Anna mematung dengan apa yang ia lihat di depannya. Seorang siswa dengan seragam penuh lumpur sedang bergerak kesusahan mencapai ponsel miliknya yang berada tepat di bawah kaki seorang pria jangkung lengkap dengan mata elang yang menyorot tajam.
Anehnya semua orang hanya menyaksikan tanpa ada yang menolong siswa malang itu. Beberapa orang bahkan mentertawakannya.
Ini sama sekali tak pantas dijadikan tontonan. Anna kesal bukan main dengan anak laki-laki yang menjadi pelaku perundungan tersebut, tidak ada sama sekali rasa iba pada siswa tersebut.
Kala kaki Anna baru satu langkah hendak menerobos kerumunan seseorang segera menariknya ke belakang.
Tentu saja Anna tersentak kaget dengan apa yang dilakukan cewek berambut pendek padanya.
"Lepasin!" titah Anna yang langsung menepis tangan gadis tak dikenal tersebut.
"Lo anak baru kan?" tebak Cleo tetap tenang.
Anna memberi anggukan sebagai jawaban.
"Jangan pernah ikut campur sama urusan anak-anak itu"
Mengangkat kepala, sebab Anna tak mengerti dengan apa yang baru saja keluar dari mulut Cleo.
"Oang yang tadi menindas cowok berkacamata itu adalah Dewa. Orang paling berbahaya di sini. Kalau mau hidup lo aman dan tentram jangan pernah berurusan sama cowok itu," pesan Cleo.
Mata Anna menyipit menatap sedikit tak percaya. Rasanya tidak mungkin sekolah bertaraf internasional masih saja ada perundungan. Jika ada, di mana guru-guru atau petugas keamanan? Anna yakin di sini ada banyak cctv yang bisa dijadikan bukti atas tindakan mereka.
Pandangan Celo dan Anna seketika teralihkan pada saat segerombol orang berlarian menuju tangga.
"Ada apa?" tanya Anna penasaran.
Cleo mencondongkan tubuhnya, melihat Juna dan kawan-kawannya turun dari lantai dua.
"Lo lihat cowok yang lagi dikerumuni sama anak-anak? Lo juga jangan sampai berurusan dengan mereka. Juna dan Dewa adalah cowok paling berbahaya di sini. Sekali cari masalah sama mereka, hidup lo bahkan hidup keluarga lo gak akan pernah tenang."
"Kenapa bisa kayak gitu? Apa mereka seberbahaya itu? Kenapa gak ada orang yang berani menentang mereka?" tanya Anna beranak-pinak.
"Mereka itu sangat berpengaruh di sini. Salah satu dari orang tua mereka dalah donatur dan satu lagi adalah pemilik resmi sekolah ini. Mereka adalah salah satu anak dari konglomerat terkaya di dunia. Dan jangan lupa, mereka itu senior di sini," jelas Cleo, berharap cewek itu bisa menangkap maksudnya. Orang kaya selalu menang dan orang miskin harus mengalah, itulah yang terjadi di sini.
Dua orang itu adalah pria berasal dari keluarga dengan latar belakang sama. Sama-sama terlahir dari keluarga kaya raya bahkan bisa dikatakan crazy rich dari Indonesia.
Ibunya Arjuna adalah seorang pemilik perusahaan industri Atthana Group Kapitalisasi pasarnya mampu menembus angka 10 besar di Indonesia karena keberhasilannya dalam mengembangkan berbagai macam perusahaannya. Bahkan sekarang cabangnya sudah meluas hingga ke Singapura, Filipina dan Malaysia.
Sedangkan ayahnya Dewa adalah pemilik dari Titian Group di mana sebenarnya keluarga Dewa lebih kayak dari Juna. Sebagai contoh; sekolah yang Anna tempati ini adalah salah satu sekolah termahal dengan lebel internasional dan pemilik resminya adalah Titian Group.
Meskipun bersaing dalam hal pekerjaan, namun kedua keluarga itu sudah bersahabat sejak lama. Di mana mendiang ayahnya Juna adalah teman karib ayahnya Dewa.
Akan tetapi, anak-anak mereka tidak seperti mereka. Dewa dan Juna ini bisa dikatakan seperti anjing dan kucing yang sukar untuk berdamai.
Sebenarnya Cleo sendiri tidak tahu pasti kenapa Juna dan Dewa bisa perang dingin yang padahal jika mereka menjadi teman atau sahabat akan sangat cocok.
"Nih gue kasih tahu, kalo lo sampe berurusan sama Dewa, lo bakal dijadiin babu selama seminggu. Tapi kalo mereka masih ngga mau ngelepasin lo, lo bakal terkurung bersama mereka selamanya.
"Ih, serem banget sih. Jadi ngeri. Semoga aja gue gak ketemu sama mereka. Oh iya, kata lo, mereka senior kan? Berarti kemungkinan kecil gue gak akan lihat mereka. Lagian gue cuma mau belajar di sini dan jangan sampai deh gue berurusan sama mereka."
"Nama lo siapa?"
"Oh, nama gue Eliana Mahesa, panggil aja Anna. Lo sendiri?" Untuk menghilangkan rasa canggung, Anna mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan.
"Gue Cleo Devira." Cleo kembali menjabat Anna.
"Oh iya, di sekolah ini gak ada orang yang bisa lo percaya satu pun, jadi hati-hati."
Obrolan mereka berlanjut. Cleo mengantar Anna mencari kelasnya sembari menceritakan seluk beluk cerita yang ada di sekolah ini.
***
Jam istirahat membawa seluruh siswa Guaradana international High school menuju kantin secara berurutan.
Anna melongo melihat makanan mewah yang tersaji. Lambungnya langsung menjerit-jerit menginginkan makanan itu. Namun Anna tak mau menunjukkan sikap rakusnya pada semua orang yang tampak tenang dan biasa-biasa saja.
Menu makanan yang tersaji bak parasmanan membuat Anna kagum. Di setiap wadah terisi makanan ala luar negeri. Orang-orang yang ada di kantin pun terlihat tentram tak seperti di sekolah biasa yang gegurusuh atau saling dorong-mendorong memesan makanan pada ibu kantin.
Anna sendiri merasa paling kecil di sini, sebab semuanya terlihat seperti anak bangsawan, sedang ia hanya dari rakyat biasa. Mendapatkan beasiswa ke sekolah ini pun ia sudah sangat bersyukur, meski awalnya ia harus belajar mati-matian.
Yang menjadi perhatian Anna adalah telur mata sapi yang berada di piring yang terbuat dari marmer yang entah harganya selangit atau lebih. Telur itu tersisa satu atau mungkin hanya satu.
Anna mengambil telur itu ke piringnya. Kemudian mengikuti dengan lauk yang lain.
Suara dentuman dari arah belakang membuat semua orang teralihkan. Seseorang tengah memarahi wanita setengah baya memakai baju putih lengkap dengan topi ala koki, wanita itu adalah perugas yang bertugas menjaga makanan. Kelihatannya wanita baru sampai yang kemudian mendapat omelan dari seseorang.
Anna terhenyak saat melihat Dewa menaburi ibu itu dengan kuah. Ternyata benar kata Cleo jika Dewa semenakutkan itu. Namun apa yang telah ibu itu lakukan sehingga Dewa marah besar.
"Maafkan saya Tuan," ucap ibu itu sembari menahan air matanya agar tidak keluar. Rasa sesal menjalar di tubuhnya, andai saja ia tak ke toilet maka telur khusus untuk Dewa masih berada di tempatnya.
Dewa melebarkan tatapannya pada siapa saja yang ada di kantin.
"Siapa yang udah ngambil telur mata sapi gue?" Tajam Dewa. Seharusnya tidak ada yang lancang mengambil telur mata sapinya, sebab telur itu hanya dibuat khusus untuknya.
Seketika kedua bola mata Anna membulat bak bola basket. Jantungnya berirama keras sehingga membuatnya diserang kegugupan.
Anna menurunkan pandangannya ke arah piring yang ada di tangannya. Ia melihat telur mata sapi itu berada di sana. Ya, benar. Ia adalah pelaku yang mencuri telur mata sapi Dewa.
Satu tangan Anna mencengkram sisi roknya kuat-kuat. Ia begitu takut, takut ketahuan lalu cowok itu akan mengsanya hidup-hidup.
Sebelum Dewa menelusuri piring Anna, ia segera memakan telur itu diam-diam. Mulutnya sampai penuh. Karena Dewa semakin mendekat tak ada waktu lagi untuk mengunyah telur yang ada di mulutnya, ia langsung menelannya.
Dewa terlihat pasrah kala tak menemukan telur mata sapinya di mana pun.
Sebelum cowok itu benar-benar pergi, ia tampak berbalik pada semua orang dan mengatakan,
"HARI INI GAK BOLEH ADA YANG MAKAN SATU PUN!"
Semua orang mendesis kecewa. Mengumpati si pencuri telur mata sapi Dewa secara terang-terangan.
Telinga Anna memekik mendengar lontaran tajam mereka. Meski tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya ialah pelakunya.
Anna heran dengan sekolah ini, kenapa semua penghuninya benar-benar mendewakan Dewa? Pria itu bahkan bisa membuat orang tidak makan.
Semua orang menaruh piring mereka yang masih penuh di meja begitu saja lalu meninggalkan kantin secara tertib.
Yang tersisa hanya Anna. Anna tidak termasuk golongan yang akan mematuhi keinginan Dewa. Anna memakan makanannya dengan lahap disaksikan oleh ibu-ibu penjaga makanan yang menatapnya penuh tanda tanya.