Jauh meninggalkan Tania dan Arga yang tengah menikmati sarapan pagi dengan romantis. Hal berbeda terjadi pada Tara, di meja makan ia tengah menunggu kedatangan pria yang ia cintai sedari kecil, Kevan Julio.
Tara sudah hampir satu jam menunggu untuk sarapan bersama, namun ia hampir putus asa karena Kevan belum datang dan tidak memberikan kabar kepadanya. Hal itu membuat Tara sedikit kesal, ia sudah begitu bahagia saat mengetahui kakek Kevan memintanya untuk menemani Kevan sarapan di rumah.
"Maaf, Nona Tara. Apakah makanannya harus kembali saya hangatkan?" tanya salah seorang asisten rumah tangga Kevan.
"Tidak perlu. Aku rasa Kevan tidak akan benar-benar turun. Dia mungkin saja memilih untuk tinggal lebih lama di kamarnya. Lebih baik kalian bawa masuk semua makanan ini. Aku akan segera pergi. Jika kakek datang bilang saja jika aku tidak datang." Pinta Tara sebelum ia pergi.
Rasa kecewa dirasakannya, namun ia tidak ingin jika Kevan membuat kakeknya kecewa. Tara tidak ingin menyulitkan Kevan dengan berbagai macam pertanyaan yang nantinya akan terlontar dari mulut kakek mengenai hal ini yang menurutnya sepele.
Tara segera pergi meninggalkan rumah Kevan. Lebih tepatnya rumah pemberian kakek yang diberikan sebagai hadiah karena keberhasilannya dalam memimpin perusahaan. Sebenarnya bukan hanya itu saja, kakek memberikan rumah ini karena ingin Kevan dan Tara bisa tinggal bersama. Hanya saja Tara tahu betul Kevan sebenarnya tidak menginginkan hal itu. Untungnya Tara masih memiliki kontrak dengan perusahaan lain yang dapat ia jadikan sebagai alasan untuk menolak keinginan kakek Kevan.
Selama ini Tara selalu berusaha melindungi Kevan dari kakeknya. Semua itu ia lakukan karena ia sangat mencintai Kevan. Apapun akan ia berikan asal Kevan dapat selalu bersikap hangat kepadanya.
Sementara di dalam kamar berukuran besar, Kevan melihat kepergian Tara dari balik tirai jendela kamar. Ia menghela napas panjang.
"Maaf, Tara. Aku membuatmu kecewa lagi." ucap Kevan sendiri.
Selama ini Kevan tidak pernah sama sekali memiliki perasaan lebih kepada Tara. ia selalu menganggap jika Tara adalah teman masa kecilnya. Dirinya pun tahu Tara selalu menjadi satu-satunya orang yang dapat membuat kakek luluh.
[Tenang saja, aku sudah meminta semua mengatakan jika aku yang tidak datang untuk memenuhi keinginan kakek. Baik-baiklah dirimu.] pesan singkat yang Tara kirim pada Kevan setelah meninggalkan rumahnya.
Kevan tak membalas pesan Tara, ia justru membiarkan pesan itu dan menaruh gawainya di atas meja. Pikirannya melambung tinggi, ia memikirkan Tania, hanya Tania yang selalu ada dipikiran dan hatinya. Selama beberapa tahun ia berusaha untuk membiarkan perasaannya, mengabaikan perasaannya demi membahagiakan sang kakek yang begitu ia sayangi. Namun ternyata batinnya sudah sangat tersiksa, ia tak dapat lagi menahan perasaannya. Meskipun begitu, Kevan tidak dapat melakukan apapun. Bergulat dengan dirinya sendiri di dalam kamar, menjauh dari semua orang adalah satu cara yang dapat Kevan lakukan.
"Tania, aku sangat merindukanmu ...." ucap lirih Kevan memandangi foto wajah Tania yang selalu ia simpan di balik bingkai fotonya.
"Andai aku bisa, Tan ... andai aku bisa menjadi pria tegas dan memiliki sikap untuk menghadapi kakek, andai saja aku mengatakan yang sebenarnya padamu. Andai aku juga tidak membiarkanmu membenciku ...." imbuh Kevan lagi meratapi kesedihannya. Tangan Kevan mengelus wajah Tania yang tengah tersenyum manis. Foto itu diambil saat keduanya berada di taman. Kevan kembali mengingat masa-masa indah mereka berdua. Hanya itu yang dapat dilakukan Kevan agar dirinya kembali tenang.
***
Tanpa disadari, Kevan terlelap dalam tidur dan mimpinya yang indah akan Tania. Ia selalu berharap agar Tania bisa memaafkannya meski di dalam mimpi. Ia tahu betul jika itu adalah sebuah kemungkinan yang sangat kecil.
Tak ada yang berani mengetuk pintu kamar Kevan, sehingga Kevan tertidur hingga siang hari. Dimana sang kakek datang berkunjung ke rumah untuk melihat cucu kesayangannya itu setelah pulang dari rumah sakit.
"Tuan besar, selamat datang ...." sapa ketua asisten rumah tangga Kevan dengan hormat.
Sementara sang kakek tersenyum hangat.
Semua asisten rumah Kevan berbaris dan tunduk memberikan hormat pada sang empu. Meskipun usia kakek Kevan mendekati angka 70 tahun, wajahnya masih sangat berwibawa dan memiliki aura yang membuat semua orang berdecak kagum.
"Dimana cucuku tersayang, Luki?" tanya kakek Soujie pada kepala asisten rumah Kevan.
"Tuan Kevan sedang ada di kamarnya. Sepertinya ia sedang tidur, Tuan besar," jawab Luki menjelaskan.
"Baiklah, lalu tadi pagi apakah Tara dan Kevan jadi untuk sarapan bersama?" tanya kakek Soujie lagi.
"Tidak, Tuan besar. Nona Tara tidak jadi datang ke rumah. Mungkin beliau ada urusan penting," jawab Luki sesuai dengan pesan Tara tadi pagi jika kakek bertanya.
Mendengar jawaban Luki yang merupakan orang kepercayaannya, kakek Soujie hanya menganggukkan kepala. Ia memaklumi Tara yang seorang model internasional, tentu saja urusannya sangat penting. Kakek Soujie meminta Luki untuk membangunkan Kevan. Dengan cepat Luki menjalankan perintah.
Sementara asisten yang lain menunggu untuk mendapatkan perintah. Namun kakek Soujie justru meminta semuanya kembali bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Tiba-tiba suara handphone kakek Soujie berbunyi. Satu panggilan masuk dari Tara. Senyum kakek merekah, ia kemudian menjawab panggilan itu.
"Halo cucu menantu kesayangan kakek ...." sapa kakek Soujie penuh cinta pada Tara.
"Kakek ... maafkan Tara. Hari ini Tara mengecewakan Kakek. Tapi Tara minta maaf, ada urusan mendadak dari pihak agensi yang meminta Tara untuk segera datang karena ada pemotretan," terang Tara di telepon.
"Sudah ... sudah ... Kakek tidak mungkin marah padamu, Sayang. Kakek paham dengan karir kamu yang cemerlang, Kakek yang seharusnya mengerti kesibukanmu," ucap Kakek Soujie yang membuat semua orang merasa iri dengan Tara yang begitu disayang empunya rumah.
"Jangan begitu, Kakek. Tara yang lebih muda, Tara yang salah. Kakek dimana sekarang? Bukankah Kakek ada jadwal ke dokter? Bagaimana kondisi kesehatan Kakek? Apa semua baik-baik saja? Kakek, Tara ...."
Mendengar begitu banyak pertanyaan yang dilontarkan Tara, Kakek Soujie tertawa keras. Dirinya merasa senang karena Tara begitu sangat perhatian padanya. Tak heran Kakek Soujie juga begitu menyayanginya dan menjodohkan Tara dengan Kevan cucu kesayangannya. Cukup lama berbicara dengan Tara, akhirnya telpon di tutup karena Tara sudah harus menjalani pemotretan lagi.
Kevan turun dari tangga dan segera menghampiri kakek Soujie yang tengah duduk di kursi kebesaran. Kevan sudah sempat takut dan khawatir jika kakek kecewa atas ulahnya tadi pagi. Namun ia teringat kembali tentang pesan singkat Tara yang mengatakan jika ia sudah membereskan semua. Kevan tidak tahu apa yang sudah dilakukan Tara agar kakek tidak kecewa. Lagi-lagi Tara telah menjadi penyelamat hidupnya ketika menghadapi sang kakek.