#Kevan POV part 2#
Aku begitu merindukan kamu Tania Jovanka. Berharap suatu saat bisa bertemu dengan kamu dan memelukmu erat, sangat erat!
Meski aku pun takut jika kamu akan membenciku, menatapku bahkan mungkin tak sudi. Semua memang kesalahanku, kebodohan ku dan ketidak berdayaan ku terhadap hidupku.
Tara selalu berada di sampingku, namun aku tak pernah bisa membuka hatiku untuknya. Semua masih sama seperti dulu, hanya kamu dan kamu Tania Jovanka! Andai kamu tahu itu.
"Mama tahu kamu begitu mencintai Tania, tapi mama harap kamu tahu jika kondisi kakek belum stabil. Untuk itu Mama minta kamu sabar ya, nak?" Mama menguatkan aku disaat aku lelah dengan semua ini. Mama sama halnya denganku, tidak dapat memutuskan apapun atas hidupnya. Karena setiap kehidupan dirumah ini adalah milik kakek. Jika ingin memilih aku ingin menjadi anak orang biasa tanpa embel-embel keluarga si A, B atau C. Karena pasti ujung-ujungnya beban bagi pemiliknya.
Otakku terus berpikir, apakah aku harus pergi menemui mu sekarang dan menjelaskan semua ini? Entahlah, bahkan semua seakan percuma. Sudah hampir dua tahun kita berpisah. Aku hanya bisa melihat mu lewat akun sosial media lain yang sengaja aku buat demi melihat mu setiap hari. Aku bahagia serta bangga melihatmu semakin cantik dan sukses dengan impianmu.
Beberapa waktu lalu Tara menunjukkan busana hasil rancanganmu. Dia amat sangat menyukainya. Aku pun begitu menyukainya. Sungguh luar biasa Tania Jovanka. Kamu selalu bisa menjadi apa yang kamu mau. Mahasiswi yang belum lulus tapi sudah memiliki tiga butik yang cukup terkenal di kalangan para model dunia. Faktanya Tara kini mengagumi karyamu dan berencana untuk mengenakan semua karyamu di setiap pemotretannya.
Jujur saja ada sedikit rasa takut di hatiku jika nantinya Tara tahu jika kamu adalah gadis yang selama ini aku cintai. Tara akan melakukan hal yang tidak bisa aku banyangkan. Aku hanya bisa berharap semoga semua akan indah pada waktunya disaat yang tepat.
Seperti yang aku katakan, Tara bukanlah gadis bodoh. Dia bisa melakukan hal yang tidak pernah orang lain duga. Dia selalu menggunakan otak daripada hatinya, mengatakan apa yang ada di otaknya. Aku takut jika keputusannya untuk memakai rancanganmu adalah salah satu cara dari apa yang ia rencanakan tanpa aku tahu. Tapi ... semoga saja itu hanya ketakutan ku saja.
Tara tidak pernah memaksa aku untuk menikahinya, dia juga tidak pernah memaksa aku untuk tetap mengikuti keinginan kakek. Hanya saja aku tahu Tara adalah gadis kesayangan kakek juga, karena sedari kecil kami selalu bermain bersama. Tara dan aku adalah tetangga. Rumah kita saling berhadapan, tak ayal itu membuat kita selalu bermain bersama. Bahkan dia adalah gadis pelindung saat kecil. Itu sebutan untuk dirinya setelah beberapa kali dia menolong ku dari beberapa anak nakal yang ingin menyakiti aku. Sayangnya aku bukan pria yang pemberani sedari kecil. Aku lebih banyak diam dan menurut. Sampai saat ini aku masih saja tidak bisa membantah keinginan papa, mama, terlebih keinginan kakek.
Tara begitu dekat dengan kakek dan menyayangi kakek sepertiku. Untuk itu kakek tidak perlu alasan apapun agar aku menolak Tara untuk menjadi istriku nantinya. Memang kakek tidak memaksaku untuk segera menikah dalam waktu dekat ini, ia hanya meminta kami bertunangan dan menikah setelah aku lulus dari kuliah. Nyatanya aku tidak siap. Tara menginginkan kami bertunangan setelah dia selesai kontrak dengan salah satu agensi yang menaungi dirinya, karena salah satu dalam isi kontrak Tara tidak diperbolehkan memperlihatkan memiliki hubungan dengan pria manapun karena akan berimbas pada karirnya. Dan saat kami bertunangan, tidak mungkin akan sesederhana itu. Pasti ada pesta meriah dan dihadiri puluhan media untuk meliput acara kami tentunya. Semua sudah dipersiapkan kakek dengan matang layaknya kakek lah yang akan menikah.
Jujur saja, ada sedikit perasaan lega mendengar Tara mengatakan itu kepada kakek. Dan hebatnya kakek tidak pernah menolak keinginan Tara sedikitpun. Gadis seperti itu yang justru membuat aku sulit untuk melepas diri dari hubungan perjodohan ini. Tara selalu punya cara untuk membuat kakek setuju akan permintaannya.
Aku ingin perjodohan ini batal, tapi bagaimana caranya aku sulit untuk menemukan alasan yang tepat. Karena sekali lagi, Tara adalah gadis dengan seribu keahlian merayu kakek. Papa Mama juga menyukai Tara, bahkan mereka menginginkan Tara tinggal dirumah kami. Namun beruntung, Tara masih memilih untuk tinggal di apartemen yang tidak jauh dari kantornya. Meskipun aku tidak peduli ada atau tidak dia dirumah, aku rasa Tara juga mengetahui hal itu.
Mama tidak pernah mengetahui Tania secara langsung, mama hanya tahu tentang Tania dari cheff yang bekerja dirumah kami di Jakarta. Rupanya selama ini mama memintanya untuk mengawasi tanpa sepengetahuanku. Untuk itu Mama hanya bisa menenangkan diriku yang selalu merasa kacau saat aku merindukanmu. Mama dan papa juga tidak memiliki keberanian untuk menentang keinginan kakek meskipun sebenarnya mereka bisa.
Kakek memberikan semua aset keluarga atas namaku, dan selama ini mama papa mengelola bisnis ini hanya sampai aku siap untuk menjadi businessman hebat. Untuk itu kakek selalu menuntut agar aku benar-benar menjadi apa yang seperti mereka inginkan. Aku menghargai semua keinginan mereka meski jujur aku ingin menjadi apa yang aku mau, nyatanya itu tidak akan pernah bisa.
Banyak orang diluar sana melihat kehidupanku menyenangkan, mereka menginginkan seperti aku. Tapi aku sendiri tidak menginginkan ini! Semua yang ada pada hidupku hanya sebuah anugerah yang menjadikan aku sebagai sebuah wayang atau sebuah boneka di dalam keluarga. Memang aku tidak kekurangan cinta dari kedua orangtuaku. Hanya saja, aku kehilangan kehidupanku sendiri. Begitu malang nasib yang aku rasakan, tapi aku tidak patut menyesal.
Aku yakin suatu saat semua bisa berubah, meski aku sendiri tidak tahu kapan pastinya. Hanya saja keyakinan ini selalu ada di dalam hati, entah sampai kapan bisa bertahan dan membuat aku terus semangat menjalani kehidupan yang tak berwarna ini. Untungnya mama selalu memberikan support atas apapun yang akan aku lakukan nantinya. Begitu juga dengan papa yang juga memberikan saran dalam keadaan ini.
Kakek tidak pernah main-main jika memberikan kepuasan, karena itulah papa dan mama selalu takut menentang keinginan kakek selama ini. Kakek terlalu sulit untuk di diajak berdebat, tapi dia sangat menyayangi aku. Rasa cinta dan sayangku pada kakek pula yang membuat aku lemah, tak bisa aku sedikit saja membuat kakek bersedih. Aku hanya ingin kakek terus bahagia di separuh usianya.