webnovel

Part 7

"ARRKK!" Pria itu berteriak, ia memegang bahu kanannya.

"Akhirnya kau datang juga Van. Cepat habisi mereka!" perintah Madam.

"Luka Anda harus segera diobati, Madam," ucapnya.

"Sudahlah! Jangan pedulikan itu. Cepat kau habisi mereka!" Madam mulai terlihat kesal dan ia ingin segera membunuh Dean serta dua orang asing yang kini menatap dirinya dan Van.

Van mengarahkan pistolnya pada dua orang asing yang berani menyerang Madam terlebih dahulu, kedua pria itu langsung sembunyi di balik tumpukan kotak yang tersusun melintang di dekat mereka, begitupun Dean dan Kim yang sudah bersembunyi terlebih dahulu, ada banyak kotak di sana yang isinya entah apa. Dean tidak membuang kesempatan, ia melihat ke bawah untuk memastikan jika speedboat yang ia talikan dengan pagar pembatas masih ada.

"Kau bisa berenang?"

"Bi-bisa." Kim masih memikirkan ucapan Madam tadi, kepalanya penuh dengan perbuatan apa yang ia lakukan pada manager-nya.

"Kalau begitu lompat," ucap Dean yang membuat lamunan Kim buyar.

Kim menatap Dean heran. "Lompat? Lompat ke mana?" tanyanya polos.

"Ke bawah." Dean menunjuk laut dengan kepalanya.

Kim sangat terkejut dengan ucapan Dean, lompat? Lompat ke laut katanya.

"Apa kau gila? Lompat ke laut?" Kim menaikan nada suaranya. Ia tak percaya jika Dean menyuruhnya melompat ke laut.

"Cih." Dean membuang muka. "Kalau aku tidak salah ingat, ada seorang wanita yang ingin melompat ke laut tadi malam," ucapnya mengejek.

Kim tergagap, mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu tapi ia tidak tahu harus berkata apa, karena memang tadi malam ia lah yang berkata ingin lompat ke laut. Ia berubah pikiran, ia tidak ingin melompat ke laut, bagaimanapun caranya ia harus bertahan hidup.

"I-itu… a-aku mengatakannya karena tidak berfikir panjang terlebih dahulu," ucapnya tergagap. "A-aku spontan mengucapkannya." Kim menunduk malu.

"Sudahlah tidak ada waktu lagi, para bodyguard itu semakin mendekat. Apa kau ingin tertangkap lagi?" Kim langsung menggeleng keras.

Dean mengangguk. "Sekarang lompat, jangan takut. Ini satu-satunya cara untuk pergi dari kapal ini dengan cepat."

Kim menatap laut dari atas, badannya merinding, lalu perhatiannya tertuju pada satu benda yang terletak di bawah sana, dahi Kim mengerut.

"Speedboat? Kau yang menyiapkannya?" tanyanya takjub.

"Bukankan tadi sudah aku katakan," jawab Dean malas. Bisa-bisanya Kim melupakannya. "Sudah cepat, mereka semakin mendekat."

Kim meneguk ludahnya sekali, ia memberanikan diri untuk berdiri di ujung lantai itu. Tangannya gemetar saat memegang pagar pembatas dari besi itu. Ia pejamkan matanya dan menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan untuk menghilangkan kecemasannya, setelah itu Kim membuka kedua matanya dan mengambil nafas panjang. Kim melompat dari lantai lima kapal pesiar itu dengan keberanian yang ia kumpulkan. Kim tidak berani menatap lautan di bawahnya, ia takut.

Byuurr!

Suara badan Kim menyentuh air terdengar oleh Dean, ia melihat badan Kim belum terapung, matanya teralihkan saat ia mendengar langkah kaki yang sangat banyak, Dean mengintip dari samping dan ia melihat para bodyguard yang sedang berjalan menuju tempat ia bersembunyi dari jalan satunya, mereka menghindari jalan di mana Van masih terlibat baku tembak dengan pria asing yang mengejarnya tadi. Dean kembali melihat Kim dan ia menemukan Kim sedang memegang tepi speedboat dengan tangannya, nafasnya tidak beraturan.

Setelah itu Dean melompat dan jatuh ke laut, ia membuka matanya saat dirinya sudah berada di dalam air. Sejauh mata memandang hanya ada warna biru, Dean langsung naik kepermukaan. Kepalanya keluar dari dalam air dan ia menepuk bahu Kim, Kim menoleh.

"Cepat naik, kita harus segera pergi dari sini."

Kim berusaha untuk naik, tapi ia tak memiliki tenaga. Tenaganya terkuras saat ia melompat tadi, Kim berusaha untuk naik dan kembali gagal, akhirnya ia bisa naik setelah dibantu oleh Dean. Dean memberikan tas yang ia bawa kepada Kim lalu menyusulnya naik.

Dor! Dor!

Masih terdengar suara peluru yang di lantai lima, Van masih sibuk dengan pria asing itu. ia bersembunyi dibalik tiang untuk menghindari peluru. Madam sudah meringis kesakitan, punggung tangannya tidak berhenti mengeluarkan darah dan semakin parah ketika Madam mencabut paksa peluru yang bersarang di punggung tangannya.

"Sampai kapan aku harus menunggu, Van?" Madam meringis, ia merobek ujung bajunya lalu melilitkan kain itu pada tangannya yang terluka.

"Sebentar lagi Madam, mereka sudah menuju tempat ini dan gadis itu pasti akan tertangkap." Van mengganti tempat pelurunya dengan yang baru, lalu menembakannya kembali.

"Lama! Kenapa mereka terlalu lambat." Madam sangat kesal dengan anak buahnya.

"Saya akan melatih mereka lebih keras lagi, Madam."

"Ya. Kau harus melakukannya."

***

"Sial! Kita kehilangan gadis itu." Pria itu terus menembak Van, ia melihat rekannya yang sedang menahan rasa sakit. "Apa kau masih sanggup?"

"Ya," ucapnya lemah.

"Hubungi mereka dan katakan untuk mengaktifkan bom tersebut. Mereka sudah memasangnya, kan."

"Sudah dari lima belas menit yang lalu dan sekarang mereka berdua sedang menuju tempat ini."

"Bagus. Ledakan sekarang."

BOOMM!!!

Dean yang sedang memutus tali speedboat-nya terlonjak kaget saat mendengar suara ledakan yang cukup keras. Firasatnya sangat buruk, ia buru-buru memutus tali tersebut dan menghidupkan mesin lalu pergi menjauh dari kapal pesiar itu. Ia melihat para bodyguard itu berdiri berjejer di pagar pembatas. Beberapa dari mereka menembak speedboat yang ia bawa tapi tidak ada satu peluru pun yang mengenai dirinya dan Kim. Para bodyguard itu mengumpat dan mengeluarkan kata-kata kasar, Dean sudah melaju cukup jauh dan ia tidak mendengar apa yang mereka katakan.

"Suara apa itu?" tanya Kim kaget. Tubuhnya yang terasa sakit akibat menghantam air laut seketika menghilang.

"Dari suaranya itu bom," jawab Dean.

"A-APA? BOM? Kim membelalakan matanya. Dean mengangguk.

"Beberapa jam lagi kapal pesiar itu akan tenggelam."

"Ti-tidak mungkin. Lalu bagaimana nasib penumpang yang lainnya."

"Kalau mereka bisa menangani dengan cepat. Mereka bisa menyelamatkan paling tidak setengah dari penumpang." Kim bergidik ngeri. Ia tidak bisa membayangkan hal itu dan tidak percaya jika ada orang sejahat itu.

"Tidak usah memikirkan mereka, itu bukan tanggung jawab kita. Semoga mereka semua bisa selamat, kecuali mereka yang terlibat dalam pelelangan." Ucapan Dean membuat Kim tersenyum.

"Ya. Semoga," ucap Kim penuh harap.

Setelah ini ia harus memikirkan apa yang harus ia kerjakan, ia tidak mau lagi kembali ke tempat kerja lamanya, Kim masih tidak bisa menemukan alasan manager-nya yang tega menjual data dirinya. Kim pun menghela nafas panjang, ia memijat-mijat kepalanya.

"Di dalam tasku ada makanan ringan dan minuman, makanlah," ucap Dean. "Kau memang sudah mempersiapkan semuanya, ya. Aku terkesan," jawab Kim kagum.

"Aku tidak sehebat itu. Aku hanya belajar dari masalah dan pengalaman."