webnovel

Calon Imamku (Tamat)

Faezya Farzan, seorang mahasiswi jurusan PGMI, dia sering sekali bermimpi bertemu dengan seorang pria berjubah putih berparas rupawan dengan senyu manis, pria itu selalu mengatakan bahwa dia adalah calon istrinya. Faeyza jatuh cinta dengan seorang pria dama mimpi tersebut, berusaha mencari dan terus mencari hingga hatinya tak mampu terbuka untuk pria lain, tak perduli bahwa dirinya akan dianggap gila. Dia hanya ingin bertemu dengan bersama pria tersebut. "Aku hanya inginkan dirimu, calon imamku."

Firanda_Firdaus · Sejarah
Peringkat tidak cukup
88 Chs

Episode 27

Calon Imam Ku episode Dua Tujuh

Ivan Maulana Rizky membereskan pekerjaannya, setelah meeting dengan salah satu klien membahas kerja sama untuk perusahaan Maula publisher dia segera menuju kampus Madangkara karena harus mengajar.

Selama dalam perjalanan dia terus menyentuh dadanya, seperti telah terjadi sesuatu yang buruk pada orang terkasihnya tapi tak ingin buruk sangka dan lebih memilih beristigfar.

##

"Akh …" Faeyza mengerang tertahan merasakan rasa peruh dan panas akibat luka sayatan di lengannya.

"Iza, lebih baik kamu masuk kembali dalam mobil. Di sini berbahaya, bagaimana pun juga aku seorang pria, jadi aku harus melindungimu," kata Zein tak tega melihat gadis itu kesakitan.

"Tidak, mas. Aku lihat tadi mas sangat kesakitan, aku khawatir. Mas … berjanjilah kalau nanti kita selamat, mas akan menikah dengan ku," balas Faeyza. Kalau sudah begini pria safir itu tidak bisa berkata-kata lagi, mana mungkin dirinya menjanjikan sesuatu yang belum tentu akan terjadi. Urusan jodoh, mati, rizky itu semua ada di tangan Allah. Kalau dirinya berjanji tapi ternyata mereka tidak berjodoh, bukankah sama saja telah berdusta?

"Iza, jodoh itu adalah urusan Allah. Mas tidak bisa menjanjikan sesuatu yang mas sendiri belum yakin."

"Aku tahu, mas. Kalau begitu jika Allah mengizinkan, mas akan menikah dengan ku," balas Faeyza masih kekeh ingin dinikahi seakan dia adalah seorang gadis yang sudah diambil kesuciannya.

"Insya Allah," jawab Zein tidak ingin terlalu panjang berdebat.

Ku mengambil pisau belati yang sempat terjatuh, ia  segera berlari menghampiri Zein dan Faeyza dengan pisau terhunus. Mata safir owner ZEM melebar, reflek dia memeluk tubuh mungil gadis itu menyembunyikannya ke dalam tubuhnya.

Jleb …

Pria itu tersentak merasakan nyeri terasa di pinggangnya, darah mngalir keluar hingga menembus baju yang dipakainya.

Ckit …

Maulana meminta Mizuno menghentikan mobil ketika melihat seorang pria telah menusuk buah hatinya, sebagai seorang Ayah dia tidak akan pernah rela melihat putranya tersakiti semacam itu. Sudah lama tidak berkelahi, dia langsung membuka pintu mobil lalu berjalan menahan emosi, berjalan menuju orang yang sudah berani melukai sang buah hati.

Tangan terulur menarik kerah kemeja Ku lalu memukul wajah pria itu dengan kepalan tangannya."Mizuno! Telpon ambulan juga polisi, berani sekali kalian membuat keributan di depan ku," geramnya.

"Ba-baik, Tuan Besar." Supir itu mengangguk patuh.

Iris safir yang sudah tidak muda lagi itu menatap dua sembilan preman tersisa itu tenang."Bagaimana kalau kita bertaruh? Aku akan berkelahi dengan kalian semua, aku akan menggunakan senjata sama seperti yang kalian miliki. Kalau aku menang, maka kalian harus menghafal surat arrohman, sekalipun dalam jeruji besi aku akan menagihnya."

Set dan anak buahnya merasa terhina dengan ucapan pria itu."Aku seperti pernah melihat wajahmu, tapi di mana?" kata Set mencoba mengingat kembali.

"Anggap saja aku memang terkenal, tapi aku tidak suka berbicara hal yang tidak penting," jawab Maulana masih tenang. Sementara itu matanya melirik Zein yang masih memeluk tubuh mungil gadis yang menjadi rebutan tersebut.

"Sungguh tidak bisa dimaafkan, semoga masih ada waktu untuk menikahkan kalian," gumamnya.

Perlahan Zein melepaskan pelukannya."Maaf," sesalnya.

"Tidak apa, mas. Aku berterimakasih karena mas melindungi ku, sekarang mas terluka. Kita harus segera ke rumah sakit, mas," jawab Faeyza.

"Tidak, Iza. Aku akan membantu Ayah melawan mereka," tolak Zein.

"Tidak perlu, kalian pergi saja obati luka itu lalu segera menikah," tolak Maulana membuat kedua manusia itu terkejut. Faeyza mengangguk cepat sedang Zein masih tidak mengerti.

"Ayah, aku tidak bermaksud melanggar hukum agama. Aku hanya reflek tadi, lagi pula … Tanvir menyukai Iza," kata Zein berusaha menjelaskan.

"Ayah minta kamu segera menikahinya, Ayah akan melamarnya untuk mu. Anggap saja dia dan Tanvir tidak jodoh," perintah Maulana tidak ingin dibantah. Zein mengangguk, memang kalau orang tuanya itu sudah memerintahkan maka tidak ada yang bisa dilakukan, semoga Adiknya bisa mengerti dan bersedia memaafkannya.

Tak lama krmudian Tanvir datang, tapi polisi bahkan sudah selesai membawa para preman yang terisa, ia berjalan menghampiri Faeyza, tangannya terulur langsung mengambil tangan gadis itu. Khawatir ketika melihat noda darah sangat banyak."Za, apa yang terjadi? Kamu terluka sangat parah, darah mu sampai mau habis begini."

"Itu bukan darah ku, tapi milik mas Zein." Gadis itu memperhatikan Zein yang mulai dimasukkan ke dalam mobil ambulan. Hatinya sangat sakit melihatnya, tapi senang juga karena akan menikah.

"Tanvir, besok Fayza akan menikah dengan Zein," kata Maulana memberitahu. Tanvir sangat terkejut dengan keputusan sepihak sang Ayah, jelas-jelas dirinya yang begitu sangat cinta, tapi kenapa orang lain yang harus menikah.

"Ayah tahu kamu mungkin tidak akan terima, tapi Faeyza tidak menolak. Nanti malam Ayah dan Ibu akan datang melamarnya, sekarang Zein berada di rumah sakit, dia berusaha melindungi calon Istrinya. Ayah tidak bisa menutup mata bahwa mungkin saja mereka saling cinta," jelas Maulana.

"Itu tidak benat, Ayah. Kak Zein itu tidak menyukai Faeyza, Ayah tidak bisa membuat keputusan sepihak," protesnya.

"Sepihak? Yang akan menikah itu Zein dan Faeyza, mereka setuju. Ayah tidak memaksa sama sekali, artinya kamu salah menilai Ayah mu. Sudah, kedepannya kamu jangan bersikap sembarangan lagi pada calon Kakak iparmu," putus Maulana tidak ingin dibantah.

Pria paruh baya itu meninggalkan tempat tersebut dan segera mengikuti ambulan yang membawa putranya ke rumah sakit, sebenarnya dia menikahkan Zein dengan Faeyza bukan karena apapun melainkan karena Tanvir harus belajar ikhlas dan tidak selalu menggunakan emosi dalam menyikapi segala sesuatu.

"Sebentar lagi kita akan menjadi saudara ipar, aku akan bersikap baik pada mu," kata Faeyza tiba-tiba.

Tanvir melirik dongkol, tapi sebelum janur kuning melengkung dirinya tidak akan pernah menyerah."Za, aku mohon jangan menikah dengan Kak Zein hanya karena kamu merasa kalau dia adalah orang yang ada dalam mimpimu. Karena pria yang ada dalam mimpi mu itu adalah aku, aku yang selalu memiliki ikatan batin dengan mu."

"Tanvir, aku menyukai mas Zein. Aku merasa mas Zein mampu menjadi imam yang baik untuk ku, dia lembut dan bijak, dia juga tidak mudah emosi. Aku membutuhkan sosok pria yang mampu mengayomi ku," balas Faeyza mencoba memberi pengertian.

"Tapi usia mu tidak akan cukup, Za. Kamu masih delapan belas tahun, mana bisa kamu menikah dengan Kak Zein. Kamu tidak takut kalau saat malam Kak Zein memasukkan pisangnya pada mu." Tanvir mulai mencuci otak gadis itu.

"Dasar otak mesum, sudalah aku mau ke dokter. Aku takut kalau nanti lengan ku menjadi infeksi," omel Faeyza jengkel.

"Aku antarkan, kalau kamu menjadi Istri Kak Zein, aku akan menunggu janda mu. Siapa tahu saja Kak Zein mati muda atau bosan pada mu," kata Tanvir membuat gadis itu jengkel, mana ada seorang Adik nyumpahi Kakaknya.