webnovel

Bab 12

Setengah jam kemudian mereka berdua turun di sebuah Mall, Kim sangat bingung mengapa Dean memberhentikan taksi di tempat ini. Kim berfikir kalau Dean ingin menunggu seseorang tapi perkiraannya salah, Dean malah membayar ongkos taksi tersebut lalu turun. Kim tambah bingung dan ia malah mematung di tempatnya. Dean menatapnya dari luar lalu membuka pintu.

"Ayo turun, kita sudah sampai," ucapnya.

Kim melongo dan menatap Dean dengan tatapan bingung. "Ayo cepat. Mau sampai kapan kau duduk diam seperti itu," ucap Dean tidak sabar. Kim turun dari taksi dan kembali menatap Dean dengan wajah pernuh tanda tanya.

Dean tertawa kecil melihat wajah kebingungan Kim, awal ia dibawa oleh orang dari organisasi ke tempat ini, dirinya juga memasang wajah yang sama seperti Kim. Wajah lucu Kim mengingatkan Dean pada dirinya dulu, wajah penuh kebingungan dan tanda tanya. Lama kelaman Dean malah tertawa semakin lebar memperlihatkan giginya yang tersusun rapi.

"Ada apa dengan wajahmu? Ada yang ingin kau tanyakan?" tanyanya di sela-sela tawa.

"Ada," jawab Kim dengan ekspresi bingungnya. "Kenapa kita turun di sini?" Sungguh Kim tidak mengerti, ditambah Dean yang tertawa geli membuat otaknya tidak bisa mencerna apa yang terjadi sebenarnya.

"Mulai saat ini kau akan bekerja di sini."

Jawaban yang Dean berikan sama sekali tidak membuat dirinya puas, jika memang benar ia akan bekerja di tempat ini mana mungkin bayarannya sangat tinggi bahkan kata Dean ia bisa liburan di kapal pesiar mewah hanya dalam waktu enam bulan saja, tentu saja Kim merasa aneh. Ia ingin bertanya lagi tapi Dean sedang mengangkat telpon dari seseorang, kemudian Dean menyuruh dirinya untuk mengikutinya, Kim pun tidak jadi bertanya.

Mall ini cukup ramai di jam kerja seperti sekarang dan Kim perhatikan Mall yang bernama Central Mall ini memiliki enam tingkat dan lumayan luas, mereka naik lift menuju lantai tiga melewati jejeran toko pakaian, tas, sepatu yang membuat Kim ingin memasuki toko-toko tersebut. Dean berbelok ke sebuah lorong sepi dan membuka pintu yang bertuliskan 'hanya staff yang boleh masuk'.

Kim semakin bingung. 'Sebenarnya ingin pergi kemana,' batinnya.

Kim kira tempat itu adalah sebuah ruangan tapi ternyata sebuah lorong lagi, Dean terus berjalan dan menghadap sebuah dinding dan menatapnya. Kini kening Kim semakin berkerut dan rasa penasarannya semakin besar. Ia sudah tidak tahan dan akhirnya bertanya juga.

"Sebenarnya kau membawaku ke mana?" Ia menatap Dean curiga.

"Sudah ikut saja," jawabnya datar.

Dean menatap sebuah kotak berwarna merah yang berisi tabung pemadam kebakaran, Dean mengarahkan tangannya ke samping kanan kotak dan merabanya, tangannya berhenti ketika ia menemukan sebuah cerukan. Dean memasukan jari telunjuknya ke sana lalu mencongkelnya, Kim melihat ada sebuah tombol merah di dalamnya, tombol itu berada di dalam sebuat tempat persegi yang menempel pada kotak emergency tersebut. Tidak akan ada orang yang menyadarinya karena tombol itu letaknya tersembunyi.

Dean menekan tombol merah itu lalu dari dinding depannya muncul sebuah kotak yang ada angka, tempat menggesekan kartu, layar persegi panjang dan kamera kecil. Dean mengeluarkan dompetnya lalu mengambil sebuah kartu, kemudian ia menggesekan kartu itu dan memasukan pin serta sidik jari. Ia mundur beberapa langkah dari kamera kecil yang terletak di atas layar dan muncul sinar pemindai, sinar itu memindai badan Dean dari atas sampai bawah, Kim terperangah di buatnya.

'Dean Evans, code 0025, complete.'

Lalu dinding di depan Kim terbelah vertikal dan bergeser layaknya pintu lift, benar saja itu adalah lift, lift yang berada di dalam dinding. Kim tidak tahu apa yang terjadi yang jelas saat ini ia menatap lift itu dengan tatapan takjub bercampur bingung. Dean menarik tangan Kim dan masuk ke dalam lift itu lalu ia menekan tombol satu, pintu lift pun tertutup, Dean memasukan kembali kartu identitasnya ke dalam dompet dan dompetnya dimasukan ke dalam katong celana kembali.

"Kau terkejut?" tanya Dean yang sedang menatap wajah bingung Kim.

Kim mengangguk. "Aku rasa saat ini aku sedang bermimpi." Sungguh wajah Kim membuat Dean tidak tahan untuk tidak tertawa.

"Hahaha… tenang saja, ini sebuah kenyataan."

"Aku baru saja melihat hal yang menakjubkan… sebuah lift mencul dari dalam dinding." Otak Kim mendadak lemot, ia tidak habis pikir dengan apa yang ia lihat barusan. "Lalu sekarang kita berada di dalam lift itu." Kim menatap Dean dengan wajah yang masih kebingungan, kedua alisnya saling bertautan.

Ting!

Pintu lift pun terbuka, Dean melangkah keluar terlebih dahulu dan Kim mengekorinya di belakang. Kim mematung melihat ruangan di depannya. Ruangan itu seperti lobi hotel, ada sofa dan meja untuk tamu di sana. Kim melihat ada seorang gadis yang berdiri di balik meja resepsionis, gadis itu tersenyum ketika Dean mendekat.

"Apa kabar? Lama tak melihatmu," ucapnya ramah.

"Hi, Jane. Aku baik-baik saja," balas Dean ramah. "Aku baru saja menyelesaikan misi."

"Pantas saja." Gadis bernama Jane itu menatap ke belakang Dean lalu tersenyum.

"Kau membawa kekasihmu ke sini, hahaha…." Jane tertawa keras. "Berani juga kau, Victor pasti menghukummu."

Dean memutar bola matanya malas. "Siapa yang kekasihku? Apa aku terlihat memiliki seorang kekasih? Mana sempat aku mencari kekasih," sanggahnya dongkol.

"Baiklah baiklah." Jane menghapus sudut matanya yang basah. "Lalu siapa dia?"

Dean menoleh. "Kemarilah," perintahnya. Kim pun berjalan mendekati Dean, ia menatap Jane ragu.

"Hi, siapa namamu? Aku Jane." Jane mengulurkan tangannya.

"Kim, Kimberly Rodriguez." Kim menyambut uluran tangan Jane dengan canggung.

"Kim. Nama yang sangat bagus," balasnya sambil tersenyum.

"Apa wanita cantik ini orang baru?"

"Ya. Aku membawanya untuk bertemu Vic, apa dia sudah datang?"

"Sudah. Dia selalu tepat waktu, memangnya kau," katanya mengejek.

"Maaf saja, pekerjaanku sangat banyak dan menghabiskan banyak waktu, jadi hal wajar jika aku terlambat," balasnya bangga. Dean menyunggingkan senyum lebarnya.

"Alasan." Jane memutar bola matanya malas.

"Ya sudah, aku masuk dulu." Dean dan Kim pun meninggalkan Jane.

Mereka berdua berhenti di depan pintu kaca, Dean kembali meletakan jarinya di sebuat alat sensor dan pintu itu pun terbuka. Tadi Kim tidak bisa melihat ruangan di balik pintu dan kini ia melihatnya dengan jelas ada beberapa ruangan di sana, ia menoleh ke pintu kaca itu dan dirinya bisa melihat bagian lobi.

"Orang di luar tidak bisa melihat isi ruangan ini, tapi orang di dalam ruangan ini bisa melihat lobi dari pintu itu," jelas Dean. "Pintu kaca itu juga anti peluru."

"Pertahan yang sangat tinggi."

"Wajar bukan, untuk sekelas organisasi rahasia." Dean tersenyum miring.

Mata Kim membulat. "Organisasi rahasia?" Ia tampak kaget. "Tadi aku kira kau akan mengajakku bertemu dengan manager Mall, tapi sepertinya aku salah paham." Kim bingung harus berkata apa, sebenarnya ke mana Dean membawanya.

"Mall itu milik organisasi, organisasi menjalankannya dari balik layar. Yang mengelola Mall itu ada hubungannya dengan pemerintah."

Kim kaget, matanya melotot tambah besar, tidak percaya apa yang didengarnya. "Sebenarnya ini organisasi apa?"

"Nanti kau akan tahu. Biar Vic yang menjelaskan, aku tidak punya wewenang untuk menjelaskannya padamu," jelasnya. "Duduklah di sini, aku akan ke ruangan Vic sebentar." Dean meminta Kim duduk di ruang tunggu dan Kim menurut.