webnovel

Aku Setuju

Angin pagi berhembus sahdu. Mentari beranjak menguapkan embun. Tiada yang menduga jika Rusdi akan mengajak Barra untuk jalan-jalan. Barra dengan mobil mahalnya bergegas. Tidak henti dia membayangkan mata indah Afrin. 

Rusdi mengajari banyak hal, mengaji dan tatacara bersuci yang benar. Gerakan salat dan wudhu juga. Barra sangat antusias namun masih belum semangat seratus persen. Kesemangatannya hanya tujuh puluh persen, karena belum chattan dengan Afrin di pagi hari.

"Barra kamu kalau di tanya anak kecil. Om, kok tidak berdzikir? kamu akan jawab apa?" tanya sang dosen.

"Kamu sendiri, kenapa tidak dzikir? Aku akan jawab seperti itu," jawab Barra dengan polosnya.

"Anak kecilkan mengikuti orang dewasa,  jadi ikut-ikutan." Pak Rusdi tertawa kecil lalu pergi.

"Duh, baru ini kata-kataku dibalik, jadi malu, tampah hilang nih muka, di depan wali gadis yang ku cinta pula," gumam Barra.

"Bilang saja kalau ingin ketemu Afrin. Jadi laki-laki baik dan bisa salat dulu baru aku beri restu," ujar cepat dari Kakak dari Afrin, Barra menggerakkan telinganya takut salah dengar.

"Kenapa dosen, tidak meminta pria saleh?" tanya Barra yang kemudian mengejar dosen.

"Kebaikan dari hati akan membawa diri kedalam kebaikan. Diri akan mengikuti hati," jawab Rusdi.

"Bagaimana cara agar hati ini baik?" tanya Barra.

"Hehe, kamu akan faham kok," ujar Pak Rusdi yang menggantung membuat Barra tidak puas dan manyun.

"Tapi dosen benar-benar akan merestui?"

"Aku sih iya-iya saja karena kamu kaya." Mendengar itu, Barra tidak menduga jika dosennya matre. "Namun, cinta tidak bisa dibeli. Jadi terserah Afrin. Terserah Afrin nantinya bagaimana, yang penting aku dukung saja. Mau sama yang sana ya aku kasih restu, sama kamu ya aku kasih restu juga. Asal dia bahagia."

"Oh ... aku kira dosen doyan duit," gumam Barra.

"Aku tidak doyan duit tapi butuh. Di dunia memang sedang dibutuhkan," jawab Rusdi. 

Barra dan Rusdi naik mobil mewah, Pak Adi segera melajukan mobilnya. "Ini punyamu atau punya siapa?"

"Yang beli mama, untuk aku," jawab Barra jujur. "Afrin sudah banyak yang deketin?" tanya Barra cepat sambil merunduk.

"Banyak, tapi tidak semudah itu. Semua pemuda harus diseleksi lebih dulu," jawab Rusdi.

'Ini kesempatan besar pumpung aku masih bersama Pak Rusdi. Aku tanya-tanya saja ah."

"Seleksi yang bagaimana?" tanya Barra yang kemudian mengangkat wajah. 

"Tanya sendiri kepada Afrin."

'Duh malunya aku, mana berani aku deketin Afrin, lihat dia saja sudah rasa bahagia, ya Allah malunya aku karena dia, bukan karena Engkau, ampuni hamba ya Rob, karena sejatinya perjalanan taubat saya dilantarkan akan hadirnya dia,' batin Barra. 

"Terima kasih Barra," ujar Pak Rusdi ketika mobil berhenti di depan rumahnya.

"Lho ... kok dah nyampai. Pak Adi sih ... seharusnya lambatin laju mobilnya," protes Barra.

"Hehehe. Dasar," ujar Rusdi lalu turun dari mobil. Barra belum puas menyakan tentang Afrin namun bagaimana lagi. Dia tidak bisa berbuat apa pun selain mengikhlaskan dosenya berlalu masuk ke rumahnya.

"Nggak disuruh mampir lagi," protesnya. Mobil Barra melaju sedang. Barra mendengarkan lagu. Selama lima belas menit dia mengulang lagu yang sama. Sampai enam kali.

Barra membuka kaca mobilnya, melihat gadis berdiri di halte dan melihat dua laki-laki berjalan mendekati gadis itu.

"Itukan Yuda sama Axel. Apa itu Afrin? Pak berhenti," pinta Barra, Pak Adi menepi.

Barra segera turun dan berjalan cepat, melihat Afrin berlari Barra berlari dengan sangat cepat. Saat salah satu pemuda hendak meraih tangan Afrin, Barra menarik tangan pemuda itu.

Bugh!

Kepalan tangan Barra mendarat sempurna ketika pemuda itu berputar menghadap Barra. Jotosan penuh kekuatan membuat pemuda itu tersungkur. Pemuda yang satunya hendak menghantam Barra dengan kepalan tangannya.

"Apa?!" tanya Pak Adi yang menangkis tangan pemuda itu. Barra tersenyum lalu membersihkan telapak tangan.

"Afrin ... aku tidak terima!" teriak pemuda yang masih tergeletak. 

"Cara dapatin dia bukan seperti ini bro, pantaskan diri dulu, baru maju. Aku tidak suka caramu yang memaksa seperti ini. Kita laki-laki, yang sejati dong!" ujar Barra yang kemudian mengulurkan tangan. Pemuda itu merima bantuan Barra.

"Terima kasih." Afrin pergi dengan cepat. Barra melepaskan kepergian Afrin.

"Maafkan aku," ujar Barra. "Aku minta sama kamu Yuda, jangan bertingkah bodoh. Jangan membuat dia tambah benci dengan caramu ini. Jika kamu memaksa dan berbuat kasar, bayangkan saja jika ibu atau adik perempuanmu dilakukan seperti itu. Pasti kamu akan marahkan? Tidak terima 'kan? Jadi jangan lalukan dengan hal kasar, oke bro," ujar Barra.

'Hahaha, sok bijak aku,' batinya. "Ayo Pak Adi go home," ajaknya kepada supir. Dari kejauhan Barra melihat Afrin menghentikan langkahnya. Barra yang penasaran pun menatapnya.

"Pak, bentar ya." Barra berjalan cepat menghampiri Afrin. Langkahnya terhenti saat melihat pemuda di depan Afrin. Barra bersembunyi di balik semak.

"Aku bersungguh-sungguh kepadamum Bahkan aku ingin menanyakan kepada wali mu. Apakah aku layak untuk menjadi di adik iparnya layak menjadi suamimu. aku tidak bermain-main. Aku tidak sempurna, kita sudah bersahabat sangat lama kamu sudah mengenalku dan aku juga sudah mengenalmu. Aku sudah beristikharah dan yakin serta mantap untuk menikahimu."

Barra merasa remuk dan lemah. Pemuda kaya raya ini pun segera pergi dengan langkah pelan.

'Aku tidak mau mendengar jawaban Afrin.' Bara melangkah cepat kemudian berlari dan setelah masuk mobil, hati yang terasa pedih hingga meneteslah air mata.

Berusaha ikhlas dan tegar dikala hatinya patah. 'Aku sama sekali tidak berhak atasnya aku juga pemuda yang baru dikenalnya. Ah ... aku patah hati ya Allah. Bagaimana cara aku menyembuhkan luka hati ini. Ya Allah semakin dekatkan aku di jalan lurusMu,' batin Barra.

Mobil melaju di tengah lebatnya hujan yang tiba-tiba turun. "Ehem. Pak Adi benar-benar hancur saat ini, Bagaimana cara menyembuhkan luka hati ini? apa Pak Adi mau memberikan aku saran?" tanya pemuda tampan itu.

"Aden inginnya bagaimana?"

"Setelah aku membaca buku Afrin, Aku ingin menempuh jalan lurus. Aku ingin ketika aku mendapatkan masalah, ketika aku sedang dalam masalah, aku tidak ingin jauh dari Allah subhanahu wa ta'ala. Aku sudah lama tersesat dan merasa tidak ada gunanya, aku bersenang-senang, mabuk-mabuka,n dan aku sadar itu semua hanya merugikan ku. Aku benar-benar ingin di jalan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sekarang ini apa yang harus aku lakukan? Menurut Pak Adi Aku harus bagaimana?"

"Aden mau pergi ke pesantren? Tapi di pesantren tidak boleh memegang HP. Dan banyak hal-hal yang menyenangkan yang dilarang."

"Hal-hal menyenangkan yang mendatangkan dosa itu lebih baik memang ditinggalkan. Aku setuju."