webnovel

Rencana Pernikahan Xander dan Erika

"Jangan lupa! Kamu masih punya hutang cerita sama aku!" Lara menekan kalimatnya. Ia baru saja berpapasan dengan Xander di lorong gedung tempatnya bekerja. 

"Dan kamu masih hutang posisi sama aku." Xander mengerling menggoda. "Gak sabar pengen ngerasain kamu di atas," bisiknya serak. 

Lara memukul kaki suaminya dengan sapu yang ia pegang. Wajah gadis itu memerah menahan malu. "Dasar cowok omes!" 

"Tapi kamu sayang, kan?" 

"Gak. Udah, ah. Aku mau lanjut kerja." Lara meninggalkan Xander dan setengah berlari menuju lift. Tangannya menekan angka tujuh. Ia harus membersihkan salah satu ruangan di lantai itu. 

Xander mengikuti istrinya, setelah pintu lift terbuka mereka masuk ke dalam. 

"Kok kamu?" Lara menunjuk Xander. 

"Kenapa? Jangan lupakan, ini kantorku." Lelaki itu mengunci tubuh Lara ke dinding lift. "Ini yang bikin aku kangen." Xander membelai bibir Lara. 

"Jangan, Leo. Ada CCTV." Lara melirik kamera kecil di pojokan atas. 

"Peduli amat." Lalu dalam sepersekian detik, bibir Xander menempel di bibir Lara. Ia menyalurkan rasa sayangnya kepada gadis itu.

"Sudah!" Lara mendorong tubuh Xander ke depan. "Nanti ketahuan karyawan kamu bisa jadi gosip." Meski mereka sering melakukan itu, tapi entah kenapa sampai sekarang Lara masih merasa malu dan deg-degan ketika Xander membelai bibirnya dengan bibir milik Xander. 

Xander mengusap bibirnya. Ia menatap Lara yang tampak salah tingkah. "Lambat laun merek pasti akan tahu juga."

"Tapi aku takut." Lara mengigit bibir. "Sekarang aku merasa tidak pantas untuk kamu." 

"Aku tetap Leo kamu, jadi ...." Xander tidak menyelesaikan kalimatnya karena pintu lift terbuka. 

Ada orang dari lantai lima yang masuk ke dalam lift. Mereka menganggukan kepala hormat kepada Xander. 

Kini, wajah lelaki dua puluh delapan tahun itu kembali dingin. Tidak ada aura romantis seperti ketika hanya bersama Lara. 

Mereka kembali menjadi seorang bos dan petugas kebersihan. Lara melirik kesal cewek di sebelahnya yang terus saja mencuri pandangan ke arah Xander. Ia tidak rela. Kalau bisa, ingin Lara melindungi Xander dari tatapan wanita lain. 

Setelah pintu lift terbuka, semua menyingkir untuk memberi jalan Xander keluar. Lara ikut keluar dengan membawa sapu dan peralatan kebersihan. Ia menoleh sedikit ke dalam lift dan melihat para wanita itu memandang penuh pemujaan kepada suaminya. 

"Kenapa cemberut?" tanya Xander melihat Lara yang langsung berubah ekspresi wajahnya sejak masuknya para wanita karyawannya itu ke dalam lift. 

"Gak usah ditanya juga kamu tahu!" Lara menjawab ketus. Ia kemudian melangkah cepat dan masuk ke ruangan yang akan dibersihkan. 

Kata supervisor Lara, ruangan ini akan difungsikan lagi sebagai kantor. Entah siapa yang akan masuk dan akan dijadikan ruangan apa. Nanti di rumah Lara akan menanyakan pada Xander. Ia membersihkan dan merapikan ruangan itu sampai hampir tiga jam lamanya. 

"Lara, istirahat dulu." Supervisornya datang dan menyuruh Lara berhenti. 

"Sebentar lagi. Tinggal pel aja kok." 

"Kamu belum makan, belum break. Ini sudah jam dua siang." Rudy melihat arlojinya. Aku pesenin makanan, ya, buat kamu!" 

"Gak perlu, Rud. Nanti aku turun sendiri ke kantin." Lara memang akrab dengan Rudy karena dulu sering mengantar Lara pulang ke rumah ketika ia masih jadi karyawan baru. 

Lara tahu kalau lelaki itu menaruh perasaan kepadanya, tapi tidak dengan Lara. Gadis itu hanya menganggap Rudy teman dan atasan. Tidak lebih. Hatinya sudah terpaut kepada Leo. 

Rudy meninggalkan Lara, ia buru-buru turun ke kantin dan membelikan makanan untuk gadis itu. Berharap akan bisa mendapatkan hati Lara dengan perhatian kecil yang terus saja ia berikan.

Setelah mendapat apa yang ia pesan, Rudy kembali ke ruangan di mana Lara berada. Gadis itu terlihat mengepel lantai bagian pojok. "Lara, kamu makan dulu, gih!" Rudy meletakkan nasi ayam dan es teh di atas meja. "Baru nanti dilanjutkan lagi."

Lara menoleh sekejab. "Ya, nanti aku makan. Mau nyelesaiin ini dulu." Lara kembali fokus dengan pekerjaannya. 

Rudy tidak tahu lagi harus berbuat apa, akhirnya lelaki itu pergi dari sana dan membiarkan Lara menyelesaikan pekerjaannya. 

Lara akan menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum ia istirahat. Biar ketika makan tidak kepikiran dengan pekerjaan yang masih belum kelar. 

"Hem, nasi ayam." Suara serak di belakang terdengar tidak mengenakan. 

Lara menoleh, ia melihat Xander membuka makanan yang dibelikan Rudy kemudian melemparkannya ke tong sampah yang ada di pojok ruangan. 

"Eh, itu belum aku makan!" Lara berlari ke tong sampah dan berniat mengambil makanannya. 

"Sini!" Xander berjalan mendekat dan menarik lengan Lara. "Gadisku hanya boleh makan dari pemberianku." Xander membuka tutup rantang berwarna putih. Di dalamnya ada sepotong ikan salmon dan sayur juga sambal. 

Tadi, Xander melihat Rudy berusaha mendekati Lara lewat CCTV. Dengan segera, ia memesan makanan untuk istrinya agar tidak memakan pemberian Rudy. 

Cemburu yang Xander rasakan ketika lelaki yang menjabat supervisor kebersihan itu menaruh perhatian pada istrinya. 

"Leo, apaan sih! Jangan sembarangan buang makanan. Kalau gak boleh kan bisa diberikan kepada pengemis kek, atau pemulung." Lara mendengus sebal. 

Xander diam. Ia berjalan dan mengunci pintu ruangan, kemudian duduk di kursi lalu menarik Lara ke dalam pangkuannya. "Sini aku suapin!" 

Lara menatap wajah lelaki tampan di depannya. "Terima kasih, Leo."

"Gak perlu terima kasih, sudah kewajiban aku untuk membuat kamu nyaman dan kenyang." Ia kembali menyuapkan makanan ke mulut Lara. 

"Duh, so sweet. Meleleh deh aku." 

"Juga membuat kamu puas di ranjang!" 

Seketika muka Lara kembali memerah. "Ish, dasar omes banget sih sekarang kamu." Ia mencebik. 

"Kalau kamu di sampingku mana bisa otakku waras." Tangannya mulai mengerayangi pinggang Lara. 

"Gak usah aneh-aneh. Ini di kantor. Ingat!" Lara mencengkeram erat tangan nakal suaminya. 

Xander tertawa. "Sudah dibilang kalau dekat kamu aku gak bisa waras." Ia menatap lembut istrinya. "Nanti malam aku gak tidur di apartemen, orang tuaku nyuruh pulang. Kamu gak apa-apa tidur sendiri? Tapi, ada pengawal yang akan menjaga kamu dari luar, kok."

Gadis itu menatap suaminya. "Gak apa-apa. Biasanya juga aku tidur sendiri sebelumnya." Hatinya merasa kehilangan, bahkan sebelum Xander pergi dari sisinya. Hanya semalam. Ya, hanya semalam. Tapi rasanya Lara tidak ingin berpisah dengan lelaki yang sudah mendapatkan seluruh hatinya. 

**

[Aku kangen]. Lara mengirim pesan pada suaminya. Ia tidak bisa tidur sampai hampir pukul tiga pagi karena kepikiran dengan Xander. 

[Kenapa?] Balasan dari sang suami masuk ke ponselnya.

[Kepikiran kamu. Gak tenang.]

Xander menatap layar ponselnya resah. Bagaimana bisa Lara merasakan kegelisahannya juga. Pertemuan malam ini dengabn orang tua angkatnya dan Erika serta keluarga besar mereka adalah membahas pesta pernikahan. 

Padahal mereka baru bertunangan seminggu, tapi Erika memaksa untuk mempercepat pernikahan mereka. Akhirnya, diputuskan dua bulan lagi mereka akan menikah. 

[Aku akan ke sana.] Xander membalas pesan istrinya. Ia segera mengambil jaket dan kunci mobil untuk kembali ke apartemen. 

Xander tidak bisa menolak permintaan orang tua angkatnya, karena mereka yang memberikan ia kehidupan baru. Menyelamatkan nyawanya. 

[Hati-hati, Sayang.] 

Xander semakin resah membaca balasan dari Lara. Apa yang harus ia lakukan kepada Lara nantinya. Apa gadis itu akan bisa menerima semua alasannya?