Aydin mengayuh sepeda fixienya setelah selesai mengajar anak-anak mengaji. Di pikirannya teringat sosok gadis cantik bermuka bulat, mata sipit dan hidung yang tak terlalu mancung tampak cantik alami meski tak bermake up tebal. Gadis yang sudah satu tahun lalu dijodohkan dengannya, namun tak sekalipun Mahira mau menemui Aydin setiap kali lelaki ini bersama sang Abi bertamu ke rumah ustadz Wahyu.
Ingatan Aydin melayang jauh ke belakang, saat Abinya memperlihatkan sebuah foto yang akan dikenalkan dengannya. Ustadz Wahyu dan Ustadz Fajar sepakat akan menjodohkan anak-anak mereka.
Dan setiap kali Aydin bertemu dengan Wahyu, beliau selalu menceritakan tentang Mahira dan kebenciannya pada laki-laki sholih. Baru kali ini Aydin tahu ada wanita yang menolak dijodohkan dengan laki-laki sholih. Yang ia tahu setiap wanita selalu mendambakan sosok laki-laki beriman dan taat apalagi seorang ustadz. Namun Mahira lain. Dan Aydin tahu apa penyebabnya, setelah Wahyu menceritakan semuanya.
Aydin pun akhirnya memaklumi apa yang dirasakan oleh Mahira. Dirinyapun salah satu orang yang mungkin tidak akan bisa berpoligami. Sejak kecil dia dibesarkan di keluarga yang harmonis. Abi dan Uminya selalu romantis setiap hari. Bahkan mereka selalu hidup bahagia. Kata Abinya, cukup satu istri saja sudah membuatnya bahagia. Buat apa mencari istri lagi? Dan itu yang selalu ada di dalam otak Aydin. Dia ingin mencari wanita yang bisa berbagi suka dan duka dengannya. Seperti Abi dan Uminya. Mungkin Mahira perlu ia pertemukan dengan kedua orangtuanya ini untuk menepis dugaannya selama ini. Bahwa tidak semua laki-laki sholih itu akan berpoligami.
Cukup lama Aydin mengayuh sepedanya karena jarak rumahnya dan tempat ia mengajar kurang lebih dua tiga kilometer.
Akhirnya tiba juga dia di rumah bergaya klasik yang sangat mewah dengan airmancur yang ada di halaman. Tak lupa di sudut taman ada satu pohon kurma yang tumbuh menjulang namun tak berbuah.
"Assalamualaikum." Aydin mengetuk pintu setelah sebelumnya dia memberikan sepedanya pada penjaga rumah untuk diletakkan di garasi rumahnya.
"Waalaikumsalam." Seorang wanita paruh baya dengan gamis longgar dan hijab yang menjuntai hingga lutut membukakan pintu untuk Aydin.
"Umi.." Aydin mencium punggung tangan Hamidah dengan hormat.
"Kamu habis mengajar, Nak?"
"Iya Umi, seperti biasa hari Senin, Rabu dan Kamis setelah pulang kantor, Aydin langsung ke rumah singgah."
"Kamu pasti lelah ya, Nak? Umi sudah masak soto betawi kesukaanmu."
"Alhamdulillah.. Pasti enak, Mi. Aku tidak sabar ingin mencobanya."
"Cuci kaki dulu baru makan, Nak."
"Iya Umi. Kak Rahma dimana Umi?"
"Baru jemput anaknya les renang." Aydin memiliki seorang kakak perempuan bernama Rahma. Alasan inilah yang menyebabkan dia dan Abinya tidak mau berpoligami. Karena mereka memiliki anak dan saudara perempuan. Menyakiti seorang wanita, sama artinya menyakiti Hamidah dan Rahma.
Setelah mandi dan mengganti pakaiannya, Aydin bergegas turun ke bawah menemui Uminya yang sudah menunggu di meja makan. Beliau tampak asyik menata piring dan sendok di atas meja makan. Yang bagian tengahnya ada toples kristal dengan isian cemilan makanan ringan kesukaan Aydin.
"Wah kelihatannya enak sekali, Umi."
"Emping dan krupuk udangnya ambil sendiri di toples ya."
"Iya, Umi. Alhamdulillah.. Sudah lama Umi tidak masak soto betawi."
"Iya, kalau Umi tiap hari masak soto betawi, Abimu kolesterolnya tinggi lagi donk."
"Hehehe.. Umi bisa saja."
"Besok kalau kamu sudah menikah, gantian istrimu yang masak buat kamu, Nak."
"Sama siapa Umi? Sampai sekarang Mahira belum mau membuka hati untukku."
"Sabar saja, Nak. Kalau memang dia jodohmu, pasti kamu akan menikah dengannya. Yang penting jangan putus berdoa sama Allah."
"InsyaAllah Mi." Di sela makannya, Datanglah Rahma dengan anak perempuannya yang cantik diikuti Suaminya di belakang. Mereka tampal harmonis dan bahagia. Aydin belajar banyak dari mereka yang sudah berkeluarga. Kebahagiaan itu bisa datang dari rumah tangga yang harmonis.
*****
Esok harinya Aydin memikirkan rencana yang telah ia susun untuk mengambil hati Mahira. Mendekati Mahira dengan cara yang biasa, ia yakin tidak akan membuat Mahira mau membuka hatinya. Dia butuh dukungan Edo untuk melaksanakan rencananya.
Lelaki dengan rambut belah samping itu membuka lemari pakaiannya. Mencari pakaian yang sekiranya cocok membantu penyamarannya. Dia tidak akan membohongi Mahira. Dia hanya menyembunyikan identitas dirinya agar Mahira mengenal dia dari pribadinya. Dan bukan karena dia seorang ustadz. Dia harus meyakinkan Mahira, kalau pemikiran gadis itu selama ini tidak benar.
Bukan baju koko dan peci yang akan dia bawa. Tapi kaos putih dan celana jeans yang akan dia pakai. Dia masukkan pakaian kerjanya ke dalam tas ransel yang biasa ia bawa. Ya Aydin setiap pagi selalu berangkat ke kantor dengan berpakaian kasual dan akan mengganti dengan pakaian kerja setelah sampai di kantor. Tak lupa ia mengenakan helm, sarung tangan dan masker. Karena jalanan ibukota yang penuh polusi meski di pagi hari.
Aydin lebih senang berangkat lebih pagi menggunakan sepeda kesayangannya. Walau menjabat sebagai CEO di perusahaan milik Abinya, Aydin jarang sekali menggunakan mobil. Lagipula setelah bekerja, dia harus mampir ke rumah singgah yang jelas akan lebih mudah apabila menggunakan sepeda.
Aydin telah menyelesaikan pekerjaannya. Selepas Ashar dia segera mengayuh sepedanya kembali menuju ke rumah singgah tempat dia mengajar ngaji anak-anak jalanan. Namun kali ini dia tidak untuk mengajar di sana.
"Assalamualaikum, Ustadz." Sapa Edo yang melihat Aydin meletakkan sepeda di samping rumah singgah.
"Waalaikumsalm, Do. Ngagetin saja. Sudah aku bilang kan, jangan panggil Ustadz. Panggil saja abang seperti anak-anak yang lain."
"Enggak papa Tadz. Tumben ustadz hari selasa datang ke sini? Kan tidak ada jadwal mengaji." Memang rumah singgah sekarang di pakai bergantian. Tiga hari untuk Mahira dan kawan-kawan. Dan tiga hari untuk Aydin. Jadi selama ini mereka jarang bertemu.
"Iya aku tahu. Do, ada yang mau aku bicarakan sama kamu."
"Tentang apa, Tadz?"
"Aku butuh bantuanmu untuk mengenalkanku dengan perempuan yang mengajar anak-anak membaca."
"Wah Ustadz naksir? siapa Tadz?"
"Sebenarnya aku sudah lama mengenalnya. Tapi hanya lewat foto. Orangtua kami menjodohkan kami, tapi gadis itu tidak mau berkenalan denganku. Aku hanya ingin dia bisa mengenalku tanpa tahu sebenarnya aku adalah orang yang selama ini dijodohkan dengannya. Dia sangat membenci laki-laki alim."
"Oh, pantas saja Ustadz sekarang penampilannya beda. Kayak anak gaul aja. Biasanya pake baju koko dan peci."
"Hehehe.. Namanya juga usaha, Do."
"Memangnya siapa sih gadis itu? yang mengajar di sini kan banyak."
"Mahira, Do. Aku lihat kamu akrab dengannya. Kamu mau kan membantuku?
"Oh, Mahira?" Edo tertunduk lesu setelah Aydin mengatakan yang dia suka ternyata Mahira.
"Bagaimana, Do?"
"Ahh.. Iya siap Tadz. Aku akan membantu."
******
Plis... tinggalkan jejak ya. 😊