"Sebuah tali, tanpa ikatan. Memang kenapa jika aku memilihnya karena menolak sakit?"
[Apo Nattawin Wattanagitiphat]
Usai menelpon, Mile melihat Apo melakukan hal yang sama di dalam kamar. Sambil menggenggam erat ponselnya, Apo berdebat dengan sang lawan bicara karena disalahkan terkait pinalti kontrak sponsorship. Wajahnya gusar. Mile mendengar kata "Maaf" yang teramat kecil, lalu Apo melempar ponsel ke ranjang. "Arrghh! Sial!" teriaknya sambil menendang nakas.
Saat Mile mendatangi Apo, dia justru dilempari bantal. "Apo—"
"PERGI KAU BAJINGAN! PERGI!" teriak Apo. "SADAR TIDAK SIH KAU BARU MERUSAKKU? BEDEBAH!" Dia tampak sangat marah, tapi Mile malah mengunci pintu di belakangnya. Lelaki itu ingin menenangkan Apo, walau dia tahu mereka harus berdebat dulu.
"Maaf, maaf. Aku benar-benar minta maaf," kata Mile.
"KUBILANG KELUAR DARI SINI!"
"Oke, oke. Soal pinaltinya biar kuganti. Kau tidak perlu pikirkan itu. Apo ...."
"Ini bukan masalah bayarnya, Mile! Ya Tuhan .... aku ini punya relasi baik dengan mereka! Tapi sekarang kau membuat kami berantakan. Aku benar-benar tak habis pikir. SANA!"
Mereka pun berkelahi, tapi Apo tak melawan banyak. Pertama, bekas tembakan pada kakinya terkadang masih nyeri. Belum lagi seluruh badannya pegal akibat seks paksa kemarin. Apo pun hanya meninju beberapa kali, menggampar, tapi akhirnya ambruk ke ranjang. Dia disergap dalam pelukan Mile yang memberangus. Lalu mengeluh bagai hewan buruan terjebak.
"Bagaimana kalau kubawa kau pulang?" tanya Mile. Apo pun terkesiap, lalu membentaknya lagi.
"BUAT APA, HAH?! JANGAN ANEH-ANEH LAH!" kata Apo dengan alis yang berkerut.
"Ya, anggap aku mengganti pekerjaanmu," kata Mile. "Tapi bukan untuk professional, Po. Kau cukup jemput Abby dari sekolah, ajak dia jalan-jalan, senangkan dan antar ke rumah sore harinya. Kau kubayar setara dengan kerjaanmu hari ini. Bagaimana?"
" FUCK! KAU PIKIR SEKELASKU PANTAS DIBEGITUKAN?! Sialan kau, Mile! Aku bukannya Nanny pengasuh!" kata Apo. Demi apapun, harga dirinya sebagai selebriti serasa diinjak, dan apa guna keahliannya kalau berakhir jadi babysitter bocah kaya? Apo serasa diperlakukan bagai simpanan ....
"Oke, oke. Intinya aku akan salah terus ...." kata Mile. Dia pun menindih Apo, karena lelaki itu takkan tahu apa isi kepalanya. Kau benar-benar akan pergi ke Rusia kalau tidak kukekang sekarang.
".... apa?!" kata Apo tidak sabaran.
"Baiklah, baiklah ... anggap saja aku memahamimu. Kau trauma. Kau tantrum seperti bocah karena takut punya pasangan ... tapi Apo, ayo taruhan denganku kalau aku bisa merubahmu."
"Merubah soal apa memangnya?"
"Semua lelaki itu tak sama? Aku ini bukan mantan kekasihmu."
Apo pun meneguk ludah kesulitan. "Kau—ah ... tunggu dulu. Bagaimana dengan keluargamu? Kau itu calon CEO besar. Pewaris hebat. Menang tidak masalah ya kalau menikahi laki-laki? Aku takkan bisa dibuahi untuk melahirkan bayi-bayi!"
"Aku tahu, kau pikir aku ini seperti tokoh di film?"
"Kalau ya? Yang akhirnya hanya akan menjadikanku orang ketiga. Terus kau playing victim dengan wanita yang sama pewarisnya. Cih, maaf saja ...."
"Bodoh. Apa menjadi aktor membuat otakmu ikut terkontaminasi alur drama? Malam sebelum kita bertemu aku sudah menolak perjodohan berkali-kali!" tegas Mile.
"Apa?" Bola mata Apo membulat besar.
"Ada 7 laki-laki, dan 9 perempuan, Apo. Keluargaku sendiri yang mencarikan gender beda karena kita sudah punya Abby. Kau lihat keponakanku yang lucu itu? Dia tinggal kudidik jadi penerus. Toh kalau ingin punya anak kan tinggal surrogacy. Hari gini masih saja memusingkan hal yang tidak perlu. Aku benar-benar heran dengan kolotnya dirimu."
Apo melihat kesungguhan di mata itu. "Kupotong penismu kalau kau sampai macam-macam ...." katanya. Tiba-tiba memberikan ruang untuk Mile meski kecil.
"Oh, ya? Kalau begitu kupotong penismu juga biar jadi bottom total," kata Mile. "Maksudku kalau sampai macam-macam juga. Kau pikir kau saja yang bisa semena-mena? Apo, percuma kalau aku berkata lebih jika kau tetap keras kepala."
Mile dan Apo pun berciuman kasar. Mereka saling mereguk ludah dengan lidah yang menerobos. Seolah-olah Apo sudah luluh, tapi tak semudah itu. Apo balas meremas dada Mile, saat Mile mencubit dadanya. Lalu melebarkan kaki Mile, tapi Mile lebih kuat untuk menekan tangannya hingga kalah. Sang penyanyi pun menatap nanar kala restletingnya dibuka, dan mereka saling menatap saat Mile mengocok untuk memuaskannya. "Mmh, Mile ...." Dia mendesah dengan tangan yang ingin mendorong tapi terlanjur keenakan.
Kaki Apo pun dibuka setelah celananya lepas, dan mereka melakukan seks lagi tanpa Apo melepas atasannya. Dan ya ... Mile memang menuai hasil. Apo pun mau menjadi teman yang menghangatkan ranjangnya mulai sekarang, tapi tidak dulu untuk berhubungan resmi.
"Kau tidak boleh melakukan seks dengan orang lain sampai aku bilang menyerah."
Apo menatap lembut Mile yang terus menggempur di dalam bokongnya di atas. "Yeahh, fuck... ahhh ...." Mulutnya terbuka untuk melontarkan desahan yang amat merdu. ".... ugh ... terserah. Kau pun harus ingat ini bukan berarti kita pacaran."
"Oke."
Kaki Apo ditekan ke dada agar Mile bisa menyatukan mereka secara sempurna. Lelaki itu menggoyang bokong bulat Apo sambil memegangi lutut dalam. Menciumnya, dan dia tersenyum sadis saat Apo mau memeluk dengan cakaran punggung. Penyanyi tampan itu mengecup pada bahunya, dan Mile bangga mendengar napasnya putus-putus meski samar. Mulanya, Apo senang dengan tusukan cepat dan menggebu, tapi lama-lama kaki indahnya capek dan minta pindah posisi. Mile pun memberi jarak sesaat hanya untuk memindah kejenjangan itu di bahunya, lalu masuk lagi ke liang Apo secara lembut. Oh, rupanya Apo suka diperlakukan secara mesra juga.
Apo pun memandang wajah tampan Mile di bawah sana, dan dia meremas dada sendiri karena kenikmatan mendera. "Mmh, mmh ... ssshh ...." Dia menggigit bibir sambil mendesis erotis. Yang tidak Apo sangka Mile akan mengecup keningnya, lalu ke ceruk lehernya tanda hasrat yang begitu besar.
Aku benar-benar takut, Batin Apo saat melihat wajah Mile dari dekat. Tanpa Mile tahu dia bahkan membayangkan mereka menikah betulan, tapi seseorang seperti Mile terlalu ajaib jika tidak untuk coba-coba saja. Di bawah Mile, dalam posisi baring ... Apo pun mencolok lubangnya sendiri saat penis Mile keluar, dan Mile langsung masuk untuk menggantikan jari itu karena menilai Apo masih belum puas. Aku takut tidak bisa mempertahankanmu.
"Bilang tempat ter-enakmu kalau aku mengenainya, Po. Mana? Jangan kau meremehkanku karena pura-pura ber-akting lagi," kata Mile tanpa berhenti menusuk. Apo pun berkedip cantik. Menatap penyatuan mereka di bawah sana, lalu meremas bokongnya sendiri.
"Agak ke atas, aku suka kalau dialasi bantal."
"Kenapa tidak mengatakannya sejak tadi? Dasar ...." gerutu Mile. Dia pun menarik satu bantal untuk jadi ganjal bokong Apo. Diatur ulang, dan Apo memerah karena prostat-nya benar-benar kena.
"Ah!"
Mile tampak terpana melihat Apo menggeliat tidak sabaran. Dia tak berkedip karena Apo sangat sensual, tapi kadang juga childish saat mengemut jarinya sendiri untuk melampiaskan nikmat. Dia pun meremasi bokong bulat itu sambil terus mengawasi, lalu meraup puting merah Apo bergantian. Benda itu sudah sekeras kerikil, dan pastinya makin tegang saat Mile mengecapnya dengan tarian lidah yang agresif.
"Ah! Mile, tolong lebih kencang lagi. Aahhh!"
Untuk pertama kalinya sejak mereka bercinta, siang itu Apo tampak benar-benar menikmati seks diantara keduanya. Karena dia bisa klimaks berkali-kali, seperti Mile. Dada Apo juga terlonjak, padahal mereka tidak sampai pindah posisi. Itu menandakan Apo sebenarnya lebih suka didominasi, tapi jika pasangannya cukup ahli memuaskan imajinasi liarnya tentang kenikmatan duniawi. Mile pun membiarkan Apo istirahat setelah mereka klimaks bersama. Lalu memandangnya sambil memuncratkan sisa cairan ke perut Apo. Splart! Hebatnya Apo menikmati pemandangan penis Mile menyembur dengan hebohnya, lalu mengusap cairan putih itu dari pinggul untuk menjilatnya.
"Apa aku memuaskanmu?" tanya Mile.
Apo yang masih membuka kaki pun memandangi jarinya. "Kau bilang bukan tipe yang mudah seks jika tak serius," katanya. "Tapi kenapa bisa lulus sensorship-ku? Kau sering main boneka erotis atau bagaimana? Aku tidak mau punya calon yang memiliki banyak masa lalu juga."
"Kalau ya?"
"Apa?"
"Tidak, tidak. Maksudku, aku menyewa pelacur kalau ingin bercinta," kata Mile sambil men-cuddling Apo. Dia seperti menindih tubuh itu, tapi sebenarnya hanya mengurung dengan tubuh berototnya. "Bukan untuk hubungan tanpa pembayaran uang. Kalau selain jalur sewa, dalam arti ingin berkencan, aku memang tipe yang suka serius."
"Oh ...."
Apo pun meremas seprai karena bokongnya masih dibelai-belai lembut.
"Kau suka sentuhan seperti ini?"
"Lumayan."
"Beritahu lagi bagaimana preferensimu yang lain-lain."
"Kau harus mencari tahu sendiri."
Mile pun menyeringai tipis. "Benar-benar bottom (sok) jual mahal ...." hina-nya, tapi Apo tahu Mile hanya ingin bercanda. Dia pun minta berhenti saat merasakan sperma Mile menetes-netes dari dalam lubang, dan dia menggigit bibir tidak nyaman.
"Mile, aku harus membersihkan bagian situ. Segera ...." kata Apo. Tapi Mile mendorongnya lagi saat ingin beranjak.
"Kenapa buru-buru sekali? Kau jijik sudah kupenuhi?"
"Kalau ya? Aku risih dengan benda cair orang di dalam tubuhku—"
Mile tetap menekan Apo di bawah. Dia justru membelai bibir juicy sang penyanyi tampan, lalu menikmati pemandangan gigi-gigi rapi di dalamnya. "Tidak akan kubiarkan," katanya. "Enak saja sudah kusodok, tapi kau lari begitu saja. Itu benihku, paham? Walau tidak jadi bayi, tapi rasakan aku melakukannya tadi bukan sembarangan teknik."
Apo pun merona tipis. Secara ajaib dadanya berdebar lembut, karena Mile memainkan lubangnya untuk menggodai keberadaan cairan itu hingga keluar sedikit demi sedikit. " Mile, stop it—"
"Rileks, aku ini membantumu mengeluarkannya."
"Mile ...."
Apo menatap horor setelah cairan putih itu meluber semakin banyak. Bantal jadi basah di bawah dudukannya, lalu Mile melemparnya jatuh agar bisa meleleh semakin mudah. Mile juga mengusapi lubang kemerahan itu dengan seprai hingga kering. Mile benar-benar memastikannya bersih. Barulah dia mengecup bibir Apo pelan. Cup.
"Kau memang indah dari sisi mana pun, Apo. Harus kumiliki atau aku stress melihatmu dengan orang lain," kata Mile.
"Tidak masuk akal karena kita baru bertemu."
"Memang apa masalahnya? Justru yang baru-baru itu malah membara. Ha ha ha. Entah membara penisku saja, atau cuma terbawa perasaan."
Apo pun baru menutup kakinya yang sudah terasa nyaman. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh, seolah yang barusan baru dijamah pertama kalinya. "Itu masalahnya, Bodoh. Aku tidak mau jadi objek orang yang katanya mau serius, tapi malah menjadikanku alat pemuas juga."
"Ckckck, memang siapa yang tidak mau kuresmikan? Menurutku kita sudahi saja percakapan bodoh ini. Hmmh ...."
BRUGH!
"Mile!"
Apo pun terbelalak saat dia dipeluk, tapi Mile sepertinya tak peduli meski dia tidak berselimut. Mile merengkuh Apo dengan dekapan tangan dan kaki. Lalu menggulungnya seperti croissant bengkok dari belakang. Apo pun merasakan betapa hangat dan panasnya napas maskulin Mile pada tengkuknya, dan itu membuat bulu kuduknya merinding.
Sial, kenapa dia sudah bertingkah seperti suamiku? Bajingan ini benar-benar, Batin Apo saat melihat Mile tersenyum. Kebetulan wajah mereka berdua sama-sama menghadap cermin, jadi Mile leluasa tahu ekspresi gugupnya yang jujur di dalam ruangan ini. "Kenapa? Apa mau tambah satu ronde lagi? Aku masih kuat kalau kau belum betulan puas—"
"Kutampar penismu kalau sampai iya," sela Apo mengancam.
Mile justru tertawa-tawa. Lalu tidur seperti pangeran. Meninggalkan Apo belum bisa terlelap. Kuakui Indigo memang berbahaya, Batinnya. Lalu berbalik untuk balas memeluk hangat pertama kalinya.
Bersambung ....