webnovel

Kenangan Indah Sebelum Berpisah

Acara dimulai dan semua berpesta. Tania dan Kevan berdansa menikmati musik yang di putar oleh salah satu DJ kenamaan Indonesia, Devarra. Alunan musik khas anak Millenial membuat sorakan semua siswa-siswi bergemuruh.

"Aku nggak mau malam ini cepat berlalu." Kevan berbisik lembut ditelinga Tania.

"Aku pun begitu." Tania membalas ucapan Kevan dengan pelukan hangat. Sementara Kevan tersenyum manis melihat gadis yang dicintainya itu seperti Bidadari.

Saatnya pemilihan Raja dan Ratu prom night SMA BUDI PEKERTI. Bapak kepala sekolah mengumumkan nama yang sudah berada di dalam amplop. Siswa siswi meneriakkan nama Kevan dan Tania. Tentu saja, semua mendukung hubungan keduanya meskipun banyak yang iri. Dan benar saja nama mereka berdua yang tertera di layar proyektor sebagai pemenang raja dan ratu prom night tahun ini. Suara gemuruh tepuk tangan teman temannya mengiringi langkah Kevan dan Tania maju kedepan untuk menerima mahkota dan selempang dari panita dan melakukan speech.

"Terimakasih sebelumnya kami sampaikan atas kepercayaan semua yang ada disini karena memilih kami berdua untuk menjadi pasangan raja dan ratu malam ini. Terlepas dari kalian semua sangat luar biasa juga malam ini kami benar-benar tersanjung," tutur Kevan membuka suara.

"Kami mewakili semua teman teman juga berterimakasih kepada semua bapak ibu guru yang selama ini selalu membimbing kami semua disini, maaf apabila selama ini kami masih menjadi murid yang kurang baik dan terkadang menjengkelkan. Kami juga minta maaf." Kali ini Tania yang berbicara. Mendengar ucapan mereka berdua semua bangga dan sangat senang. Tepuk tangan semakin meriah lagi.

Acara telah usai, Kevan dan Tiara juga beberapa temannya mengabadikan momen indah itu dengan berfoto bersama. Pelukan hangat diantaranya membuat suasana sendu.

"Guys ... kita udah nggak bisa sama sama nih!" Siska mengayunkan pelukan. Disusul Rio, Tania, Lala dan Dea.

"Pokoknya wajib komunikasi loh ya guys meskipun kita bakalan kuliah ditempat berbeda," imbuh Dea.

"I-iya ... wajib banget ngabarin," ucap Lala sahabatnya yang terkenal kalem diantara mereka sambil sesenggukan.

"Dengerin ya guys. Kita akan jadi sahabat selamanya!" Tania memeluk sahabatnya erat. Malam pun berlalu.

***

Satu minggu berlalu, Kevan dan Tania bertemu. Kevan memberi tahu jika dirinya harus terbang ke Amerika senin depan, Tania yang mengetahui hal itu jujur saja merasa terkejut dan sedih. Bagaimana tidak, dirinya harus merelakan laki-laki yang sangat berarti dalam hidupnya pergi dalam waktu lama. Kevan memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di UIC (University of Illinois at Chicago) Amerika Serikat. Salah satu sekolah bisnis terbaik disana.

Kevan harus melanjutkan bisnis keluarga karena sang kakek yang begitu dekat dengannya meminta Kevan untuk dapat melanjutkan bisnis keluarga besarnya. Tentu saja Kevan tidak dapat menolak keinginan sang kakek, dan dengan terpaksa ia melepas impiannya sebagai seorang dokter.

"Aku harap kamu bisa mengerti sama pilihan aku ini, Tan." Kevan membuka suara setelah adu diam dengan Tania beberapa saat.

"Aku mengerti, Van. Meskipun jujur ... ini rasanya berat buat aku, tapi aku sadar itu hal terbaik buat kamu," ucap Tania berat karena berusaha mengatur nafasnya yang mulai berat. Ia juga harus menahan air matanya agar tidak pecah.

Kevan memeluk Tania erat. Tangis Tania pecah seketika, keduanya kini saling bercucuran air mata.

"Kamu juga harus pergi ngejar impian kamu, Tan. Aku mau lihat kamu jadi seorang designer hebat!" seru Kevan memberi semangat kepada kekasihnya yang sudah berlinang air mata.

"Tentu, aku juga mau lihat kamu jadi seorang businessman hebat!" Dengan suara seraknya Tania ikut memberikan dukungan kepada Kevan.

Tidak lama kemudian mereka saling bergandengan dan saling menatap dalam. Kevan memberikan sebuah kotak hadiah kepada Tania, sebuah patung ukiran wajah mereka berdua tengah berdansa. Tania juga memberikan sebuah jam tangan yang sengaja ia beli dengan uang tabungannya sendiri. Mereka ingin barang itu menjadi pengingat keduanya saat berjauhan nanti. Setelah itu keduanya menghabiskan sisa waktu bersama dengan menaiki perahu kecil dipinggir danau seperti biasanya. Mereka ingin mengukir begitu banyak momen bersama sebelum berpisah.

Tania dan Kevan memang selalu punya cara agar keduanya memiliki momen indah berdua, hal-hal kecil tapi bersifat romantis dan membekas tentunya. Tania merasa bahwa Kevan adalah orang yang ia inginkan untuk selalu berada di sampingnya sampai nanti, Kevan juga menginginkan hal itu. Mereka berdua tahu betul bahwa hubungan mereka akan bertahan jika keduanya tetap menjaga komunikasi dengan baik meskipun tidak mudah dengan kondisi mereka yang berjauhan. Mereka yakin semua akan baik-baik saja dengan saling percaya dan terbuka.

Kevan pagi ini terbang ke Amerika. Tania mengantarnya ke bandara bersama bik Ijah dan pak Ujang yang didapuk ikut serta menemani. Selama perjalanan hingga sampai bandara mereka berdua saling bergandengan menggambarkan perasaan keduanya yang tak ingin lepas. Tidak lama kemudian terdengar panggilan informasi bahwa pesawat yang akan di tumpangi Kevan segera berangkat. Tania kali ini sudah tidak bisa menahan air matanya.

"Aku pergi dulu ya, Tan? Kamu baik-baik disini dan jaga kesehatan. Aku sayang kamu Tania Jovanka!" ucap Kevan seraya memeluk Tania dan mencium kening Tania dengan penuh perasaan. Ada air mata juga di pelupuk matanya.

"Aku juga sayang kamu Kevan Celio! Kabari aku selalu." Tania membalas dengan memeluk Kevan dan mencium pipinya lebih erat. Tak peduli apakah Kevan bisa bernapas atau tidak, karena yang Tania tahu ia sudah akan jauh dari laki-laki yang ia cintai.

"Hati-hati den Kevan. Baik-baik disana, ya? Jangan lupain kami berdua," Bik Ijah dan pak Ujang memberikan salam perpisahan. Kevan memeluk pak Ujang dan bik Ijah meskipun mereka sedikit canggung.

Kevan memasuki ruang boarding, Tania melambaikan tangan kearah Kevan. Begitu juga Kevan, ia membalas lambaian tangan Tania. Punggung Kevan yang sedari tadi terlihat kini sudah tak terlihat lagi. Tania benar-benar merasa seperti separuh jiwanya pergi, ia masih terus menatap ruang yang sebelumnya terlihat jelas sosok Kevan.

Melihat kondisi Tania, bik ijah dan pak Ujang mengajak Tania pulang. Namun tetap saja di dalam mobil Tania terus memandangi foto saat bersama Kevan. Air mata Tania terus bercucuran, bik Ijah dan pak Ujang melihat betapa sedihnya Tania juga turut bersedih. Bik Ijah mengelus rambut Tania dan mencoba menghibur Tania.

"Sudah Non ... Bibik tahu ini berat. Tapi Non Tania juga harus semangat buat kejar impian Non Tania, lagipula den Kevan bilang sama Bibik kalau Non Tania mau sekolah pasien kan?" Tania menoleh ke bik Ijah.

"Bukan pasien bik ... tapi fashion," Tania membenarkan ucapan bibiknya itu dan menghapus air matanya. Ada sedikit rasa lega di hati bik Ijah karena secara tidak langsung ucapannya tadi bisa membuat Tania tersenyum meski sedikit.