webnovel

BOUND BY PROMISE

Sepasang sahabat yang tidak pernah bermimpi akan menjadi pasangan kekasih. Mereka hanya percaya pada apa yang mereka jalani selama ini, termasuk hubungan dekat sebagai seorang teman. Rainold Faya adalah anak tunggal dari Fadly dan Raya. Laki-laki itu sering sekali menyangkal pertanyaan dari Papanya sendiri yang mengatakan tentang bagaimana perasaannya terhadap seorang gadis yang selalu bersamanya sedari kecil. Raina Martha adalah anak tunggal dari Amar dan Mitha. Gadis itu sudah memiliki kekasih yang begitu sangat posesif terhadapnya sehingga membuat mereka sering bertengkar dan sahabatnya selalu menjadi penengah diantara keduanya. Orang tua mereka adalah sepasang sahabat sedari kecil, sama halnya seperti Rai dan Rain. Entah bagaimana takdir mempermainkan keduanya, berawal dari sebuah perjanjian yang dibuat ketika masih berumur 5 tahun. Persahabatan mereka terikat oleh sebuah janji yang menjadi takdirnya suatu hari nanti. Keduanya tidak bisa menentang hal itu sehingga Rai dan Rain terbelenggu dalam sebuah perjodohan. Entah itu akan berakhir bahagia atau tidak, tanpa disadari bahwa perjodohan menyatukan mereka dan menjadi penentuan dari kisahnya. Lantas, bagaimana kehidupan mereka selanjutnya setelah menikah ? Art by Pinterest

giantystory · perkotaan
Peringkat tidak cukup
280 Chs

MENYELAMATKAN ATAU MENGORBANKAN

Semua orang mulai bergerak memasuki Hutan setelah ayah Denis memberikannya perintah. Mereka yang sudah diberi tugas pun langsung mulai berjalan ke tempat gelap tersebut dengan semua bekal yang sudah dipersiapkannya.

"Pa, aku mau cari Rai dulu," ujar Denis ketika melihat seorang pria yang masih berdiri di tempatnya sedang memerhatikan orang suruhan temannya tersebut. "Aku takut dia kenapa-napa."

Pria itu yang mendengarnya pun langsung menoleh ke arahnya, kemudian menghela nafas sebelum akhirnya berkata, "Ya sudah, ayo Papa temenin, kamu nggak boleh pergi ke Hutan kalau hanya berdua, bahaya," ujarnya.

Mendengar hal itu membuat Denis dan Samuel pun menganggukkan kepalanya satu sama lain sebelum akhirnya salah satu di antara mereka berbicara.

"El," panggil Denis. "Ayo kita cari Rai, dia cuma sendirian dan cuma bawa senter doang. Gue takut dia kenapa-napa."

"Iya, Nis. Gue juga sama, kok, khawatir banget sama dia," sahut Samuel sebelum akhirnya laki-laki itu pun berjalan mengikuti Denis dan Ayahnya yang sudah mulai berjalan memasuki Hutan.

Sementara itu, Rai saat ini sedang berjalan seorang diri dengan bantuan senter sembari memerhatikan jejak kaki milik para preman tadi yang membawa kabur sahabatnya sendiri. Jika mengingat itu rasanya ia benar-benar sangat kesal kepada dirinya sendiri, lantaran salah satu kakinya yang malah tersandung bebatuan besar yang cukup tajam sehingga membuatnya sedikit terkilir.

Tetapi ia tidak peduli akan hal itu karena bagi dirinya adalah keselamatan Rain yang lebih utama. Maka dari itu, saat ini Rai masih terus saja mencari keberadaan dari dari gadis tersebut tanpa memedulikan kondisinya yang sudah kacau.

"RAIN, KAMU DIMANA SEKARANG?!" teriak laki-laki itu dengan cukup keras. "KALAU KAMU DENGAR SUARA AKU, TOLONG JAWAB!"

Dengan tenaga yang tersisa, Rai melakukannya dengan segala cara hanya karena ingin segera bertemu dengan Rain. Terlebih, ini adalah tanggung jawabnya yang merupakan calon tunangannya tersebut, sehingga laki-laki itu pun sudah berjanji, apapun yang terjadi kepada gadis itu, semua akan dipertaruhkan, termasuk nyawanya sekalipun.

Samuel, Denis dan ayahnya yang sedang mencari keberadaan Rai pun tiba-tiba langsung terhenti ketika mendengar suara teriakan yang cukup jelas namun jauh itu muncul, membuat ketiga orang tersebut langsung saling memandang satu sama lain.

"Loh, Nis, itu bukannya suara ... Rai, ya?" tanya Samuel.

"Iya, lo bener, itu memang suaranya dia!" sahut Denis yang kini langsung menganggukkan kepalanya. Kemudian pandangannya langsung beralih kepada seorang pria yang masih memandangnya itu dan berkata, "Pa, itu suara Rai!"

"Ya udah, ayo kita ikutin arah suaranya, kayanya Rai nggak jauh dari tempat kita ini."

Samuel dan Denis yang mendengarnya pun langsung menganggukkan kepala, setelah itu kedua laki-laki tersebut mulai melangkahkan kakinya mengikuti pria tersebut yang saat ini berjalan di depan mereka berdua.

Saat ini Rai sedang duduk di sebuah akar pohon dengan nafas yang sesak, sebenarnya laki-laki itu kelelahan, lalu hujan yang masih cukup deras tidak membuatnya benar-benar merasa terpuruk. Ia sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk terus mencari Rain-nya.

"Aku janji Rain, aku bakal jemput kamu gimanapun caranya!" ujarnya dengan kedua tangan yang mengepal kuat.

Ketika sedang beristirahat beberapa menit saja lalu berdiri kembali karena hendak melanjutkan pencariannya, tiba-tiba suara teriakan yang berasal dari belakangnya membuat Rai langsung mengurungkan niatnya dan memutar tubuhnya ke belakang.

Ternyata, di kejauhan sana ada tiga orang yang begitu dikenalinya tersebut yang sedang berjalan mendekat ke arahnya.

"RAI!" teriak Denis dengan kedua tangannya yang melambai ke arahnya. "LO MAU KE MANA?!"

Melihat itu Rai pun langsung menghela nafas sebelum akhirnya ketiga orang tersebut sudah berada di dekatnya.

"Rai, lo gila?!" ujar Denis tidak habis pikir, laki-laki itu menggelengkan kepalanya dengan kedua tangan yang melipat di dada. "Lo cuma sendirian dan nggak bawa apa-apa selain senter doang, dimana otak lo, hah?!"

Rai yang sudah tahu akan menjadi seperti ini pun langsung memalingkan wajahnya ke arah lain sebelum akhirnya laki-laki itu kembali menatap seseorang yang berada di hadapannya tersebut dengan kedua matanya yang menatap tajam.

"Menurut lo, kalau lo ketemu sama orang yang lo sayang lagi dalam keadaan kaya gitu, apa lo bakalan diam aja?!" tanyanya dengan tatapannya yang masih mengarah kepada Denis. "JAWAB!"

Suasana pun mendadak hening, bahkan Rai harus berteriak ketika berbicara lantaran suara derasnya hujan yang begitu mendominasinya. Samuel dan ayah Denis lebih memilih untuk diam dan tidak ikut campur dalam perdebatan tersebut.

"Nggak bisa jawab, kan?!" lanjut Rai berdecih. "Gue ngelakuin ini karena gue sayang sama dia, Nis. Dia itu seseorang yang berharga buat gue, dan kaya yang lo tau kalau Rain itu calon tunangan gue. Makanya, ini itu sebagai bentuk tanggung jawab gue sebagai calon tunangannya!"

"Rai," panggil Denis dengan rasa bersalah. "Gue nggak bermaksud untuk larang lo, tapi coba pikirin diri lo sendiri juga. Lo sendirian lari masuk ke Hutan tanpa bawa peralatan apapun, kecuali senter yang lo pegang dari tadi. Kalau seandainya terjadi apa-apa sama lo gimana?!"

Mendengar hal tersebut membuat Rai langsung berjalan mendekat lalu mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan sehingga wajahnya begitu dekat dengan Denis. Laki-laki itu menatap tajam seseorang yang berada di hadapannya tersebut dengan penuh amarah.

"Gue. Nggak. Peduli!"

Setelah itu Rai langsung menarik dirinya dari hadapan Denis, kemudian ia menghela nafas dan langsung memalingkan wajah ke arah lain sebelum akhirnya dirinya pun bergegas untuk segera mencari gadis tersebut.

Kepergian Rai membuat ketiga orang tersebut terdiam mematung di tempatnya karena untuk pertama kalinya mereka melihat laki-laki itu yang begitu menyeramkan.

"D-dia ... beneran Rai temen kita bukan, sih?" ujar Samuel dengan gugupnya. "Kok, beda banget, ya, sama Rai yang kita kenal biasanya."

Seorang pria yang merupakan ayah dari Denis pun langsung menghela nafas, kemudian melipat kedua tangannya di dada.

"Wajar dia kaya gitu, kalau Om berada di posisi dia pun, ya, Om akan lakuin hal yang sama. Nggak peduli akan gimana nantinya yang terjadi sama diri Om, selama masih bisa untuk menyelamatkan orang yang dicintai, ya terus aja."

Denis yang mendengarnya pun langsung tertegun, sepertinya laki-laki itu baru saja menyadari kesalahannya tersebut. Tetapi, bagaimanapun juga, ia seperti ini dikarenakan dirinya yang begitu khawatir terhadap sahabatnya itu.

"Dan untuk kamu, Denis. Papa mengerti kekhawatiran kamu, tapi seandainya bisa memilih, kamu pilih menyelamatkan atau mengorbankan? Terlebih, seseorang itu adalah orang yang begitu berarti dalam hidup kamu, orang yang sangat kamu cintai."

Pria itu tersenyum begitu manis menatap putranya yang saat ini sepertinya sedang merenungi kesalahan yang sudah diperbuatnya tersebut. Sedangkan Samuel saat ini masih memerhatikan Denis dengan pengertiannya itu.