webnovel

Cinta Saudara Tiri

Ketika perselingkuhan menghancurkan dua keluarga yang bahagia, maka disanalah dendam mulai tumbuh, dan anak-anak yang akan menjadi korban. Echa, gadis kecil yang tidak sengaja menyaksikan Ayahnya sedang bercinta dengan wanita lain, dan mulai mencampakkan Ibu dan dirinya, membuat gadis itu menyimpan rasa benci yang teramat besar pada sang Ayah. Begitupun dengan keluarga lain, Nathan yang sangat membenci Ibunya, dan mulai tak mempercayai wanita dan cinta, memulai pergaulan bebas, tidur dengan banyak wanita, wanita ia anggap sebagai mainan yang bisa ia mainkan dan ia buang ketika sudah bosan. Dendam Nathan pada Ibu dan selingkuhannya terus berlanjut, sampai ia melangkah lebih jauh lagi. Ia menyiksa dan menganiaya Echa yang kini telah menjadi adik tirinya, bahkan sampai merenggut kesucian gadis malang itu. Apakah kebencian dan dendam Nathan terhadap Echa akan berubah menjadi cinta ?

Tiana_Mutiara · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
383 Chs

Tangkai kering mulai bertunas kembali.

Dengan senyum sumringah, pemuda itu memulai aksinya memeriksa satu persatu buku yang ada di dalam tas tersebut dengan penuh semangat.

Disaat itupun, suara tertawa cekikan itu kembali terdengar di ruang perpustakaan, memenuhi seluruh isi ruangan, membuat seluruh penghuni yang ada disana melihat ke arah mereka.

"Hah hahaha haha hahahaaa... Kukira kau hanya bodoh di bahasa inggris, astaga, ternyata kau bodoh di semua mata pelajaran." ujar Alfaro yang memang suka blak-blakan dalam berbicara.

"Berhentilah tertawa !" sergah Echa sembari merampas buku-buku tersebut, memasukkan kembali ke dalam tas miliknya.

Disana, Alfaro masih melanjutkan aksi tawanya hingga seluruh wajah sampai telinganya memerah.

"Bagaimana kalau aku mengajarimu ? Anggap saja, aku membuka les gratis untukmu." Alfaro menawarkan diri, berharap gadis pujaannya bersedia belajar dengannya, dan kesempatan bagus juga pasti akan datang untuk memulai pendekatan dengan Echa yang memang telah ia idam-idamkan selama ini.

"Tidak perlu." Echa menolak cepat, tanpa berfikir panjang.

"Akan ku tunggu disini, nanti di jam istirahat. Ujian akan segera tiba, kau tidak mau kan jika harus tinggal kelas ?" Ujar pemuda itu, sembari mulai melangkah pergi dari hadapan Echa yang masih dengan wajah kesal nya.

Setelah jam istirahat tiba, semua siswa berhamburan keluar dari kelas. Echa masih terduduk diam di bangkunya, memikirkan ucapan Alfaro tadi, entah ia harus datang atau tetap diam acuh tak acuh.

Namun, ia tak bisa membohongi dirinya sendiri, mungkin selama ini ia sudah berhasil membuat semua orang percaya, termasuk mendiang orang tuanya, bahwa kebodohan nya itu murni dari dalam diri nya yang memang tidak mampu mempelajari semua mata pelajaran, tapi semua itu salah, kebodohan yang ada dalam diri Echa, bukan karena ia murni bodoh. Namun, semua itu karena memang diri nya tak mau belajar dan hanya ber malas-malasan, itu terjadi semenjak ia menyaksikan perselingkuhan sang Ayah yang menghancurkan keluarga yang bahagia dan membuat hidup nya kehilangan cita-cita untuk di gapai. Disanalah, ia mulai putus asa, dan menyerah.

Setelah mengenal Alfaro yang jenius dan lucu, hati nya mulai tergerak, mulai muncul sedikit harapan untuk menjalani hidupnya dengan lebih baik, cita-cita masa kecil nya kini hadir menghidupkan kembali impian yang sudah layu. Ibarat ranting-ranting pohon yang kering tersiram air hujan, dan kini mulai bertunas kembali.

Tanpa sadar, kaki gadis itu mulai melangkah menuju perpustakaan. Sebuah senyum manis terukir di bibir pemuda yang kini duduk rapi menunggu kehadiran diri nya.

"Akhir nya kamu datang." Ucap nya sembari tersenyum bahagia.

Kini Alfaro terlihat fokus dalam mengajari Echa, sesekali ia tertawa karena gadis itu sangat sulit menyerap pelajaran yang ia terangkan. Sering kali Echa terlihat kesal saat Al menertawai nya dan berniat untuk mengakhiri belajar nya bersama Alfaro. Namun, dengan sifat humor yang ia miliki, ia pun berhasil membuat Echa kembali belajar.

Saat itu pun, Echa semakin akrab dengan Alfaro. Diam-diam ia sering belajar di luar tanpa sepengetahuan Nathan.

Setelah beberapa waktu berlalu, karena giat nya belajar, usaha pun membuahkan hasil. Echa mulai mendapat pujian dari guru les nya, yang tak lain adalah Alfaro.

"Besok adalah hari ujian, semangat Echa, kamu pasti bisa." Alfaro memberikan semangat pada Echa.

"Terima kasih atas semua bantuan mu." Ini adalah kali pertama gadis itu mengucapkan terima kasih, dan saat itu ia juga menyunggingkan senyum tipis dari bibir indah nya. Al yang melihat nya, merasa seperti terhipnotis, wajah yang memang sudah terlihat seperti bidadari itu semakin bersinar saat senyuman terukir indah di bibir nya.

"Kamu baru saja tersenyum tulus ? Tersenyumlah lagi, aku ingin melihatnya." ucap Alfaro yang masih terbengong.

"Kenapa ?" Tanya nya bingung, seraya tersenyum tipis lagi dari ekspresi wajah bingung nya, dan yang pasti itu membuat wajah nya terlihat sangat imut.

"Aku tidak tahan lagi." ujar Alfaro, sembari tangan nya mencubit kedua pipi chubby milik Echa.

"Apa yang kau lakukan ?" sergah Echa, tangan mungil nya menahan tangan Al yang kini mencubit pipi nya dengan keras.

"Hey, lepaskan, sakit." Lanjut nya.

"Ah maaf. Aku tidak sengaja, tapi sedikit sengaja." canda Alfaro dengan perasaan yang sangat bahagia.

"Tidak sengaja apa nya ? Jelas-jelas kamu sengaja." sembari mengelus pipi nya yang memerah akibat ulah Al.

"Kamu menggemaskan. Senyum tadi adalah senyuman tulus pertama mu di hadapan ku, mulai sekarang, sering-seringlah tersenyum padaku ya," ujar Alfaro senang.

"Senyum ku mahal." ujar Echa mengakhiri senyuman nya, kemudian memasang kembali wajah datar nya.

"Semahal apa ? Aku sanggup membayar berapapun kok." ucap Alfaro menantang.

"Sangat mahal, kau tidak akan bisa membayar nya." ujar Echa lagi.

"Aku kaya raya, aku pasti dapat membayar nya dengan mudah." jawab Alfaro pamer dengan kekayaan nya.

"Senyum ku tidak dapat di beli dengan uang." cerca Echa dengan wajah yang masih terlihat datar.

" Kalau begitu aku akan membayar nya dengan kasih sayang dan cinta yang besar dan tulus untuk mu." ujar Alfaro terlihat serius saat mengatakan nya.

"Anjay Lo, emang aku mau sama cinta mu yang alay itu. Kagak." ujar Echa sembari menahan tawa geli yang hendak meledak, karena kata-kata yang di lontarkan Alfaro sangatlah alay menurut nya.

"Kok gak mau sih ? Coba lihat, emang nya apa yang kurang dari ku ? Tampan ? Iya ! Gagah ? Iya ! Pintar ? Iya ! Kaya ? Iya ! Dan yang terpenting, aku serius menyukai mu. Hehe..." Jawab nya penuh percaya diri, di iringi dengan tawa nya yang lucu yang membuat nya terlihat semakin manis dan asyik.

"Kamu terlalu percaya diri." ujar Echa.

"Jelas dong. Toh semua itu fakta, jadi pantas lah kalo aku percaya diri begini. Iya kan ?" kata Alfaro, menanggapi nya dengan santai dan sejuta ke PD an nya.

"Iya, Fakta menurut mu doang,"

"Menurut mu bagaimana ?"

"Menurut ku enggak."

"Enggak nya dari mana ? Hayo dari mana coba ? Semua yang ku katakan fakta loh. Aku tampan, gagah, pintar, dan kaya. bukankah itu fakta ?" ujar Alfaro.

"Menurut ku kamu biasa aja, tidak begitu tampan juga."

"Haiiis mata mu harus di cek ke dokter kayak nya."

Mendengar ucapan Alfaro Echa pun tak dapat menahan tawa nya lagi. Dan hal tersebut membuat Alfaro tak percaya, bagaimana bisa seorang Echa tertawa seperti itu ? Apakah dia beneran Echa yang selama ini ia idam-idamkan ?

"Kamu tertawa ? Yang bener ?" ujar Alfaro tak percaya.

"Entahlah. Aku juga tidak bisa percaya, bagaimana diri ku bisa tertawa begini saat bersama mu." jawab Echa yang sebenar nya ia juga tak percaya dengan keadaan nya saat ini.

To Be Continued...