webnovel

Partner

"Tahan Anna, Tahan!" Gadis itu berusaha menghindar bilamana ada senior yang perlu dihindari. Entah kenapa, selalu saja mereka menindas junior lemah tanpa rasa kasihan. Anna tidak tahu kesalahan apa yang telah diperbuat siswa seangkatannya hingga bisa berhadapan dengan Dewa dan kawan-kawannya.

Memutar haluan dan mencoba untuk tidak tertarik dengan drama di pagi hari.

Tiga hari yang lalu, Anna dibebaskan oleh Dewa karena kepala sekolah yang mengetahuinya. Syukur hari itu dia tidak memakan muntahannya yang dicampur dengan lumpur comberan. Namun, sampai saat ini Anna masih penasaran siapa yang berani melaporkan Dewa.

Saat itu, Anna diperingati oleh Dewa. "Ini peringatan pertama dan terakhir,  jika sampe cari masalah sama gue lagi. Lo gak bakal hidup tenang di sini!"

Ancaman Dewa pada waktu itu masih terngiang-ngiang di kepala Anna. Sebisa mungkin dia harus bisa menjauh bahkan diusahakan harus tidak berpapasan.

Tak terasa, Anna sudah sampai di ruang guru. Seorang cowok sedang duduk dengan tatapan datar ke arah Anna yang baru masuk.

"Oh, kamu sudah datang, Anna." Bu Angle mempersilakan Anna untuk duduk di sebelah cowok berwajah teduh.

"Juna, ini Anna. Partner kamu dalam masa bimbingan untuk olimpiade nanti. Meski Anna baru kelas satu, jangan diragukan kemampuannya.  Dia siswa cerdas. Nilainya selalu memuaskan," tutur Bu Angle membuat Anna tersenyum kikuk. Anna merasa Bu Angle terlalu berlebihan, meski begitu yang Bu Angle ucapkan memang benar adanya. Sebentar lagi Anna akan dipindahkan ke kelas unggulan.

Juna tak menjawab, hanya menyimak dan sesekali mengangguki arahan dari Bu Angle.

"Kalian bisa pakai ruangan bimbingan belajar di lantai tiga. Ibu sudah siapkan buku yang kalian perlukan. Semoga sekolah kita tetap menjadi nomor satu."

Satu bulan lagi akan ada olimpiade tingkat nasional. Di mana bila Guarada high school menang kembali, maka Juna dan Anna akan berangkat ke luar negeri untuk memaksakan olimpiade di tingkat internasional.  Setiap tahunnya, Guaradana international High school selalu memboyong banyak penghargaan, dari akademik maupun non akademik.

Anna adalah satu-satunya siswi dari kelas satu yang menarik perhatian Bu Angel. Meski tergolong siswa baru, pengembangan Anna dalam belajar kerap mencetak nilai sempurna bahkan dalam waktu cepat. Inilah alasan mengapa Bu Angela percaya memilih Anna sebagai peserta olimpiade.

"Kalau begitu kalian boleh kembali ke kelas masing-masing. Jam dua harus sudah tiba diruang latihan," pesan Bu Angel.

"Baik, Bu." Anna bangkit dari duduknya,  dia keluar lebih dulu.

"Apa ibu yakin dia yang akan ikut olimpiade? Anak kelas sebelas banyak. Anak kelas unggulan juga banyak," sembari Juna setelah Anna hilang dari pandangan.  Juna hanya sedikit memprotes karena malas harus beradaptasi dengan orang baru.

"Ibu yakin, Jun. Sudah, sebaiknya kamu kembali ke kelas."

Juna menghela napas. Bangkit dengan tubuh tak bergairah saat Bu Angel memutuskan jika Anna yang akan jadi partnernya nanti.

***

Langkah Anna sejenak berhenti saat melihat suara tawa yang menarik telinganya.  Suara itu indah, lantas Anna mengintip di balik buku-buku tebal yang berjejer.

"Apa? Gue ngga salah lihat? Di sekolah ini ada pangeran." Mata Anna berbinar melihat senyum indah pria yang sedang membaca komik di pojok rak buku.

Cowok yang Anna maksud adalah Prince. Cowok perang itu memang hobi membaca komik. Di mana ada tempat yang aman, maka Prince akan menyempatkan untuk membaca komik favoritnya.

Anna masih tak bosan melihat ketahanan Prince dari jauh. Melihat mata indah Prince, rasanya Anna ingin menatapnya lebih dekat. Atau menggapai pipinya yang putih bersih lalu mengelusnya.

Lamunan Anna terbuyarkan pada saat Prince didatangi ibu penjaga perpus dan langsung memarahinya.

Prince yang kelabakan langsung lari dan hal itu sangat lucu, mampu membuat Anna tertawa.

Sesegera mungkin Anna mengambil buku untuk tambahan belajar nanti malam. Kemudian kembali ke kelas dengan selalu berhati-hati, takut bila bertemu dengan senior galak seperti Dewa. Bukan apa, dia hanyalah siswa kalangan bawah yang sangat gampang jadi bahan bully. Teruntuk itu, Anna memilih menyembunyikan diri. Niatnya di sini hanya ingin belajar dengan tenang.

Dua jam berlalu, semua orang sudah pulang dengan kendaraan yang harganya mencapai angka miliaran. Anna bisa melihat dari jenis mobil yang mereka gunakan. 

Mata Anna tertuju pada Cleo, gadis itu melempar sampah pada seseorang dari arah belakang.

Tentu saja Anna kaget, setaunya Cleo bukan termasuk dari golongan penindas.

Saat ingin melihat lebih jelas, kerah baju Anna ditarik oleh seseorang.

Anna segera berpaling, melihat pelakunya.

"Kak Juna?"

'"Lo ngapain nyantai di rooftop?" Juna terlihat kesal. Bukan apa, Bu Angela terus meminta dia mencari keberadaan Anna.

"Maaf kak, tadi gue ke sasaran,"alibi Anna seraya menunduk, merasa tidak enak.

"Cepet ke ruang latihan!" Juna berjalan lebih dulu.

Anna mendumel mendapati sikap Juna yang terlampau dingin padanya. Bisa-bisanya wajah teduh seperti itu memiliki sikap dingin sedingin es batu.

Di ruangan tidak ada siapa pun. Hanya ada Juna yang baru duduk dan Anna yang baru tiba. Di meja tempat Anna duduk sudah disediakan lembar soal yang harus diisi. Tak menunggu lama, Anna segera mengisinya.

Ketika selesai dengan soal-soalnya,  Anna kagum dengan Juna yang sudah lebih lama selesai. Saat ini ia bangga bisa menjadi partner dengan seseorang yang paling berpengaruh di sekolah ini.

Pada saat Anna mengumpulkan lembaran soalnya,  secara refleks Anna melihat jawaban Juna yang tampak keliru.  Anna sesegera mungkin menghitungnya dan memang benar, jawaban Juna masih kurang tepat.

"Kak, maaf. Tapi jawaban nomor tujuh kurang tepat, harusnya x—" Sebelum Anna melanjutkan kalimatnya,  Juna segera menarik lembaran soalnya dan memeriksanya kembali.

Tak disangka, apa yang Anna duga benar adanya.  Juna membenarkan dengan teliti, mungkin tadi dia terlalu cepat menyelesaikannya.

"Apa dia marah? Gue gak salah kan? Gue cuma ngasih tahu," batin Anna.

Bu Angel tiba setelah beberapa puluh menit membiarkan Juna dan Anna berduaan di ruang latihan.

"Terima kasih atas waktu kalian. Oh iya, Anna kamu pulang naik apa?"

"Saya pulang naik angkot Bu."

"Ke arah mana, jika searah bisa pulang sama ibu."

"Jakarta selatan," jawab Anna.

"Nah, kebetulan. Juna juga ke Jakarta Selatan. Gimana kalau kalian bareng?"

"Sorry, Bu. Saya bukan ojek," tanggap Juna menolak.

"Kalian ini kan bakal jadi partenr diskusi. Harusnya cepet-cepet akrab dong. Ibu nitip Anna sama kamu." Diam-diam Bu Angel memberi pelototan tajam pada Juna.

***

Sejak tadi dada Anna tak henti-hentinya berirama. Entahlah, ini kali pertama Anna dibonceng cowok.

Juna menambah kecepatannya, membuat Anna kaget dan refleks memeluk pria itu.

"Singkirkan tangan lo!" Ketus Juna.

Anna segera mengangkat tangannya dan berpegang pada sisi motor untuk mengamankan dirinya dari terjangan angin.

Ponsel bergetar di saku Anna. Dia menjawab panggilan dari ibu tirinya sambil berteriak mengalahkan suara deruan angin.

"Kak, gue boleh minta tolong," tanya Anna hati-hati.

Juna tidak menjawab.

Anna pikir Juna tidak mendengarnya, hingga kali ini Anna bersuara lebih keras.

"KAK GUE BOLEH MINTA TOLONG!"

"LO PIKIR GUE BUDEK!" balas Juna tak kalah kencang.

"Maaf, maaf. Tolong berhenti di jalan Melati arah perumahan elit yah kak."

Juna mengerutkan kening. Sepertinya ia kenal alamat tersebut.

"Rumah lo di situ?"

"Bukan. Tapi gue kerja di sana."

Anna turun dari motor gede yang baru saja membuatnya seakan terbang. Anna berterima kasih dan segera masuk ke dalam gerbang berlapiskan perak yang berkilauan.

Juna pun ikut masuk, karena rumah yang Anna masuk itu adalah rumah Juna. Arjuna Argathala adalah anak dari pemilik rumah mewah itu.