webnovel

Aku Hamil

Hujan turun dengan sangat deras disertai angin yang bertiup kencang, bunyi daun dan ranting yang bergesekan dengan dinding gedung makin menambah seramnya suasana sore menjelang maghrib itu.

Diana sudah hampir basah kuyup karena dia sudah berdiri di luar rumah lebih dari dua jam yang lalu tepatnya sejak hujan turun membasahi kota.

Sesekali tatapannya menyapu jalanan dan berharap suara kendaraan yang terdengar makin mendekat adalah milik orang yang sedang ditunggunya, tapi entah sudah berapa mobil yang lewat tak satupun milik pria itu.

Diana mengusap lengan kanannya dengan tangan kiri, berusaha meredakan dingin yang membuat tubuhnya sudah mulai menggigil tanpa terkendali.

Dua jam kemudian, tepat jam tujuh malam akhirnya orang yang ditunggunya datang juga. Seorang pria tampan dengan postur tubuh tinggi tegap, berkulit putih dengan rambut hitam senada dengan alisnya yang juga tebal dan hitam.

Pria yang bernama Danny Aganta itu tampak mengeryit tak senang melihat kehadiran Diana di depan rumahnya.

Dengan wajah dingin dia turun dari mobil setelah memarkirkannya terlebih dahulu. Membawa tas kerjanya dan berjalan menuju teras rumah, tempat dimana Diana berdiri dalam keadaan basah.

Tak ada ekspresi kasihan di wajah Danny, dia malah merasa jijik dengan perbuatan Diana yang selalu hadir didepannya dengan cara dramatis seperti ini.

Ada perasaan sedih di hati Diana menyadari tatapan dari pria didepannya, tapi dia menguatkan mentalnya dan menebalkan wajahnya. Dalam hatinya justru sedikit kasihan melihat Danny yang pulang kerja dalam keadaan lelah.

Di sudut hatinya yang paling kecil, dia selalu berharap bisa menjadi tempat pria ini bersandar untuk berkeluh kesah terhadap segala hal yang mengganjal di hatinya. Maupun segala kesibukan yang membuatnya kelelahan.

Dia ingin memiliki tempat di hati pria itu meski mungkin hanya menempati sudut paling kecil sekalipun dia sudah merasa sangat bersyukur, tapi sayangnya mungkin dia tidak akan pernah memiliki tempat di hati pria ini.

"Bukankah sudah kukatakan untuk jangan lagi pernah menginjakkan kaki di rumah ini?" Kalimat kejam dan dingin dari Danny membuat Diana tambah menggigil.

Kalimat dingin itu selaras dengan ekspresi tidak sukanya yang tidak berusaha dia tutupi.

"A.. ada yang ingin aku sampaikan padamu"Diana menatapnya dengan sayu berharap pria itu mau mendengarkannya.

"Katakan.."Danny berdiri di pintu yang belum di bukanya pertanda dia tak memiliki keinginan untuk mengajak Diana masuk.

Menyadari niat Danny yang menyuruhnya bicara diluar tanpa berniat untuk membuka pintu untuknya, hati Diana serasa berdarah.

Sebegitu tidak inginkah dia membiarkanku menginjakkan kaki lagi dirumah ini? Diana menangis didalam hatinya.

"Ada yang mau kamu sampaikan atau tidak?" Suara Danny sedikit meninggi melihat Diana yang bungkam. Ada ketidaksabaran disana"Jika tidak ada yang akan kamu katakan, pergilah. Aku capek"Usir Danny.

Diana meremas ujung kemejanya yang basah dengan kuat"Aku hamil" Ucapnya dalam satu helaan nafas, seolah dia takut jika dia bernafas diantara dua kata itu, dia tidak akan sanggup untuk melanjutkannya lagi.

Mata Danny membulat mendengar apa yang barusaja di ucapkan oleh wanita di depannya"Apa katamu?"

"Aku hamil.."Lagi-lagi Diana mengulang ucapannya dengan susah payah, lama dia menunduk takut, namun karena dia tidak mendapat tanggapan dari Danny, dia menengadah melihat ekspresi diwajah pria itu.

Tatapan Danny tajam menusuk hingga ke dalam jantungnya, pria itu Nampak begitu marah"Hamil katamu?" Tanya Danny tajam.

Diana ingin mengatakan sesuatu, tapi lidahnya terasa kelu "Bah… hahaha.. apa kamu pikir aku bodoh?" Danny mulai terbahak dengan kenyataan yang di dengarnya.

"Tapi aku benar.."

"Apa kamu pikir aku peduli?"Tatapan Danny menjadi lebih dingin, tawanya menghilang seketika.

"Kak.."Bibir Diana bergetar dan bulir air mata mulai jatuh membasahi pipinya yang pucat.

"Jadi ini tujuanmu mendekatiku?, Haahh" Danny berkacak pinggang dan dia berdiri dengan marah di depan pintu rumahnya.

"Bukan.. aa..aku tidak ber.."

"Pergilah.. pergi kepada ayah anak itu, jangan berpura-pura datang padaku dan meminta pertanggungjawaban… kamu benar-benar wanita murahan. Wanita jalang yang murahan.. apa kamu mengira, kehamilanmu akan membuatku menyukaimu? Bermimpilah….!!" Diana hampir pingsan mendengar kalimat kejam Danny.

Inikah hasilnya? Inikah resiko ketika dia harus menyerahkan hati dan seluruh hidupnya kepada seorang pria yang telah memiliki cinta sejatinya?. Tapi bukankah peristiwa dua bulan yang lalu, saat dia melakukannya dengan Danny, pria itu tau bahwa itu pertama kali baginya?.

Bukan hanya dua bulan yang lalu, bahkan sebulan yang lalu, Dannylah yang kembali memaksanya untuk mengulangi peristiwa sebulan sebelumnya.

Diana terkejut dari lamunannya saat Danny mencengkeram dagunya dengan erat hingga menimbulkan rasa sakit yang hebat bagi Diana.

"Dengar wanita jalang, sekarang aku masih bicara baik-baik padamu. Jika kehamilanmu ini akan menyebabkan masalah bagi hubungan antara aku dan Maira, maka kamu akan menerima resikonya. Aku tidak akan pernah melepaskanmu" Kemudian dengan keras, Danny menghentakkan tangannya di dagu Diana.

Mengambil saputangan dari saku celananya dan membersihkan tangannya yang tadi digunakan untuk memegang dagu Diana, seolah wanita di depannya benar-benar sangat menjijikkan.

"Sekarang pergi dari sini dan jangan pernah memperlihatkan batang hidungmu lagi, jika tidak ingin aku berbuat kasar padamu" Usir Danny.

"Kak.. tapi ini benar-benar anakmu, aku tidak pernah melakukannya dengan yang lain.. Aku mohon percayalah padaku"Diana berkata sambil berurai air mata. Meski kecil dia berharap pria di depannya akan luluh juga.

"Pergilah.. sebelum aku berbuat kasar pada kamu dan bayi rekayasamu itu"Danny membuka pintu dan masuk.

"Kak.. Aku mohon percayalah padaku.."Diana menghiba.

"Pergi kataku..!!"Bentak Danny seraya mendorong Diana yang mencoba untuk ikut masuk hingga dia terjatuh dilantai yang basah. Diana merasakan sakit yang begitu menusuk perutnya, namun rasa sakit itu terkalahkan oleh sakit dihatinya.

Kemudian tanpa melihat keadaan Diana, Danny menutup pintu dari dalam meninggalkan Diana yang kedinginan di tengah guyuran hujan yang masih juga turun dengan lebat.

Samar-samar Diana mendengar suara barang-barang pecah dari dalam rumah membuatnya khawatir. Dengan susah payah dia berusaha bangun dan berjalan kearah pintu, memutar kenop pintu tapi terkunci, Diana mengetuk pintu dengan panik.

"Kak.. Jangan berbuat nekat, aku tidak apa-apa… aku tidak butuh pertanggungjawaban, aku datang hanya untuk memberi kabar ini sama kakak, tidak apa jika kakak tidak mau bertanggungjawab, ini semua salahku. Akulah yang merayu kakak malam itu.." Diana terisak di antara kalimatnya.

"Maira tidak akan tau masalah ini, aku janji tidak akan mengatakannya pada Maira, kakak tenanglah.. yaa… aku… aku… aku tidak pernah berniat memisahkan kakak dan Maira…"

"AKu mohon, kakak jangan melukai diri kakak, atau Maira akan sedih.."Air mata Diana makin deras mengalir turun, hatinya begitu sakit saat mengatakan kata-kata penghiburan untuk Danny.

Apakah harus seperti ini? Mengapa semua jadi begini? Haruskah hanya dia yang menanggung kesalahan dari hubungan satu malam mereka?.

"Kak.. jangan begini, jangan melukai diri kakak…"Diana bersandar di pintu dan perlahan merosot jatuh.

Prangg..!!!

Sebuah benda mengenai pintu bagian dalam membuat Diana berteriak kaget, sepertinya Danny melemparkan sesuatu kearah pintu.