webnovel

07 Posesif

"Tadi aku lihat Darkos memperhatikan kamu terus, setelah ini jauhi dia. Kalau gak mau aku serang dosen dan ketua kelas yang nyusahin kamu terus. Ini cara terbaik pacar pencemburu kasih tahu lho, gak langsung marah-marah atau bahkan mukul orang yang dicemburui."

"Aku 'pacar' cukup baik. kamu boleh sebut aku posesif. Dibalik sikap aku, sejatinya aku takut kehilangan kamu. Kamu sangat berharga untukku, Atin. Aku gak bisa ngapa-ngapain tanpa kamu. Ibarat kamu tempat aku berpijak sekaligus berpegangan. Kamu ruangku bernapas."

Alex pegang tangan Atin erat. "Aku sangat menyayangi kamu. Kamu pengganti nenek buat aku."

Atin termenung, dalam hati Atin bertanya-tanya, akankah hubungan ia dan Alex bertahan lama?

Atin tak bisa, kalau ketahuan, tamat sudah riwayat Atin.

***

Atin tak paham. Semakin hari tingkahnya si luar kendali. Semua terjadi begitu cepat. Atin yang bodoh. Atin tahu.

Muncul pertanyaan di otak Atin. Alex cemburu ke Darkos?

Menurut pemikiran Atin, Alex dan Darkos punya hubungan baik. Orangtua keduanya sering bertemu. Maybe, Atin sering lihat dua petinggi kampus sekaligus orang besar tersebut bertemu. Seluruh mahasiswa kampus tahu hubungan orangtua Alex dan Darkos.

Tak jarang Atin lihat pertemuan keluarga di kampus, di samping pertemuan nonformal.

Atin bergerak gelisah, Alex menarik pinggangnya mendekat. Atin yang menawarkan, wajar otak Alex bertindak. Tubuh Atin saja yang masih sensitif. Well, pacaran baru pertama kali.

Alex senyum terhadap reaksi Atin.

"Kau gugup. Bertengkar terus. Wajahmu pucat, sudah mirip mayat hidup, tahu gak."

Masih sempat-sempatnya Alex menggoda. Atin sebal. Terbersit niat cekik leher Alex. Atin tak habis pikir. Mulut Atin maju beberapa centi. Sialnya, malah ditanggapi Alex salah, Alex menyambar bibir pink alami Atin.

Jujur, Atin pakai liptin sih. Warna pink tidak sangat alami. Selama Atin tak buat orang risih, Atin nyaman ke penampilan sederhana.

Ciuman lepas. Atin tutup bibir. Ia ingin bicara serius.

"Kau ingin cepat selesai atau tidak?" sungut Alex.

Siapapun ingin cepat selesai. Perkara ciuman jelas beda. Nyali Atin menciut, Alex menguar aura gelap khas orang tak mau dibantah. Ciuman kedua terjadi. Sejauh itu, sepengamatan Atin, Alex tipe orang bertanggung jawab. Setiap lakukan skinsip, foreplay atau istilah hubungan intim lain, Alex memperlakukan Atin baik.

Ibarat Atin kaca rapuh yang bisa pecah kapanpun. Barang berharga tak boleh rusak.

Atin terbawa suasana. Situasi lebih mendominasi, akal sehat Atin tersedot habis. Atin menurut saat Alex menuntun ia duduk di pangkuan dengan posisi membelakangi. Berbagai hal muncul.

Napas Atin memburu. Alex paham. Tahu-tahu Atin diangkat. Kaki Atin seperti jeli, beberapa kali klimaks menyedot habis tenaga. Seperti kemarin, tanpa rasa jijik Alex mencicipi cairan tersebut.

Atin bertekad dalam hati, ia beritahu ke Alex tak boleh menghisap cairan. Tak baik untuk kesehatan. Hasrat bercinta terpenuhi. Buat, aspek kesehatan yang bermasalah.

Alex senyum lebar, memperlihatkan seberapa senang. Atin meunduk dalam. Atin tahu, kalau mereka begitu terus, Alex lepas kendali. Alex kecanduan ke aktivitas panas yang rusak sistem libido.

"Bisa kau tunggu aku pulang kerja. Aku ingin bicara hal penting."

Alex mengangguk. Setelahnya mengikis jarak. Mendekatkan wajah ke Atin.

"Oke, nginap di rumah aku ya. Sekalian aku minta ajar merevisi proposal. Aku mau lulus cepat. Kita lulus sama-sama."

Alis Atin bertautan. Orang brandal seperti Alex terpikir lulus cepat. Aneh. Atin mengangguk. Senakal-nakalnya Alex, otak masih berfungsi baik.

"Kalungnya kamu pakai, kan?"

Selama di perjalanan Alex bertanya ke Atin. Atin risih. Multi cairan sangat menganggu. Mau Alex melorotkan celama dalam besarta hotpants agar tak terkena cairan, tetap saja rasanya tak nyaman.

Atin beralih ke Alex. Alex bukan tipe orang sabar, Atin lama respon, pinggang dicubit. Dalam hati Atin berdecih. Atin ngebug sebentar, Alex tersinggung. Toh Atin pasti akan respon, walau lama, sih.

"Em, kamu tenang aja, aku pakai kok." Tautan tangan tidak lepas. Sekedar berpegangan tangan, Atin tak masalah.

"Jangan sampai dilihat orang lain. Sembunyikan kalungnya. Ingat, gak boleh."

Alex memperbaiki letak kerah Atin.

Ke sekian kalinya Atin mengangguk. Atin setuju, barang apapun yang Atin pakai, benda tersebut termasuk privasi.

Darkos menghampiri Atin dan Alex. Mata Darkos menyipit, aneh lihat Alex tiba-tiba baik ke Atin. Di samping itu Darkos bersyukur. Sudut hati bilang 'syukurlah.'

"Pasti ada yang tak beres," gumam Darkos dalam hati.

Senyum senantisa muncul. Darkos tipe pribadi ramah. "Atin, ikut aku. Kita dipanggil ibu Sheren. Kita bahas program lomba. Ayo."

Wajah Atin berbinar. Ajang perlombaan salah satu alasan Atin bertahan.

Titik tempuh Atin lumayan baik. Sepanjang hembusan napas, Atin banyak beraktivitas positif. Ikut lomba, menjadi pionir, dan keluar daerah. Selain mengharumkan nama kampus juga nambah pengalaman. Tak kalah penting, dikasih uang saku.

Tak jarang Atin ikut dosen khusus menemani atau bantu penelitian. Dosan-dosen ikhlas membimbing sekaligus beri pengetahuan ke anak didik.

Darkos pintar di bidang bahasa Inggris. Cocok mereka ambil jurusan sastra bahasa. Semua bahasa dipelajari (secara gobal dan umum), baik internasional dan nasional. Termasuk Mandarin, Arab dan Jepang.

Lengan Atin ditahan Alex. Alex tak rela Atin pergi meninggalkannya. Keperluan lomba pun, Alex tetap tak rela.

"Biar aku antar Atin. Kau pergi duluan. Dengar, mulai sekarang kamu gak boleh dekat-dekat Atin."

Dahi Darkos menyeryit. Muncul satu pertanyaan besar. Memangnya Alex siapa mengatur orang boleh dan tidak dekat Atin?

Alex pembully, tak pantas mengekang Atin.

Darkos senyum sinis. Tangan di dada angkuh. Sebelum itu Darkos belum pernah congkak.

Darkos lebih suka belajar ketimbang menunjukkan kekuasaan orangtua. Darkos bertekad buat label sendiri, atau paling tidak jadi orang pantas melanjutkan takhta keluarga.

"Biar ku ingatkan Alex. Kau hanya tukang ganggu. Batas kesabaranku sampai sini. Sudah cukup, kau tak bisa dibiarkan. Kalau kau ganggu Atin lagi, aku siap jadi tameng. Atin terlalu peduli pendidikan dan masa depan. Mau kau menganggunya, tekad Atin tak goyah. Kau salah anggap Atin mati rasa. Sekarang cukup."

Darkos pegang tangan Atin. Menarik Atin menjauh. Alex keras kepala, alhasil kedua orang itu menarik Atin.

Atin muak. "Lepas! Aku pergi sendiri. Kalian diam, aku punya kaki kok."

Sekali hendak Atin lepas. Emosi Atin banyak 'mengambil alih,' Atin tak segan melawan. Dulu Atin pegang teguh prinsip. Saat si penganggu selesai, lelah dan bosan, akan berhenti sendiri. Nyatanya tak berlaku pada Alex. Alex terus membully Atin seolah kebiasaan tersebut tak boleh ditinggal.

Saat Atin telusuri, setelah masuk ke hidup Alex. Memang tak dapat berhenti, Alex butuh penyaluran emosi yang sayangnya negatif.

Alex kejar Atin. Sebelum itu Alex bicara tegas ke Darkos. Menegaskan kalau Atin miliknya. Atin milik Alex.

*****