa bukan? Orang itu udah membuat mama Moniq koma, lalu dia menghajarku habis – habisan dan kamu ditarik paksa pergi olehnya, kamu pikir aku harus gimana? Aku juga gak punya pilihan lain dan gak mungkin biarin mama begitu aja dalam keadaan koma Cath. Kupikir, mungkin kalo kamu ikut dengannya kamu bisa lebih bahagia dan bukankah itu adalah keinginanmu dulu? Kamu yang menginginkan kehancuran keluarga Smith hingga bekerjasama dengannya kan untuk menghancurkan mereka? Lalu kenapa kamu jadi menyalahkanku? Bukankah itu adalah pilihanmu juga?"

"Ya. Itu dulu. Dulu sebelum aku menyadari penyesalan karna telah dilahirkan dan menjadi anak seorang psikopat yang tidak punya hati, yang senangnya menyiksa anaknya sendiri untuk menuruti semua keinginannya bahkan dia berniat untuk menjualku ke sebuah diskotik dengan tujuan melipatgandakan hartanya yang telah diperolehnya dari keluarga itu. Yang dipikirkannya hanyalah balas dendam dan harta. Tapi waktu itu aku sempat melarikan diri dan menolak untuk menjadi bagian dari dunia gelap itu, namun sialnya dia berhasil menangkapku kembali dan mengurungku dalam kamar, menyiksaku terus – terusan dan waktu itu ia mendorongku kepalaku yang terus melawan hingga kepalaku membentur kaca jendela yang pecah dan belingnya yang mengenai kedua bola mataku membuat keadaanku menjadi seperti ini agar aku gak bisa melarikan diri dari hukumannya. Suatu hari, ketika dia pergi bersenang – senang dengan wanita jalang itu, aku mencari kesempatan untuk melarikan diri lagi. Aku gak tau mau ke mana dan terus berlari hingga aku bertemu dengan Bu Esther yang pada saat itu sedang mengunjungi perkotaan. Bu Esther yang melihat keadaanku yang begitu kacau dan penuh dengan luka seperti itu segera menolongku hingga akhirnya membawaku ke sini dan berkumpul dengan mereka. Aku menyesal udah mempercayainya begitu saja saat itu. Aku sangat merasa bersalah pada mama Moniq yang udah begitu baik terhadapku. Aku merasa malu udah pernah berbuat jahat pada mereka kak. Mungkin ini adalah karma bagiku," ujar Catherine yang sudah mulai berlinang air mata karena meratapi nasib dan rasa bersalahnya. Jade segera memeluk adik satu – satunya itu untuk menenangkannya. Ia tidak pernah menyangka bahwa apa yang dilalui oleh adiknya bahkan jauh lebih berat dari apa yang dilewatinya. Rasa bersalah dalam dirinya meninggalkan penyesalan yang mendalam baginya.

"Maafin aku Cath, aku gak pernah tau kalo kamu akan jadi seperti ini karna perbuatan orang itu. Kamu tenang aja, kami udah menyusun strategi untuk menghukumnya. Lalu setelah ini, apakah kamu mau kembali denganku bersama Ivory?"

"Nggak kak, aku merasa lebih aman dan nyaman di sini dan bisa berbagi kebahagiaan dengan anak – anak itu juga bisa membantu Bu Esther yang udah berjasa menolongku pada saat tergelap dalam hidupku. Mama Moniq gimana keadaannya sekarang? Apakah udah sadar dari komanya?"

"Udah Cath, mama udah sembuh meskipun waktu itu aku sempat kewalahan mengurus mama karna kekurangan biaya akibat perbuatan orang itu, hingga dua tahun terakhir takdir kembali mempertemukanku dengan Ivory yang pada saat itu sedang bersama dengan kekasihnya yang akhirnya membantuku untuk menangani biaya operasi mama. Pasca operasi, mama sempat mengalami amnesia, tapi syukurlah efeknya gak lama."

"Syukurlah kalo begitu. Jadi hubunganmu dengan dia sekarang apa? Apakah kamu masih mengharapkannya? Bukankah kamu barusan bilang dia udah punya kekasih?" ujar Catherine lirih menatap sedih nasib kakaknya yang terlihat miris karena sudah bertahun – tahun mengharapkan perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun Jade menggelengkan kepala.

"Nggak, dia udah gak bersama pria itu lagi karna pria itu udah meninggal."

"Apa? Meninggal? Kasihan sekali, memangnya karna apa?"

"Semua hal yang terjadi merupakan buah perbuatan biadab seseorang yang kamu udah tau sendiri jawabannya siapa tanpa perlu aku menyebutkannya lagi."

"Astaga, jadi orang itu yang udah menghabisi kekasihnya? Benar – benar biadab. Aku benar – benar gak nyangka akan jadi semiris itu nasibnya Ivory karna perbuatan orang itu. Brengsek. Aku benar – benar menyesali perbuatanku dulu terhadap mereka, padahal dia itu adalah gadis yang baik, mama Moniq, juga papa Enrique, mereka adalah keluarga yang baik. Tapi aku apa? Karna rasa kecemburuanku akhirnya aku malah merebut apa yang menjadi milik gadis itu dengan bangganya bahkan tanpa kusadari telah membuat gadis itu begitu menderita. Aku nyesal kak, maafin perbuatanku dulu. Bahkan aku lebih nyesal karna jujur aku gak pernah mengakuimu sebagai kakakku ketika kamu terus – terusan membela dan lebih memilih untuk menyayangi gadis itu. Aku merasa iri dengan apa yang dimilikinya kak. Maafin aku karna sempat berpikir kalo kamu gak pernah menyayangiku lagi," ujar Catherine yang kembali menangis dalam pelukan kakaknya yang tidak pernah diakuinya.

"Ya udah Cath, semuanya udah berlalu. Menyesal sekarang pun udah gak ada gunanya. Yang kita bisa lakukan sekarang hanyalah mengikhlaskan keadaan dan mengintrospeksi diri kita. Aku bangga punya adik yang udah bisa berpikiran lebih dewasa begini," ujar Jade mengelus rambut adiknya.

"Terima kasih atas semua kasih sayang yang masih tersisa dalam hatimu untuk adikmu yang udah cacat ini kak. Sayang aku udah gak bisa melihat wajahmu lagi sekarang. Apa kamu kurusan atau gemukan sekarang?" ujar Catherine masih menatap kekosongan dan mencoba untuk memegang wajah pria itu guna mengingat kembali sosok wajah tampan kakaknya, membuat pria itu menatapnya terharu seketika dan merasa sedih dengan keadaan adiknya.

"Aku agak kurusan sejak kamu dan Ivory pergi, lalu tinggal aku sendirian mengurus mama. Tapi aku akan kembali mengisi badan ini lagi biar cepat gemukan. Oh ya, doakan ya, semoga gadis itu bisa segera membuka hatinya untukku. Kamu udah gak marah lagi kan, kalo nantinya dia udah menjadi kekasihku?" ujar Jade mengelus wajah adiknya yang hanya bisa menatap lurus ke depan.

"Ya kak. Aku akan mendukung semua keputusanmu. Siapapun yang kamu pilih dan jika memang gadis itu bisa memberikanmu kebahagiaan, aku akan mendukung sepenuhnya. Semoga berhasil ya kak, semangat! Ah iya, ngomong – ngomong bolehkah aku menitipkan syal ini untuk mama?" ujar Catherine menyodorkan sebuah syal rajut dari kantong bajunya.

"Baiklah. Akan kusampaikan pada mama. Beliau pasti akan sangat senang melihat ini. Buatanmu sendiri kan?"

"Hm-em…Bu Esther yang mengajariku agar aku bisa mengisi kekosonganku di sini."

Jade merasa begitu bangga sekaligus terharu melihat adiknya dan kembali memeluknya. Pelukan hangat antara kedua kakak beradik yang sudah begitu lama terpisah, membuat Ivory dan Esther yang menatap dari kejauhan turut merasakan perasaan bahagia yang dipenuhi haru tangis di halaman depan rumah kecil tersebut.