webnovel

Bukan Istri Tapi Estri

Karena impian bodoh Endra, dia harus terjebak dengan perempuan sadis yang bernama Sarah dengan menjadi seorang suami. Sialnya, perempuan sadis yang awalnya Endra anggap seperti malaikat justru berubah menjadi iblis yang meneror hari-hari indahnya menjadi semakin suram. Bagaimana Endra akan menghadapi Sarah? Dan mampukah Endra melepaskan diri dari cengkeraman kesadisan Sarah yang selalu berperan sebagai istri yang baik di depan ibunya sendiri?

AdDinaKhalim · perkotaan
Peringkat tidak cukup
247 Chs

#053: Petuah Sang Ibu

"Saat sedang lari itulah, aku mendengar suara tembakan. Aku tidak berani menolehkan wajah sama sekali karena ketakutan dan rasa bersalah yang menyerangku bertubi-tubi. Aku tahu saat itu aku sudah membiarkan Ibu terbunuh hanya agar aku bisa menyelamatkan diri. Aku ... akulah yang menyebabkan Ibu terbunuh. Aku ... sudah membunuh Ibu." Sarah menutup wajahnya diiringi ledakan tangis yang menimbulkan suara tersengal yang menyayat hati.

Endra yang baru saja mendengar kebenaran tentang Sarah langsung tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sekarang dia bisa menghubungkan semuanya. Tentang phobia Sarah, tentang kebencian Sarah terhadap laki-laki yang mendarah daging, juga tentang mimipi buruk yang setiap malam mengganggu tidur Sarah. Sungguh, Endra bahkan tidak menyangka kalau Sarah mampu menahan semua penderitaan itu sendirian.

Endra yang hanya mendengarnya saja bisa merasakan kekejaman ayah Sarah yang bahkan sampai menghilangkan nyawa orang yang tak lain adalah istrinya sendiri.

Dengan gerakan pelan, Endra akhinya menarik tubuh Sarah ke dalam pelukannya. Satu tetes air matanya ikut luruh. Endra bisa merasakan beban penderitaan yang Sarah alami selama ini. Dan dia benar-benar menyesal karena sudah membiarkan Sarah berjuang melanjutkan hidup sendirian, tanpa pernah tahu masa lalu kelam Sarah yang selama ini sudah memporakporandakan hati dan jiwanya sampai hancur tak bersisa.

***

Beberapa jam sebelumnya...

Sarah masih dibuat kesal dengan kejadian tadi pagi. Bisa-bisanya laki-laki bodoh itu mengambil kesempatan saat dirinya sedang tertidur pulas. Tangan lancang si bodoh itu sudah mendarat di atas dadanya? Sialan! Hanya mengingat saja Sarah benar-benar merasa ingin mencincang laki-laki yang sempat meyakinkan dirinya kalau tidak akan berbuat macam-macam itu.

Sarah berjanji tidak akan pernah mempercayai Endra lagi. Dia benar-benar marah sekali. Bahkan melihat wajahnya juga malas. Makanya Sarah sudah mengirimi Endra pesan untuk tetap berada di lantai dua saja. Pokoknya, Sarah tidak ingin melihat batang hidung Endra seharian ini!

Tiba-tiba saja, telepon kantornya berbunyi. Sarah berusaha mengontrol emosinya sebelum mengangkat telepon yang masuk.

"Ya?" Sarah langsung bersuara.

"Bu Sarah, saya baru saja dapet telepon dari perwakilan JK, katanya dia pengen bicara sama Ibu. Mau saya sambungkan langsung, Bu?" Asti yang berada di seberang sana memberitahukannya soal itu.

Sarah sempat berpikir sebentar. Kejadian saat dirinya berada di basement masih tidak bisa dia lupakan. Tapi tidak mungkin itu ada kaitannya. Bisa jadi Sarah salah lihat meskipun itu hampir mustahil. Karena Sarah tidak akan mungkin melupakan wajah-wajah para bajingan yang memberinya ketakutan dan trauma masa lalu yang terus saja membelenggu jiwanya.

"Bu Sarah?" panggil Asti kemudian, karena tidak mendengar jawaban apapun dari Sarah.

"Ya. Silakan sambungkan saja," balas Sarah akhirnya. Dia berharap perwakilan JK yang dikatakan Asti justru akan memberinya kabar baik.

Ya, Sarah berharap seperti itu. Dia lantas menunggu sampai Asti menyambungkan teleponnya dengan perwakilan JK itu.

Begitu Sarah mendengar nada ganti sambungan telepon yang sudah terhubung dengan perwakilan JK, Sarah pun langsung bersuara. "Di sini Sarah. Sebelumnya, saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya karena pertemuan waktu itu tidak terlaksana karena sesuatu hal. Dan kali ini, saya sangat berterima kasih karena Anda sudah bersedia menghubungi SR Fashion lagi." Sarah membuang napasnya perlahan. Dia sengaja mengutarakan permintaan maafnya lebih dulu karena memang Sarah merasa bersalah sudah bertindak tidak profesional saat itu.

"Gisela Septias," suara di seberang sana langsung menyebutkan sebuah nama.

Seketika saja Sarah langsung membeku. A-apa yang baru saja dia dengar tadi?

Kali ini, suara diseberang sana tertawa dengan nada rendahnya yang terdengar mengintimidasi. "Aku tidak menyangka akan menemukanmu di kota ini, Sela. Kau ... sudah tumbuh dengan baik dan menjadi gadis yang cantik rupanya."

Tubuh Sarah menegang seketika. Kinerja jantung yang seharusnya memompa darah ke seluruh tubuh seolah berhenti berfungsi. Informasi yang baru saja masuk ke gendang telinganya mampu mematikan seluruh syaraf di tubuhnya begitu mendengar suara itu.

"Awalnya aku tidak menyangka kalau itu kau, tapi saat aku mencari tahu, rupanya itu memang benar kau. Dan Sarah? Apa-apaan nama itu? Kau membuang nama besar Septias? Dasar bodoh! Tapi biarlah. Yang penting sekarang aku sudah menemukanmu." Suara tawa mengintimidasi itu kembali terdengar. Membuat ketegangan yang masih membelenggu jiwa Sarah tak jua menghilang.

"Tunggulah di situ! Ayahmu ini akan segera datang menjemputmu," katanya mengakhiri telepon itu. Dan tanpa menunggu jawaban apapun dari Sarah, seseorang di seberang sana sudah lebih dulu menutup teleponnya.

Sarah masih tidak bisa bereaksi selama sekian menit. Matanya sudah berkaca-kaca, dan mulutnya terbuka saking tidak percayanya dengan apa yang baru saja dia dengar. Namun, saat akhirnya Sarah merasa kesulitan untuk mengambil napas, saat itulah Sarah tersadar dari kebekuannya.

Dengan cepat, kilasan kejadian semasa kecilnya terputar sangat jelas di dalam pikirannya. Pun saat akhirnya Ibunya menyelamatkan dirinya dari para bajingan biadab itu sampai harus mengorbankan nyawa ibunya sendiri.

Tidak! Seharusnya semua kejadian itu tidak boleh mengganggu hidupnya lagi. Seharusnya sekarang Sarah sudah terbebas dari laki-laki bajingan itu. Dan Ayah? Sampai mati pun Sarah tidak akan pernah sudi menganggapnya sebagai seorang ayah.

Pikiran Sarah mendadak kacau. Sarah merasa begitu ketakutan, tapi di sisi lain dia juga sangat marah pada bajingan itu. Hingga tanpa sadar, Sarah mengambil telepon kantor yang menjadi penghubung dengan bajingan itu, lantas dilemparnya sekuat tenaga ke depan sana.

Selama ini, Sarah sudah berjuang sangat keras untuk menata kehidupannya lagi. Kehidupan yang tidak pernah sempurna karena keluarganya berantakan. Ayahnya adalah seorang penjahat, sementara ibunya harus meregang nyawa di tangan penjahat itu. Lalu, bagaimana mungkin setelah 17 tahun berlalu, laki-laki bajingan itu menemukan keberadaannya?

Padahal Sarah sudah berhasil membalikkan tubuh secepat kilat saat dirinya sempat melihat laki-laki bajingan itu di basement. Dan Sarah yakin bajingan itu seharusnya tidak menyadari kehadirannya, terlebih setelah 17 tahun berlalu. Tapi ... bagaimana mungkin sekarang mimpi buruk itu mulai menjelma menjadi bencana yang sangat menakutkan untuknya?

Sarah menggeleng keras-keras. Jika benar ucapan bajingan itu. Maka dirinya tidak boleh ada di kota ini lagi. Sarah akan lari sejauh-jauhnya dan bersembunyi di tempat yang baru. Dia tidak boleh membiarkan pengorbanan ibunya sia-sia belaka.

"Sela, dengarkan Ibu baik-baik. Saat Ibu sedang bersama ayah, kamu jangan pernah menampakkan diri di depan kami. Ibu tahu Ibu sudah salah menikahi laki-laki itu. Tapi semuanya sudah terjadi. Sekarang, Ibu tidak akan pernah membiarkan laki-laki itu menyentuhmu seujung kuku pun. Biarkan Ibu yang menanganinya. Pokoknya kamu jangan pernah membiarkan laki-laki itu menyentuhmu. Mengerti, Gisela? Tidak apa-apa meskipun harus selalu bersembunyi, asalkan kamu akan baik-baik saja," petuah sang Ibu kepada Sarah kecil sama sekali tidak pernah dilupakannya. Sarah selalu mengingat baik-baik ucapan ibunya itu.

Bahkan ucapan ibunya selalu Sarah jadikan tameng untuk tidak pernah membiarkan ayah jahatnya itu menyentuhnya, dan Sarah selalu saja berhasil bersembunyi saat laki-laki yang seharusnya menjadi pelindung hidup Sarah, justru menjadi penghancur masa depan Sarah tanpa kenal ampun.

Sarah kemudian tumbuh menjadi perempuan yang tidak pernah membiarkan laki-laki manapun menyentuhnya. Dia selalu menghubungkan dengan kejahatan ayahnya sendiri yang selalu menyiksa ibunya dan berakhir dengan menghilangkan nyawa sang ibu.

Ketakutan dan kebenciannya pada ayahnya, nyatanya membuat Sarah selalu merasa waspada. Terutama terhadap laki-laki. Dan itu berlangsung lama sekali sampai Sarah tumbuh di usianya yang sekarang.