Siang harinya paman Rohman seperti biasa akan pergi kerja karena memang dia kebagian jadwal masuk siang, aku seperti biasa membersihkan rumput yang ada di depan rumahnya.
"Nanti saja sore, kamu gak lihat matahari lagi terik gitu?"
Bi Masitoh nampak menggendong anaknya sambil menyusuinya, sebenarnya kali pagi ini aku jadi horny saat melihat payudaranya yang padahal aku sudah biasa melihatnya.
Mungkin hal itu karena adanya tanda merah yang masih berbekas karena perbuatan paman Rohman.
Aku buka bajuku karena keringat sudah membasahi badanku, sebenarnya ingin aku telanjang bulat tapi masa iya harus aku lakukan itu.
"Kamu udah dewasa ya Jaka, bulu kamu saja udah penuh gitu."
"Ah bibi bisa saja, kan bibi tahu kalau aku kaya gini."
"Dulu kamu bibi mandiin, sekarang mah udah banyak bulunya."
Bi Masitoh berkata dibarengi tawa pada akhirnya, dia tidak sadar kalau perkataannya membangkitkan gairahku. Gilanya aku berpikir kalau kemaluan kami bersatu, penisku yang berbulu bersatu dengan vaginanya yang berbulu.
"Heh, kamu melamun apa?"
"Gak bi, aku cuma haus saja."
Aku mengelak sebisa mungkin agar tidak menimbulkan kecurigaan kalau sekarang batang kemaluanku sudah berdiri tegang.
Sehabis shalat isya aku dihadapkan dengan sesuatu yang membuat gundah gulana, karena jujur saja sedari tadi penisku berdiri tegak dan rasanya tidak mau turun dalam kondisi semula.
Entah apa yang aku pikirkan pada saat itu, aku sebenarnya sudah biasa masturbasi tapi tidak pada jam seperti ini. Aku lakukan itu sekitar jam 12 malam, mungkin yang paling enak itu adalah saat suara erangan paman Rohman agak kencang. Jadi aku bisa ikut mengerang serasa serang menindih bi Masitoh.
Mungkin kenapa aku bisa terobsesi kepada bibiku adalah karena wajahnya yang cantik, kemudian badannya dia jaga sedemikian rupa.
Aku mengocok penisku penuh semangat dengan sedikit erangan karena aku sudah sangat horny, aku tidak sadar kalau pintu kamarku terbuka dan disana bi Masitoh menyaksikan aku sedang onani.
"Jaka?"
Buru-buru kau tutupi penisku dengan selimut, bukannya pergi justru bi Masitoh malah menghampiriku.
"Kamu ngapain?"
"Ma...maaf bi, gak tahu tiba-tiba pingin aja."
"Astaga Jaka, kamu segera menikah biar gak kaya gitu terus!"
"Menikah dengan siapa bi?"
Bibiku terdiam.
"Atau kamu pernah melakukannya dengan wanita?"
"Gak bi, Jaka gak pernah melakukannya hubungan badan sebelumnya."
Tiba-tiba saja bi Masitoh duduk di pinggiran kasurku, dia nampak resah dan wajahnya penuh amarah.
"Kamu lagi pingin banget? Sudah sering kaya gini?"
Aku menganggukkan kepalaku dan mengaku kalau aku mungkin bisa 4 atau 3 kali dalam seminggu untuk onani. Wajahnya terperangah seolah tidak percaya kalau aku orang yang seperti itu.
"Apa bibi mau bantu aku?"
Sungguh berani aku berkata seperti itu, sudah pasti aku akan mendapatkan tamparan pada wajahku.
"Bibi harus gimana?"
Wajahku heran sekaligus bahagia dengan pertanyaan dari bibiku.
"Apa kita bisa melakukannya?"
"Apa?"
Bibiku langsung menatap tajam kepadaku, dia seolah menolak dengan pertanyaanku.
"Bibi gak mau lakukan itu."
"Aku janji bi, aku gak bakalan masukan. Cuma gesek-gesek doang."
"Alah, nanti kamu pasti masukan."
"Aku janji bi gak bakalan lakukan itu."
Sejenak bibiku terdiam seolah memikirkan apa yang aku katakan, sampai akhirnya dia berkata mau hanya untuk menggesek saja, aku pun tanya alasannya dan dia hanya menjawab kalau pagi tadi paman Rohman cuma kuat 3 menit saja.
Aku cium pipinya dan menolak, rupanya dia ingin kebagian intinya saja. Jelas itu membuat aku kecewa walaupun senang, karena aku ingin menikmati bibirnya, meremasi payudaranya. Tapi berhubung bibiku menolak jadi aku hanya bisa pasrah saja.
Dia lepaskan celana dalam yang ada di alik dasternya, warnanya merah muda dan jujur aku ingin mencium aromanya.
"Ayo buka punya kamu!"
Aku buka celanaku dan memperlihatkan penisku di balik celana dalam berwarna hitam milikku.
"Ya udah sini bibi gesek."
Aku berbaring dan dia berada diatas tubuhku, sementara vaginanya yang tanpa celana dalam terus menggesek penisku yang masih terbungkus celana dalam.
Jujur saja aku ingin membuka celana dalamku tapi aku takut dia marah, tapi aku cukup memberanikan diri untuk mengatakan itu.
"Bi, boleh aku buka celana dalamku?"
"Jangan ih, nanti kamu masukin!"
"Enggak bi, aku janji."
"Awas ya!"
Aku buka celana dalamku dan kini kemaluannya dan kemaluanku bagai hutan rimba saja, aku hanya bisa diam saat bulu-bulunya terus menggesek penisku. Beberapa kali gesekan vagina bibi Masitoh hampir membuat penisku masuk, tapi aku hanya mengerang saja.
"Bi, punya bibi sudah basah sekali."
"Iya, kamu diam saja. Jangan macam-macam!"
Aku ikut menggoyangkan badanku karena jujur aku juga tidak tahan, tanpa dia sadari aku peluk tubuhnya dan aku satukan bibirku dengan bibirnya. Aku terkejut saat lidahku ditarik masuk olehnya, tanpa basa-basi basi aku menelanjanginya begitu juga aku.
"Ingat jangan dimasukkan!"
"Iya bi."
Posisiku masih ada dibawah tubuhnya dan vaginanya semakin basah saja.
"Ahhh... Enak sekali Jaka."
Aku masih mencari cela bagaimana penisku bisa masuk ke dalam vaginanya, tapi hebatnya bibi Masitoh luar biasa. Dia hanya memasukkan kepala penisku saja dan menggoyangkannya, sementara aku terus memajukan penisku agar masuk secara utuh.
Aku tidak kuat lagi menahan penisku yang digesek dengan bulu jembut bi Masitoh yang sangat lebat, sampai akhirnya aku ejakulasi dibarengi bi Masitoh yang orgasme.
Saat itulah dia lupa dan menghempaskan tubuhnya hingga seluruh batang kemaluanku masuk semuanya, sungguh nikmat rasanya karena licin akan sperma dan cairan kewanitaannya.
"Enak sekali bi."
Bibiku yang sadar langsung melepaskan apitan terhadap penisku.
"Kan jangan dimasukin, kenapa kamu masukkan?"
Aku bengong karena kalau menurut peristiwa bi Masitoh lah yang memasukannya.
Keheningan terpecah saat mendengar suara ketukan pintu dibarengi suara tangisan anak kedua bibiku.
Dia langsung pergi dan membuka pintu, rupanya itu adalah paman Rohman yang sudah pulang. Tidak ada kecurigaan dari pamanku karena dia memang orangnya cuek, mungkin kalau aku genjot istrinya dia gak bakalan marah.
Satu yang membuat aku bahagia adalah celana dalam bi Masitoh yang tertinggal tentu saja itu menjadi hal istimewa.
Aku tatapi celana dalamnya dan terdapat noda kuning pada bagian tengahnya, aku cium aromanya sampai membuat aku tertidur pulas.
Tamat