webnovel

Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed

Sinopsis Sebagai pria bangsawan dengan gelar ksatria pedang agung yang cukup disegani pada banyak medan pertempuran, Lorant sering menjadi bahan pembicaraan gadis-gadis bangsawan. Wajahnya yang memiliki tulang rahang tegas, dengan hidung bagaikan terpahat sempurna yang memisahkan kedua mata coklat setajam elang berbingkai alis berbentuk golok tebal, membuatnya sangat berkharisma. Tubuh atletisnya yang dipenuhi guratan luka akibat perang, justru semakin membuatnya terlihat gagah. Bahkan para gadis sering membual bahwa dia tahu berapa jumlah bekas luka yang ada di tubuh Lorant, untuk menimbulkan asumsi bahwa dirinya cukup intim dengan Lorant. Tetapi Lorant justru mencintai Benca, gadis biasa yang tinggal terisolir di tepi hutan selama delapanbelas tahun. Hubungan cinta mereka menghasilkan dua orang anak kembar, Lovisa dan Edvin. Lorant tidak menyangka kisah cintanya bersama Benca merupakan awal perjuangan panjang dan pertarungan mental yang kerap membuatnya frustasi. Selain harus menghadapi kecemburuan Ivett, wanita bangsawan yang telah dijodohkan dengannya dan berusaha mati-matian untuk melenyapkan Benca dengan cara apapun, Lorant juga harus menerima kenyataan, bahwa Benca adalah putri kandung dari bibinya sendiri, seorang wanita bangsawan kelas atas penganut satanisme yang sering melakukan ritual berupa mandi darah perawan, dan telah menculik Lovisa, untuk dijadikan korban ritual. Dengan segala kemampuannya, Lorant berusaha melindungi dua wanita yang paling dicintai dalam hidupnya dari cengkraman bibi sekaligus ibu mertuanya yang haus darah.

Risa Bluesaphier · Sejarah
Peringkat tidak cukup
119 Chs

17. Rumah Pohon Saksi Bisu, 12 Oktober 1591

Disaat yang bersamaan, disebuah rumah pohon yang tersembunyi, dua insan dimabuk asmara belum juga menuntaskan hasratnya yang tidak pernah padam selama lebih dari sembilan belas tahun. Mereka seperti tidak mengenal kata lelah. Terus saja bergelut dalam keheningan hutan yang menelan semua rahasia mereka di dekat rumah pohon tempat mereka bertemu bertahun-tahun yang lalu.

Meskipun mereka sempat terpisah selama lebih dari empat belas tahun tanpa bertemu sama sekali karena terpisahkan oleh keadaan, namun di lima tahun selanjutnya mereka mulai menemukan jalan untuk bisa saling bertemu, dan di tahun terakhir ini bahkan lebih sering lagi.

Rumah pohon yang mengawali pertemuan mereka adalah saksi bisu atas setiap lenguhan dan hasrat asmara yang menggelora antara dua insan tersulut api asmara yang bergejolak. Bagi mereka, strata sosial tidak menghalangi ketertarikan satu sama lain. Mereka menikmati setiap momen dengan penuh perasaan.

Segala atribut status sosial ditanggalkan dengan penuh kesadaran. Yang tersisa hanyalah hasrat untuk melebur satu sama lain dalam penyatuan yang memabukkan. Keinginan untuk bisa bersama yang membentur tembok besar dan tidak mampu mereka lewati, membuat mereka lebih memilih untuk menjalani pertemuan rahasia mereka dengan hati-hati. Seandainya saja status sosial tidak pernah ada, tentunya mereka telah hidup bahagia bersama putri mereka yang saat ini entah berada di mana.

"Gustav, aku sungguh merindukanmu," wanita itu seperti merengek dalam pelukan pria yang dipanggil Gustav.

"Akupun merindukanmu Ellie, sejak awal pertemuan kita, bahkan saat kita tidak diizinkan untuk saling bertemu, aku sering menginap di sini hanya untuk mengingat kebersamaan kita." Gustav memejamkan matanya, teringat betapa pedih saat-saat ketika Ellie dipaksa untuk berpisah darinya, bahkan putri mereka yang baru lahir dan belum sempat dilihatnya juga terpaksa harus dia relakan.

"Kamu tahu aku tidak bisa menemuimu, sayang. Aku tidak mau kamu dibunuh oleh keluargaku." Ada rasa bersalah dalam nada suara Ellie, namun dirinya sungguh-sungguh tidak kuasa untuk melakukan sesuatu bagi keluarga kecil mereka. Bahkan untuk kemerdekaannya sendiri, Ellie masih belum mampu mendapatkannya hingga detik ini. Orang melihat dirinya sebagai putri bangsawan kelas atas yang memiliki semua hal. Namun kenyataan sesungguhnya, dia tidak bisa memiliki apa yang paling dia inginkan dalam hidupnya.

"Aku tahu, sayang. Aku mengerti." Gustav semakin mengeratkan pelukannya, membasuh peluh di pelipis kekasihnya penuh cinta, sementara Ellie terus saja mencengkram punggung prianya dengan keras. Baginya, saat bersama Gustav adalah momen terindah yang akan dinikmati setiap detiknya. Bersama Gustav dia tidak pernah merasa lelah, dia selalu siap dan ingin lebih, lagi dan lagi.

"Sekarang semuanya sudah berlalu, kita hanya perlu menemukan putri kita, sayang." Gustav mencoba menenangkan kekasihnya. Mencoba membuatnya merasa nyaman, dan tidak terlalu membebani pikiran perihal putri mereka.

Ellie memejamkan matanya saat tubuhnya terasa penuh dan mengejang, "P-u-t-r-i... pu-tri ki-ta.. buah cinta kita..." ucapnya terpatah-patah.

Gustav merasakan kekasihnya semakin menghangat, "Ya sayang, buah cinta kita... dan kita akan terus mencarinya... juga mengenangnya... dengan cara seperti ini... sama seperti sembilan belas tahun yang lalu..." dengan penuh hasrat, Gustav terus memasuki Ellie yang seperti hanyut, tubuh Ellie menggelinjang seperti jelly yang meliuk-liuk, lemah namun liar. Semakin Ellie melenguh dan bergerak seirama hentakannya, Gustav ikut menjadi liar dan semakin terobsesi untuk bisa mendengarkan Ellie berteriak menyebutkan namanya.

Keduanya terus berpacu dalam hasrat membara, memecah malam dengan suara-suara derit kayu dan desahan yang saling beradu, seolah berebut untuk mengoyak malam yang senyap menjadi riuh. Namun seberapapun mereka membuat gaduh, lebatnya hutan menelan setiap suara yang tercipta begitu saja, dengan sigap menelan setiap keriuhan tersebut dalam sekejap, tidak perduli seberapa hebat mereka membuat keriuhan, hutan akan terus mengambilnya kembali sehingga tercipta senyap.

Mereka seolah tidak memiliki rasa lelah, hingga suara ayam hutan mulai terdengar, mereka menghentikan kegiatan sambil masih saling berpelukan erat. Tubuh polos mereka yang dipenuhi peluh saling terpaut, mereka seperti tidak ingin melepaskan diri satu sama lain. Seandainya memungkinkan, mereka ingin waktu berhenti saja di saat ini.

Akhirnya Ellie menyerah pada keadaan dan kenyataan di hadapannya. Dia mulai menggeliat untuk bangkit, "Sudah seharian aku pergi, aku harus kembali sebelum matahari terbit. Aku tidak ingin Klara, Anna dan Dorka menyadari kepergianku."

"Kira-kira mereka kembali ke kastil pukul berapa?" Gustav masih melingkari tangannya dibawah punggung Ellie.

"Sepertinya sekitar waktu makan siang mereka akan tiba di kastil. Klara harus mengurus beberapa masalah bisnis, sementara Dorka dan Anna harus mengumpulkan bahan untuk obat. Kamu tahu, aku tidak boleh terlambat meminum obat, atau aku akan menjadi sangat lemah tak berdaya."

Gustav melingkari sebelah tangannya yang bebas di atas tubuh kekasihnya, sehingga Ellie terkurung dalam pelukan Gustav, "Jagalah kesehatanmu sayang. Tetaplah menjadi kuat dan sehat, sampai kita menemukan putri kita." Ellie mengangguk, membalas tatapan teduh dari pria terkasih bermata hazel tersebut dengan kecupan ringan.

"Aku harus bergegas, jika matahari terbit, akan sulit bagiku untuk mencari alasan yang tepat atas kepergianku." Ellie bangkit dan mulai membenahi pakaiannya.

"Aku akan mengantarmu." Gustav ikut bangun dan duduk di samping Ellie.

Ellie menggeleng, "Tidak sayang, kita tidak boleh saling membahayakan satu sama lain. Kita akan bertemu dua hari lagi jika kamu mau. Saat itu Klara, Anna dan Dorka sedang sibuk mempersiapkan sesuatu, aku bisa pergi sebentar, menghilang dari mereka, namun sebelum tengah malam, aku sudah harus kembali." Ellie mencoba memberikan opsi kepada Gustav.

"Baiklah sayang, sepertinya, setiap purnama datang mereka selalu sibuk ya?"

Ellie tercekat, manik matanya menatap Gustav yang ikut menatapnya dengan pandangan polos, Ellie tahu bahwa Gustav hanya asal bicara, "urusan bisnis sayang, mereka juga sering sibuk meski bukan saat purnama. Kamu tahu, Klara sangat menyukai pesta malam yang diselenggarakan oleh kalangan bangsawan. Aku rasa hampir setiap saat dia sibuk." Ellie tertawa kecil, namun hambar. Semoga saja Gustav tidak mengetahui aktifitas dirinya bersama dengan Klara, Dorka, Anna, Illona dan Ujvari pada setiap purnama.

"Baiklah sayang, aku akan membantumu berpakaian." Gustav mulai membantu membereskan penampilan Ellie.

"Apa yang akan kamu lakukan hari ini?" tanya Ellie ingin tahu.

"Aku akan menunggu sampai tanggal empat belas tiba. Aku akan mengisi waktu dengan membuat perbaikan pada rumah pohon ini, agar kamu semakin nyaman saat bersamaku. Aku akan menyiapkan tempat istimewa untuk kita bercinta, apakah kamu ingin merasakan sensasinya saat berada di alam liar tanpa atap dan dinding?"

Ellie menatap kekasihnya tak mengerti, Gustav tersenyum lalu berbisik di telinga Ellie, "Kita akan mencoba sesuatu yang baru sayang, kita akan melakukannya di bawah rumah pohon tanpa sekat. Kita akan menyatu dengan alam. Apakah kamu tertarik?"

Ellie terbelalak, "Bagaimana jika ada yang melihat?"

Gustav terbahak, "Siapa yang akan melihat kita? aku sudah membuat pagar, sudah menanami semak-semak yang akan dihindari oleh hewan berbisa seperti ular, selain itu aku juga akan membuat lingkaran yang ditaburi garam serta tembakau juga tanaman berduri, sehingga kita bisa bebas melakukan kegiatan kita tanpa was-was, bagaimana?" Gustav berkedip dengan jenaka. Hanya bersama Ellie dia bisa tersenyum semudah ini.

Ellie memeluk kekasihnya dengan lembut, "Tempat ini adalah surga bagiku sayang. Aku akan ikut apapun rencanamu. Kamu sudah merenovasi rumah pohon ini menjadi sangat mewah dan nyaman buat kita, bahkan juga telah dipagari sepanjang radius seratus meter dengan semak belukar dan pepohonan yang semakin rapat, sehingga tempat ini sungguh-sungguh sulit untuk bisa dimasuki oleh sembarang orang, kecuali yang mengerti akses masuknya seperti aku. Sungguh sayang, aku sangat menghargai upayamu untuk tetap menjaga kerahasiaan hubungan kita. Aku tidak mau kehilanganmu lagi, seperti delapan belas tahun yang lalu. Itu terlalu menyakitkan."

Gustav menghela nafas berat, "Aku akan berusaha semampuku sayang, berusaha memberimu kenyamanan yang bisa kita upayakan sebatas kemampuan kita. Aku mencintaimu." Gustav mencium kepala Ellie. Dan Ellie membalas dengan mengecup dada Gustav yang sedang memainkan detak berirama lambat, setelah sebelumnya ritme detak tersebut sangat cepat, seiring aktivitas mereka yang bergelora.

Gustav mengantarkan kepergian Ellie sampai batas pagar yang dibuatnya. Sementara Ellie terus menjauh dengan balutan kain hitam yang menutupi seluruh tubuhnya. Kembali ke kastil dan menjalani kehidupan normal sebagai keluarga bangsawan.