"Aku ada nasihat lain, Bagas?"
Perkataanku membuat Bagas menaikkan kedua alis matanya. "Cara aku bisa dapat jodoh?"
"Sayangnya tidak."
"Kalau begitu, simpan saja."
Tanganku terangkat meremas pundak Bagas. Lelaki malang ini memang sudah lama cari jodoh, namun dewi keberuntungan belum memberikan apa yang dia inginkan. Seringkali hatinya malah remuk.
"Mungkin belum waktunya saja," ujarku. "Kalau kau makin putus asa, bakal makin hilang respek orang padamu loh."
"Maksudmu gimana?"
"Apakah kau lihat ada yang aneh dalam kehidupanmu?"
Sahabat karibku kembali termenung. Matanya melirik ke atas dengan kedua tangan terlipat sementara dirinya bersandar pada tiang penyangga teras.
"Aku tidak tahu."
"Maaf, mungkin aku perlu spesifik," pintaku. "Kau lihat kan, perempuan yang tidak kau suka menyukaimu, tapi perempuan yang kau suka malah tidak menyukaimu?"
"Benar!"
"Kau tahu kenapa?"
Bagas menurunkan kedua pundaknya. Menunjukkan ekspresi lemas serta kecewa akan ketidaktahuannya.
"Karena kau needy alias jadi lemah dan kurang seperti seorang lelaki."
"Maksudmu gimana?"
"Ada alasan sifatmu yang kurang acuh pada gadis yang kau tidak suka membuatnya menyukaimu, begitu juga sifatmu yang iya-iya saja pada gadis yang kau sukai tidak menyukaimu."
Kali ini Bagas menundukkan kepala. Tangan kanannya menggaruk dahi.
"Coba rincikan."
"Mudahnya, kau kelihatan menantang dan sulit tergoyahkan sehingga tampak jantan bagi perempuan yang menyukaimu, tapi kau kelihatan tak punya prinsip dan yes man alias mudah setuju sehingga kelihatan lemah di hadapan perempuan yang kau suka namun tidak menyukaimu."
"Sungguh rumit," Bagas mengakui. "Apa itu yang membuat bad boy disukai perempuan?"
"Salah satu faktor. Makin dijahatin, makin mereka suka walau aku tidak suka cara seperti itu." Aku menghela napas. "Intinya laki-laki perlu kelihatan berani dan punya nyali. Bad boy tampak berani karena melanggar peraturan serta hidup sesuka hati mereka."
"Aku kurang paham. Bisakah kita bahas lebih lanjut di kemudian hari? Soalnya aku mau buang air besar."
"Tentu," jawabku sambil tertawa. "Coba kau renungkan di kamar mandi. Biasanya lebih lancar."
Bagas bergegas memasuki rumah sambil tergelak. "Kurang ajar kau memang."
Tentu saja aku tersenyum. Pembahasanku kurang lebih sebatas teori saja sementara prakteknya jauh lebih sulit. Agar lebih mengerti, Bagas perlu mengalami suka dan duka dalam berpacaran itu sendiri
Seni berpacaran itu memang penuh misteri, tetapi semuanya ada triknya