Fadly yang baru saja pergi dari luar pun langsung mencari keberadaan Raya yang tidak nampak terlihat sedari tadi. Pria itu berjalan ke setiap ruangan yang berada di dalam Rumah, akan tetapi tidak ada satu pun tanda-tanda kehadiran dari wanitanya tersebut.
Pria itu berdecak lalu mengusap wajahnya sembari menghela nafas. Kemudian kedua tangannya berkacak pinggang dengan raut wajah yang jelas begitu terlihat khawatir.
"Tuan," panggil seseorang yang baru saja datang. "Cari Nyonya, ya?"
"Iya, kamu lihat istri saya? Dia dimana sekarang?" tanya Fadly dengan kening yang berkerut. "Dia nggak apa-apa, 'kan?"
"Sebenarnya Nyonya tadi pergi waktu Tuan izin pamit buat pergi," ujarnya berterus terang. "Tapi Tuan, tolong jangan bilang kalau saya yang kasih tahu, ya."
Mendengar kabar tersebut membuat Fadly terkejut dan langsung menghembuskan nafasnya dengan dada yang sesak.
"Apa?! Terus dia bilang nggak mau pergi ke mana?" tanyanya dengan serius. "Kenapa kamu biarin dia pergi, sih? Harusnya kamu larang dia!"
"M-maaf, Tuan. Saya tidak tahu kalau Tuan melarang Nyonya untuk keluar dari Rumah." Perempuan tersebut langsung menundukkan kepalanya setelah mendengar bentakan dari majikannya itu.
Fadly yang tersadar pun langsung memejamkan kedua matanya, kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain dan menghela nafas.
"Kamu boleh pergi," ujarnya dengan nada rendah. "Terima kasih atas informasinya."
"Baik Tuan, saya permisi."
Setelah kepergian dari perempuan itu, kini Fadly merasa frustasi karena tidak tahu harus mencari kemana wanita itu. Ia benar-benar merasa khawatir dan dirinya takut terjadi sesuatu kepada Raya.
Akhirnya pria itu memutuskan untuk menghubungi putranya dan menanyakan apakah laki-laki itu tahu dimana keberadaan dari Mamanya.
"Halo Pa," sahut seseorang di seberang sana. "Ada apa?"
"Rai, kamu lagi sama Mama nggak?"
"Mama?" ulang laki-laki itu dengan kening yang berkerut. "Nggak, aku 'kan lagi sama temen-temen. Memangnya kenapa?"
Mendengar hal itu membuat Fadly langsung mengusap wajahnya setelah berdecih, kemudian menghela nafas sebelum akhirnya kembali berkata, "Mama kamu pergi dari Rumah tapi nggak bilang sama Papa."
"Kapan Mama perginya?" tanya Rai. "Kok, dia nggak ngasih tahu aku juga, ya. Nggak biasanya Mama kaya gini."
"Justru itu, makanya Papa juga khawatir banget sama Mama kamu, takut dia kenapa-kenapa gimana."
Rai yang mengetahui hal tersebut langsung menghela nafas dengan kedua mata yang terpejam sejenak sebelum akhirnya kembali memandang lurus ke depan dimana kedua sahabatnya itu sedang memerhatikannya.
"Papa tunggu dulu aja di Rumah, habis urusannya selesai, aku pasti langsung pulang ke Rumah."
"Tapi Papa nggak bisa, Papa mau cari Mama duluan, ya. Nanti kamu kabarin Papa kalau udah selesai sama urusan kamu."
Mendengarnya membuat laki-laki itu langsung menghela nafas dengan satu tangannya yang berada di dalam saku celananya. Kemudian menengadahkan kepalanya ke atas dan berkata, "Sebenarnya ada yang mau aku omongin sama Papa, tapi tolong jangan kasih tahu ini ke siapapun, termasuk Mama, ya, Pa."
"Memangnya kenapa?" tanya Fadly dengan kening yang berkerut. "Apa yang kamu sembunyikan dari Papa? Apa ini tentang Mama?"
Rai langsung menggelengkan kepala dengan raut wajah yang begitu terlihat merasa menyesal. "Ini bukan tentang Mama, tapi ..."
"Tapi siapa, Rai?!" tanya Fadly dengan rasa penasaran yang sudah tidak bisa dibendung lagi. "Kasih tahu Papa, ada apa?"
"Rain," jeda laki-laki itu dengan satu tangannya yang kini mengepal kuat. Sedangkan Fadly kini semakin mengerutkan keningnya dalam dan berkata, "Rain? Dia kenapa?!"
Beberapa menit Rai terdiam sejenak dengan suara Fadly yang terus saja memanggil-manggil namanya membuat laki-laki itu menghela nafas.
"Rain hilang, Pa. Maaf karena aku harus bohong sama Mama, Rai ... cuma ... takut kalau Mama akan semakin ngerasa bersalah sama Tante Mitha dan Om Amar."
Deg.
Fadly yang mendengarnya benar-benar tidak tahu lagi harus berbicara apa lantaran pria tersebut yang masih berada dalam keterkejutannya dengan sebuah pernyataan yang dibuat oleh putranya sendiri.
"Terus sekarang kamu lagi dimana?!"
"A-aku lagi sama temen-temen, Pa. Aku minta bantuan sama Papanya Denis yang katanya sih bisa bantu cari dimana keberadaan Rain."
"Papa ke sana sekarang!"
"Nggak usah, Pa! Biar Papa yang cari Mama aja, sementara Rain biar ini jadi tanggung jawab aku, oke?"
"Tapi Rai, kamu nggak akan bisa ngelakuin semuanya sendiri, tetap harus bantuan Papa."
Laki-laki itu memejamkan matanya sejenak sebelum akhirnya kembali memandang lurus ke depan dimana perasaan khawatir kembali muncul untuk Rain.
"Aku tahu, Pa. Tapi tolong kasih aku kesempatan buat lakuin semua ini sendiri, karena gimanapun juga aku calon tunangannya dia."
Pada akhirnya semua akan terungkap dengan sendirinya oleh waktu, dan Rai merasa bahwa kedua sahabatnya itu pasti tidak akan menyebarkan perihal ini.
Kini di depan sana Denis dan Samuel pun masih terkejut dengan apa yang baru saja di dengarnya itu, sedangkan Fadly yang sedang berbicara dengan putranya pun langsung menghela nafas lalu menganggukkan kepala.
"Oke, Papa percayakan masalah Rain sama kamu, tapi tolong kasih tahu Papa kalau terjadi sesuatu, ya, Rai."
Entah harus dengan cara apa lagi untuk mengucapkan rasa terima kasihnya kepad pria itu, kini Rai benar-benar merasa senang karena Fadly memercayakan semuanya kepada dirinya dan ia sangag bersyukur atas hal itu.
"Makasih banyak, ya, Pa. Aku juga minta tolong banget sama Papa untuk jaga rahasia ini sampai aku udah nemuin dimana keberadaan Rain."
"Sama-sama, Rai. Tapi kamu juga harus hati-hati, ya, Sayang. Kamu juga anak satu-satunya yang Papa punya, jangan sampai terjadi sesuatu sama diri kamu sendiri."
Rai yang mendengarnya pun langsung tersenyum senang, pria itu begitu menyayangi dirinya dan ia sangat bahagia atas hal itu. Perhatian kecil yang ditunjukkan oleh Fadly membuat laki-laki tersebut menjadi semakin yakin bahwa Rain dapat ditemukan olehnya.
"Aku pasti bisa temuin dia, kok, Pa. Setelah aku temuin dia, Rai janji akan jujur sama Mama dan kedua orang tuanya."
"Bagus, Papa juga mengharapkan itu dari kamu. Kalau begitu, Papa cari Mama kamu dulu, ya. Kamu hati-hati, Rai."
"Iya Pa, semoga Papa juga cepat ketemu Mama."
Panggilan pun berakhir dengan Rai yang kini masih tersenyum menatap layar ponselnya. Kemudian tersadar dan langsung memandang kedua laki-laki yang berada di hadapannya saat ini dengan tatapan penuh intimidasi.
"Jadi gimana?" tanya Denis dengan kedua tangan yang melipat di dada sembari memandang Rai dengan penuh tanya. Begitu pula Samuel yang kini juga sama seperti seseorang yang berada di sampingnya sedang memandang sahabatnya tersebut menunggu penjelasan dari laki-laki itu.
Rai yang melihatnya pun langsung menghela nafas dengan kedua tangan yang kini dimasukkan ke dalam saku celananya.
"Oke, gue akan jelasin semuanya ke kalian. Tapi ada satu permintaan dari gue buat kalian berdua."
Denis dan Samuel yang mendengarnya pun langsung saling memandang satu sama lain sebelum akhirnya menatap lurus ke depan dimana sahabatnya itu berada.
"Oke, deal!" ujar kedua laki-laki itu secara bersamaan. Sedangkan Rai yang melihatnya pun hanya tersenyum masam sembari menggelengkan kepalanya kecil lalu berkata, "Permintaan gue adalah, jangan sampai ada yang tahu tentang berita ini, oke? Termasuk Vano, pacar Rain sendiri. Lo berdua harus hati-hati, inget itu. Dan kalau seandainya di antara kalian berdua ada yang sampai keceplosan, lo sama aja udah bikin masa depan gue sama Rain hancur!"
Deg.
Mendengar hal tersebut membuat Denis dan Samuel langsung meneguk ludahnya seketika dengan rasa takut yang begitu luar biasa.
"Oke, gue janji nggak akan sebarin tentang lo sama Rain," ujar Samuel yakin.
"Bagus." Rai mengangguk setuju dengan laki-laki tersebut, kemudian kedua matanya menoleh ke arah samping Samuel dimana Denis berada. "Lo gimana?"
"G-gue juga janji nggak akan sebarin tentang pertunangan lo sama Rain, gue janji."
"Yakin?" tanya Rai sekali lagi dengan kedua mata yang memincing. "Inget, lo lagi jaga rahasia sahabat lo sendiri."
"I-iya Rai, gue ngerti, kok."
Setelah itu Rai pun mulai menceritakan dan kedua temannya kini memandang dirinya dengan begitu serius untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya.