webnovel

di sekolah

Bunyi bel tanda jam istirahat pun tiba, Pak Karyo yang sedang menjelaskan materi, menghentikannya sejenak.

"Anak-anak kita lanjutkan materinya setelah jam istirahat," kata Pak Karyo yang bergegas meninggalkan kelas.

Aku dan Naomi melanjutkan pembicaraan yang sempat terhenti tadi.

"Sya, beneran kamu mau lanjut ke pesantren?" tanya Naomi yang masih duduk dan memutar badannya ke arahku.

"Iya, Nom, ibu dan bapak sudah mendaftarkannya. Sebenarnya aku tidak ingin masuk pesantren, karena kedua kakakku tidak pernah sekolah di sana. Kamu sendiri kenapa pengen banget ke pesantren? Apa karena kedua kakakmu?"

"Awalnya aku juga sama sepertimu, Sya. Berpikiran yang aneh-aneh tentang pesantren. Tapi, karena setiap papa dan mama sering mengajakku menengok kakak di pesantren, aku jadi terbiasa dengan keadaan sekolah seperti itu. Lebih mandiri dan disiplin aja."

"Memang pesantren mana yang akan kamu pilih nanti, Nom?"

"Nggak tau, Sya. Tergantung orang tua mendaftarkanku ke mana. Kamu sendiri apa sudah mengetahui nama pesantren tersebut?"

"Nggak, lebih tepatnya belum kali, ya. Ke kantin yuk, bisa-bisa jam istirahat habis karena ngomongin pesantren," ajakku pada Naomi.

Setelah itu aku dan Naomi pergi ke kantin untuk mengisi perut yang sudah mulai keruyukan. Kantin sekolah berada di belakang halaman, sehingga membuat kami berjalan sambil menikmati setiap pemandangan di sekolah. Ada beberapa murid yang menggunakan waktu istirahatnya di lapangan dengan bermain bola, ada pula yang menggunakannya dengan membaca buku atau bahkan memainkan ponselnya.

Setelah sampai di kantin sekolah, Naomi memesan es teh manis dan pisang keju kesukaannya, sementara aku memesan es susu coklat dan mie goreng. Sambil menunggu pesanan, kami duduk di kursi yang ada di kantin itu.

"Sya, kamu tau nggak si Axel ketua osis di sekolah kita?" tanya Naomi sambil memainkan ponselnya.

"Kenapa memang, Nom? Kamu suka sama dia?"

"Yaelah, Sya, siapa yang nggak suka sama dia. Udah ganteng, pinter, ketua osis pula. Memang kamu nggak naksir sama tuh cowok?" Naomi memuji ketampanan ketua osis itu.

Aku hanya melebarkan senyuman melihat Naomi. Perempuan secantik dia saja bisa jatuh hati pada seorang lelaki. Tapi entah mengapa, aku tidak tertarik dengannya, mungkin karena wajahku yang pas-pasan, jadi aku lebih memilih sadar diri.

Naomi masih terus memuji Axel di hadapanku. Seketika ketua osis itu datang dengan membawa beberapa buku di tangannya. Aku menginjak kaki Naomi sambil menyuruhnya menatap ke arah belakang. Naomi terkejut, dia langsung menghentikan ucapannya.

"Sebentar, ya, Sya, aku mau ngobrol sebentar sama Axel," kata Naomi sambil pergi menuju ke arah Axel.

Wajar semua perempuan di sekolah menyukainya. Axel juga anak yang ramah dan supel. Sehingga banyak orang yang dekat dengannya.

Aku hanya menatap Naomi dari tempat duduk sambil menunggu pesanan datang. Tak lupa mengambil ponsel sekedar mengalihkan perhatianku pada Naomi.

Beberapa saat setelahnya, pesananku dan Naomi datang.

"Ini es dan makanannya, Neng," kata ibu kantin sembari menaruhnya di meja.

Aku mengucapkan terima kasih dan langsung membayar makanan itu. 

"Nom! makanannya sudah datang!" teriakku sambil melambaikan tangan ke arah Naomi.

Naomi menoleh ke arahku sambil menunjukkan senyumannya yang terlihat kesal, lalu dia meninggalkan ketua osis itu.

"Sya … Sya … kamu nggak bisa ya jauh-jauh dari aku?" sindir Naomi dengan muka masamnya.

"Nomnom sayang, itu makanannya udah dateng, kamu mau jam istirahat habis karena ngobrol sama si ketua osis itu?"

"Nggak juga sih, yaudah aku makan deh, urusan Axel bisa lanjut lagi ntar."

Akhirnya kami menyantap makanan bersama sebelum jam istirahat habis. 

Sepuluh menit kami menghabiskan makanan di kantin, setelah itu aku dan Naomi kembali sebelum jam pelajaran dimulai kembali. Naomi yang masih penasaran dengan Axel berusaha mendekati kelasnya. Ya, ketua osis itu berada di kelas 9a, berseberangan dengan kelas yang kami tempati. Kutarik tangan Naomi agar dia tidak memasuki kelas itu.

"Nom, ayolah, kayak nggak ada waktu lain aja!"

Naomi mengintip-intip dari depan kelas Axel  sambil menahan tangannya yang kutarik.

"Sebentar dong, Sya, kamu duluan gih kalau nggak mau nungguin aku," titah Naomi.

Aku melepas tangan Naomi dan meninggalkannya di kelas 9a. 

"Yaudah terserah kamu aja deh, Nom, aku ke kelas duluan." 

Beberapa saat setelah aku melangkah, Naomi memanggilku.

"Sya! Sini deh sebentar."

Aku memutar badan dan berbalik arah menuju kelas itu. 

"Ada apa, Nom? Sebentar lagi masuk kelas tau!" 

"Nih, kenalin, kalian belum saling kenal, kan?"

Ternyata Naomi memanggilku hanya untuk sekedar mengenalkan Axel. Aku tidak mengerti tujuan Naomi kali ini, bukankah dia menyukai lelaki itu? Lantas mengapa dia mengenalkannya padaku?

"Halo, kamu Syafira, kan? Teman sekelas Naomi?" tanya Axel dengan memberikan senyuman manis itu padaku.

Seketika aku gugup dan merasa canggung. Ternyata begini rasanya berhadapan dengan cowok tampan. Pantas saja Naomi selalu memujinya. Ibarat artis K-pop dia seperti Hyun Bin. 

"Sya, kok bengong?" Naomi mencubit bagian pinggang hingga membuyarkan pandanganku.

"Iya, kamu Axel ketua osis, kan?" tanyaku pada Hyun Bin KW itu.

Setelah Naomi mengenalkan Axel padaku, akhirnya kami pergi meninggalkan kelas 9a.

"Nom, jangan lupa artikel buat bahan majalah dinding nanti," imbuh Axel saat kami melangkah pergi.

Naomi menjawabnya dengan membulatkan tangan dan menaikkannya di atas kepala yang menandakan kata OK.

"Nom, kamu punya proyek apa sama Axel?" tanyaku setelah Naomi menurunkan tangannya itu.

"Biasa lah, Sya, proyek majalah dinding, kamu mau ikutan nggak?"

"Nggak deh, Nom. Eh pulang sekolah nanti aku boleh nggak main ke rumahmu?"

"Boleh-boleh aja sih, Sya, tapi kok tumben main ke rumah setelah pulang sekolah?" 

Naomi heran mengapa aku ingin ke rumahnya di hari sekolah. Biasanya, aku luangkan waktu bersama Naomi di akhir pekan. Ya, itu semua karena keingintahuanku pada pondok pesantren. Mungkin saja dari orang tua Naomi aku tahu lebih banyak soal pondok pesantren.

"Nggak boleh, nih? Yaudah deh nggak jadi," kataku sambil melengos.

"Eh, sensi amat nih anak," gerutu Naomi sambil menarik tangan kananku.

"Ya habisnya, ada temen mau main bukannya seneng malah ditanggepin tumben?"

"Hehehe … maaf, Sya, biasanya kamu main cuma di hari libur, kan?"

Aku hanya menjawabnya dengan senyuman, Naomi belum mengetahui tujuanku datang ke rumahnya sepulang sekolah nanti.

Selang beberapa menit, bel berbunyi tanda jam pelajaran segera dimulai, aku dan Naomi cepat-cepat ke kelas sebelum Pak Karyo lebih dulu datang.

"Gara-gara kamu nih, Nom, awas aja kalau kita kalah cepat sama Pak Karyo!"

Benar apa yang aku khawatirkan, Pak Karyo sudah berada di dalam kelas. Matanya membulat saat melihatku dan Naomi memasuki kelas.