webnovel

Entah Kenapa Ingin Menangis

Editor: Wave Literature

Tanpa terasa hari sudah pagi.

Hai Xiaotang yang sedang tertidur dengan kepala di atas meja terbangun setelah mendengar suara panggilan keras dari sang kakek.

"Tolong, tolong!"

Hai Xiaotang mendadak langsung tersadar dari mimpinya.

Hai Xiaotang segera bangkit dan akan berlari keluar, tetapi kedua kakinya kesemutan dan tidak mampu menopang tubuhnya, dia baru berjalan satu langkah dan langsung terjatuh ke lantai.

"Cepat tolong…" Suara kakek di luar terdengar sangat panik.

Hai Xiaotang bisa mengira-ngira dalam hatinya, kemungkinan besar terjadi sesuatu dengan Kakek Tao!

Dia bangkit sambil menggertakkan giginya, lalu dengan susah payah berlari keluar.

Kamar tidur Kakek Tao berada di sebelah kamar Hai Zhiyuan. Hai Zhiyuan yang ingin melihat apakah dia sudah bangun tidur atau belum, malah menemukan kakek Tao sedang terkapar di lantai. Sepertinya dia pingsan.

Cheng dan Hai Xiaotang yang mendengar suara teriakan Hai Zhiyuan segera datang kesana.

"Kakek Tao kenapa?" Hai Xiaotang bertanya dengan terkejut.

"Cheng, cepat bawa dia ke rumah sakit!" Hai Zhiyuan langsung memberi perintah kepada Cheng tanpa menjawab pertanyaan Hai Xiaotang.

"Baik!" Cheng membopong Kakek Tao dan berlari keluar.

Hai Xiaotang juga segera memapah Hai Zhiyuan lalu ikut berlari mengejarnya.

Saat sedang menuruni tangga, mungkin karena emosinya sedang tidak stabil, Hai Zhiyuan mendadak oleng dan nyaris saja jatuh dari tangga!

"Kakek!" Hai Xiaotang bergegas menahan tubuh kakeknya dan membuat dirinya terjatuh duduk di tangga!

"AHH…" Hai Xiaotang berteriak kesakitan, dia merasakan pantatnya seperti terbelah dua.

Hai Zhiyuan berpegangan pada pagar tangga, lalu bertanya dengan khawatir, "Xiaotang, kamu tidak apa-apa?"

Walaupun Hai Xiaotang merasa kesakitan, tetapi wajah kecilnya menunjukkan senyum, "Aku tidak apa-apa. Kakek tidak apa-apa kan?"

"Aku juga tidak apa-apa. Kamu benar-benar tidak apa-apa?" Hai Zhiyuan masih saja khawatir.

"Iya, aku tidak apa-apa…" Hai Xiaotang tertawa riang.

Dia senang karena akhirnya dia bisa mencegah peristiwa kakeknya yang terjatuh.

Asal kakek baik-baik saja, dia terluka juga tidak masalah.

Tetapi mengingat kondisi Kakek Tao, hati Hai Xiaotang jadi terasa berat.

Tao Weimin segera dibawa ke rumah sakit.

Hai Xiaotang dan kakeknya duduk di luar kamar operasi menunggu dengan cemas. Tidak lama kemudian pintu kamar operasi pun terbuka.

"Kondisinya sudah sampai ke tahap paling gawat, kami juga sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Dengan kata lain, dalam satu dua hari ini sebaiknya kalian mempersiapkan hati." Dokter berkata dengan berat hati.

Mendengar perkataan dokter yang seperti itu, pandangan mata Hai Zhiyuan menjadi sangat sedih. Namun dia tidak menunjukkan reaksi lain yang berlebihan.

Lahir, tua, sakit dan mati, mereka sudah lama menerima hal tersebut.

Dia hanya merasa sedikit sedih dan tidak rela.

Tetapi saat itu, cepat atau lambat juga akan datang. Tao Weimin yang selalu tersiksa oleh penyakitnya, mungkin ingin cepat-cepat terbebas dari rasa sakit yang menyiksanya.

Namun dia masih memiliki keinginan yang belum terpenuhi yang membuatnya terus bertahan.

Sudah dua hari.

Tao Weimin bersusah payah, bertahan selama dua hari.

Hai Zhiyuan dan Hai Xiaotang setiap hari berada di rumah sakit untuk menemaninya.

Kakek Tao sudah hampir tidak bisa bertahan lagi, tetapi cucunya masih belum kunjung datang bahkan di saat seperti ini.

Begitu kesadaran Tao Weimin sedikit pulih, dia memanggil-manggil nama cucunya.

Hai Zhiyuan menggenggam erat tangannya dan menghiburnya, "Tao tua, Tao Yi sebentar lagi akan pulang. Bertahanlah sebentar lagi, kita akan menunggunya."

Tao Weimin menganggukkan kepalanya dengan lemah, di ujung matanya mengalir setetes air mata.

Dia sangat takut kalau dia tidak dapat menunggu lagi.

Hai Xiaotang tidak tahan melihatnya, dia pun berjalan keluar kamar.

Hai Xiaotang berdiri di lorong dan menarik napas dalam-dalam, tetapi dia masih saja tidak bisa menahan tangisnya.

Sebenarnya dia tidak terlalu sedih, tetapi entah kenapa dia ingin menangis…

Dia memikirkan kehidupannya yang dulu. Apakah dulu sebelum kakeknya meninggal, kakeknya juga sangat ingin bertemu dengannya?