webnovel

His Presence

Taehyung merasakan pegal di seluruh tubuhnya. Ia tidak sadar dirinya tertidur di sofa ruang tengah menghadap ke arah kamar Kana. Keadaan Kana hari kemarin membuat Taehyung cemas, ia takut jika terjadi sesuatu pada Kana. Hal itu membuat dirinya berada di seberang kamar Kana dan tanpa sadar ia tertidur di sana.

Tepat setelah membuka mata, ia baru menyadari hal yang membuatnya terbangun adalah alarm pagi hari yang lupa ia matikan. Alarm itu adalah alarm yang membuatnya terbangun setiap hari ketika berada di sekolah menengah atas. Ia kemudian mematikan alarm itu. Hingga akhirnya ia membaca sebuah pesan dari ayahnya.

'Bisa telepon?' Sebuah pesan singkat dari ayahnya. Ayahnya memang selalu seperti itu. Ia tidak suka membicarakan hal panjang lebar melalui sebuah pesan. Ia lebih menyukai panggilan telpon.

'Ndae abuji' balas Taehyung.

Tak lama, telpon Taehyung berdering. Ia tidak menyangka respon ayahnya akan secepat ini. Apakah ada sesuatu yang terjadi? Batinnya.

"Yoboseyo abuji" Taehyung mengangkat menggunakan bahasa Korea. Ia selalu berbicara menggunakan bahasa Korea ketika bersama ayahnya meskipun sedang berada di Jepang. Menurut mereka, hal itu mereka lakukan agar tidak lupa dengan identitas mereka.

"Bwo?" Mata Taehyung terlihat melebar. Menyadari ayahnya membicarakan hal yang cukup serius, ia lalu keluar menuju ke arah teras. Ia tak peduli pagi itu cukup dingin dan ia hanya menggunakan kaos oblong hitam pendek dan celana pendek warna hijau army. Kebul asap tampak keluar dari mulutnya karena dinginnya udara pagi itu.

"Abuji bisa serahkan hal ini padaku."

Panggilan pun berakhir. Taehyung tercengang sesaat. Seraya masuk kembali ke dalam rumah panti ia pun membuka sebuah berita yang ada di sebuah media warta online terkenal Jepang.

Matanya terpaku cukup lama pada sebuah headline berita.

'Diplomasi Korea-Jepang Memburuk, Server Jepang Juga Sempat Diretas Korea Selama 10 Menit'

Taehyung terus menscroll berita tersebut hingga menemukan berbagai berita lain yang berkaitan.

'Server Jepang Sempat Diretas Korea, Pemerintah Korea Menyatakan itu Aktivitas Hacker Gadungan'

Gigi Taehyung menggeretak, ia mengeratkan pegangannya pada ponsel yang ia pegang.

Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi namun hal itu cukup membuatnya merasa harus waspada. Ia khawatir mereka yang selama ini ia khawatirkan akan menyusulnya ke Jepang, ketika ia bersama dengan wanita yang paling mereka incar selama ini.

Taehyung masih ingat bagaimana dia membujuk ayahnya untuk menemui Kana di hari kelulusannya. Hal itu tidak mudah bagi ayah Taehyung untuk mengizinkan Taehyung bertemu kembali dengan Kana mengingat masa lalu Kana. Ayah Taehyung takut Kana akan menderita jika kembali teringat dengan masa lalunya itu. Akan tetapi nyatanya Kana bahkan tidak mengenali Taehyung. Mungkin karena wajah Taehyung sudah cukup berubah mereka sudah terpisah 9 tahun lamanya.

"Abuji, ada yang harus kuselesaikan kumohon abuji mengerti." Ucapan itu diucapkan tepat setelah ia mengisi pidato sebagai lulusan terbaik dan bertemu dengan ayahnya di aula sekolahnya. Taehyung tanpa basa basi mengungkapkan keinginannya.

Ayahnya hanya bisa mengiyakan toh saat ini Taehyung sudah memasuki legal agenya. Ia juga sudah menuntaskan pendidikan menengah atasnya. Ia juga sadar, dirinya dan Taehyung memegang peranan penting dalam hidup seorang anak perempuan dan keluarganya. Sekalipun ayahnya tidak mengizinkannya pun sepertinya Taehyung akan tetap kekeuh dengan niatnya itu.

Sejak kecil Taehyung hanya hidup dengan ayahnya, dan berpisah seperti ini bukanlah hal yang mudah. Namun ia telah meyakinkan dirinya sendiri bahwa saat ini sudah waktu yang tepat baginya untuk melindungi Kana dan mengajaknya untuk melanjutkan studi di Korea.

Tentu tidaklah mudah mengingat Kana ternyata tidak mengingat Taehyung sama sekali. Namun Taehyung tidak ingin menyesal jika ia tidak melakukannya. Ia merasa Kana adalah tanggung jawabnya. Ia merasa bahwa Kana adalah bagian dari hidupnya yang sempat hilang.

Taehyung kemudian kembali ke dalam rumah dan berjalan menuju ke ruang tengah. Belum sampai ia ke ruang tengah langkahnya terhenti tatkala melihat Kana sedang duduk bersama bibi Rose.

Kana sadar dirinya menangis cukup lama malam itu hingga tak sadar ia terlelap.

Kemarin adalah hari yang melelahkan baginya. Ia harus segera memutuskan apa yang ia lakukan. Ingin rasanya Kana menghindari semua kenyataan ini dan berpura-pura menjadi dirinya saat ini, menjadi seorang 'Kana Ayane' seperti biasanya. Tapi jauh dari dalam hatinya ia merasa tidak bisa melakukannya. Ia merasa seperti ada bayangan masa kecilnya yang menghampirinya dan memintanya bantuan. Layaknya seperti sebuah permainan puzzle yang harus diselesaikan.

Kehadiran Kim Taehyung seperti sebuah papan puzzle baginya. Seakan akan dengan kehadirannya ia tahu harus memulai darimana.

Pikirannya masih menyimpan banyak pertanyaan dan tentu saja ia ingin segera mengembalikan ingatannya. Jika memang ia mengalami amnesia disosiatif, ia merasa ia bisa menyembuhkannya. Meski ia tahu dirinya sempat menderita karena ingatan trauma masa lalunya itu tapi sekarang ia yakin ia sudah siap menerima semuanya. Ia meyakini diri sendiri bahwa mentalnya sudah siap akan apapun yang terjadi di masa lalu.

Dan juga, Kana tentu saja ingin bertemu dengan ayahnya.

Kebetulan kamar tamu yang Kana tempati memiliki kamar mandi dalam sehingga Kana memutuskan untuk membersihkan diri setelah ia baru saja terbangun. Ia hanya tidak ingin terlihat menyedihkan dan tidak bisa merawat diri. Ia tidak ingin mengkhawatirkan siapapun. Ia ingin terlihat baik baik saja.

Akhirnya Kana berbicara dengan bibi Rose. Setelah membuat secangkir teh, Kana menghampiri bibi Rose yang berada di ruang tengah. Ia memberikan cangkir teh itu untuk bibi Rose.

"Terimakasih Nak Kana" hanya itu yang bisa bibi Rose ucapkan. Selebihnya ia hanya bisa diam. Ia memang tidak berniat untuk bicara terlalu banyak, ia ingin mendengarkan apa yang ada di benak Kana terlebih dahulu.

Kana kemudian menggeser duduknya sehingga lebih dekat dengan bibi Rose lalu memeluk seorang wanita tua yang telah 9 tahun merawatnya itu.

"Apakah ayah Kana seseorang yang baik bi?" tanya Kana membuka percakapan.

Bibi Rose tercegat, ia berpikir Kana akan marah dengannya namun apa yang baru saja ia dengar malah kebalikan dari apa yang ia telah bayangkan.

Tak sadar air mata menetes ke pipi bibi Rose yang mulai terlihat kerutan karena usia. Kana sendiri merasakan matanya basah. Suaranya mulai bergetar. "Kana ingin bertemu ayah bi, Kana mencintai bibi Rose, paman Hiro dan semua yang ada di sini namun Kana ingin mencari apa yang menjadi milik Kana."

Bibi Rose mulai sesenggukan. Kana masih melanjutkan kalimatnya. "Kana tidak marah dengan bibi. Kana tahu apa yang bibi lakukan memang yang terbaik untuk Kana."

Kini air mata Kana pun ikut menetes. Ia kemudian memeluk bibi Rose yang masih belum berhenti meneteskan air matanya. "Maafkan bibi, nak Kana"

Mereka berpelukan cukup lama. Meski mereka tak tampak begitu sesenggukan, air mata mengalir dari sepasang mata mereka.

Begitu melepas peluk, Bibi Rose terbangkit dari kursinya.

"Bibi ada sesuatu untukmu nak Kana"

Kana melihat ke arah meja. Ia terkejut dengan informasi apa yang baru saja reseptor penglihatannya berikan.

Semua itu karena pemandangan sebuah buku rekening dan kartu debit di selipan buku rekening tersebut. Yang membuat Kana lebih terkejut yaitu adanya sebuah kartu yang tampak seperti kartu kunci sebuah pintu dan sebuah kunci kecil seperti kunci sebuah gembok.

"Ayahmu meninggalkan ini semua untukmu" ujar Bibi Rose. Air mata masih terlihat di sudut matanya. "Bibi tidak tahu apa maksudnya namun beliau berkata semua hal ini akan diperlukan suatu saat nanti dan tidak ingin memberitahu bibi untuk lebih lanjutnya." Lanjut Bibi Rose.

Kana menatap lama apa yang ada di kedua tangannya;buku rekening dan beberapa kunci . Ia kini berada di depan panti asuhan dan terlihat sedikit bingung. Kana bingung haruskah Kana tersentuh dengan perhatian ayahnya yang diduga masih di sekitarnya itu atau tersakiti karena ayahnya meninggalkan dirinya selama bertahun-tahun dan hanya meninggalkan barang-barang yang ada di tangannya itu.

Rasa bingung yang lain ia rasakan karena Kana ingin segera mencoba semua kunci itu namun tidak tahu harus kemana terlebih dahulu.

Ia kemudian merasa kakinya lemas seakan tidak ada lagi tenaga yang dapat membuatnya berdiri lagi hingga membuatnya kini terduduk di serambi rumah panti sambil menopang kepalanya ke lengan tangannya yang tertopang pada lututnya.

Setelah helaan napas, ia menatap ke tanah dan menenggelamkan kepalanya ke bawah.

Tak lama kulit tangannya merasakan sesuatu yang basah dan dingin.

Kana mendongak dan melihat Taehyung dengan kemeja kotak kotak monokrom lengan pendeknya yang dimasukkan ke dalam celana baggy pants warna abu-abu sedang menawarinya sebuah yoghurt kemasan kecil.

Sekilas Kana dapat melihat bekas luka itu di tangan kiri Taehyung namun anehnya kali ini ia tidak merasakan apapun. Kana tidak tahu mengapa, apa mungkin mimpi setelah ia pingsan itu adalah petunjuk terakhir tentang Taehyung yang bisa ia dapatkan?

"Minumlah. Ini adalah minuman kesukaanmu saat kecil. Untung perusahannya belum bangkrut sehingga aku bisa membawakannya lagi untukmu." Ujar Taehyung sambil ikut terduduk di serambi rumah. Ia terkekeh. Dan Kana tidak ingin berbohong, Taehyung manis sekali saat tertawa. Namun bukan itu yang saat ini menjadi pusat perhatiannya.

Kana yang tidak ingin membuat Taehyung kecewa pun mengambil yoghurt itu dari tangan Taehyung dan menyeruputnya pelan.

"Wah kamu bahkan tidak bernapas saat meminumnya. Aku tahu kamu akan menyukainya." Lanjut Taehyung lagi sambil tersenyum manis.

Jika saja Taehyung hadir di kehidupan Kana pada waktu yang tepat, jika saja Taehyung ada di saat Kana tidak di situasi sulit seperti ini.. batin Kana dalam hati. Meski Kana tampak tidak begitu tertarik dengan urusan asmara, ia hanyalah seorang perempuan berusia 18 tahun dimana seseorang di usianya memikirkan hal seperti itu. Namun pikiran lain Kana datang, mungkin memang Taehyung datang untuk membuka semua tirai kehidupan Kana.

"Aku akan membantumu" ucap Taehyung tiba-tiba seolah mengerti apa yang sedari tadi Kana resahkan.

Menatap satu sama lain, Kana mengerti apa maksud dari ucapan Taehyung tanpa perlu ia bertanya.

Kana tidak memiliki pilihan lain selain mempercayainya.

Saat ini pukul 08.00 pagi. Cahaya mentari pagi dengan tegasnya menerjang kedua insan yang tengah bersepeda di jalanan sepi perkampungan Nakajima, Shizuoka. Meski sudah perjalanan selama 15 menit, Taehyung masih mengayuh sepedanya tanpa terlihat lelah sedikitpun.

"Begini begini aku mengikuti klub sepeda di sekolahku dulu" ujar Taehyung tiba-tiba.

Kana merasa bersalah daritadi ia hanya bisa diam. Bagaimana pun juga Taehyung sudah menawarkan diri untuk membantunya. Ia pun akhirnya menanggapi ucapan Taehyung. "Oh iya? Tapi kamu tidak terlihat begitu atle-" belum selesai Kana berbicara, laju sepeda sedikit melambat.

Kana agak tersentak, hanya untuk melihat Taehyung dengan penuh bercandanya melepaskan salah satu tangannya ke udara dan menekuk lengannya seakan-akan ia adalah popeye kartun pemakan bayam.

"Kamu tidak lihat bisepku? Aigo tidak sopan sekali" ujar Taehyung dilanjutkan menggerutu seperti anak kecil.

Kana lantas tertawa spontan.

Ia tak peduli situasi saat ini sebenarnya membuatnya tidak ingin tertawa atau memikirkan hal bahagia lainnya namun ia tertawa melihat tingkah Taehyung. Dan itu tawa pertama Kana hari ini.

Taehyung melalui kaca spionnya tersenyum melihat Kana tertawa. Melihat deretan gigi yang rapi dan mata yang melengkung di wajah Kana membuat hatinya turut bahagia.

Lima menit kemudian Taehyung membelokkan sepedanyadan terhenti di depan sebuah rumah. Rumah yang tidak terlalu besar namun sudah cukup besar untuk ukuran sebuah rumah di daerah itu.

Seakan mengerti gestur tubuh Taehyung, Kana turun dari sepeda.

Jantungnya berdegup kencang.

Ia mengeluarkan kunci itu dari tasnya lalu melangkah ke arah gerbang secara perlahan.

Gerbang itu terbuat dari kayu yang separuh ditutupi oleh tumbuhan rambat.

Tangan Kana gemetar tatkala ia meraih gembok yang sudah terlihat sangat tua itu. Namun anehnya gembok itu bahkan tidak berkarat meski sudah usang. Tidak pula berdebu.

Taehyung lalu menyusul Kana. Ia menyentuh tangan Kana seakan akan ingin memberikan Kana sebuah dukungan. Ia pun membantu Kana memasukkan kunci ke gembok tersebut.

Kana sempat menutupkan mata namun kenyataannya gembok tersebut tak kunjung terbuka.

Taehyung terlihat panik.

Ia kemudian mencoba lagi namun masih hasil yang sama.

Kunci itu tak cocok dengan gembok yang tergantung manis di gerbang sebuah rumah yang Kana harap akan menjadi salah satu pembuka tirai misteri kehidupannya.

"Bisa saja itu kunci untuk rumah di Korea" ujar Taehyung sambil menggosokkan lehernya.

Ia takut jika saja Kana menjadi hilang percaya padanya karena jika siapapun yang berada di posisi Kana pasti akan berpikir jika situasi sekarang ini terjadi karena ada dua kemungkinan, kunci gembok gerbang telah diganti atau mereka salah rumah.

Taehyung berpikir Kana akan marah padanya saat ini. Namun Kana malah mengatakan sesuatu yang membuat Taehyung terkejut.

"Mungkin Tuhan tahu aku belum siap untuk ini."

Kana lalu mendongak ke wajah Taehyung yang ada di sampingnya sambil melengkungkan bibir tipisnya. "Atau mungkin ayah belum siap bertemu denganku."

Hal itu cukup mengiris hati Taehyung. Ia ingin sekali saat ini memeluk Kana erat. Namun ia cukup tahu diri. Saat ini kedudukannya tak lebih dari seorang asing yang tiba tiba mengaku menjadi teman masa lalunya.

Kana melangkah menuju sepeda yang Taehyung parkirkan tak jauh dari gerbang mengajak Taehyung untuk kembali ke panti.

"Tidak. Kita sudah sejauh ini. Kita harus menikmati pantai dekat sini." Ujar Taehyung sambil tersenyum lebar. "Ayolah Kana Ayane. Sedikit matahari pagi tidak akan membuat kulitmu rusak." Celetuk Taehyung berusaha mencairkan suasana.

Kana sedikit terkejut dengan pemikiran Taehyung namun pada akhirnya ia mengangguk mengiyakan.

Taehyung dan Kana terduduk di tepi pantai. Menikmati suasana yang ada, melihat jauh ke arah laut, menghirup udara laut yang begitu segar, membiarkan baju mereka berkibar terhembus angin pantai yang sejuk.

Di sela itu pula Taehyung senang melihat Kana yang seolah terbebas dari pikiran yang sedari kemarin membelenggunya. Kadang ia merasa bersalah semenjak kehadirannya Kana harus merasakan semua ini. Namun tetap saja baginya Kana harus tahu semuanya. Kana sudah bukan anak kecil lagi dan Kana pun berhak tahu.

"Aku begitu menyukai laut. Aku lebih suka laut daripada gunung." Kata Kana tiba-tiba tetap memandang ke arah laut. Ia bahkan tidak peduli jika dirinya sekarang ini terlihat seperti sedang berbicara sendiri.

Taehyung diam namun ia memposisikan diri mendengarkan Kana seraya menengok ke arah Kana.

Kana melihat ke arah Taehyung sekilas lalu melanjutkan ucapannya. "Kadang aku merasa hidup seperti laut. Terlihat begitu luas dan kita tidak bisa menebak apa yang akan terjadi di ujung sana. Kita juga tidak tahu apa yang ada di dalam sana sebelum kita benar benar masuk ke dalamnya."

Kana terhenti lalu menghela nafasnya dan tersenyum ke arah Taehyung. "Kadang aku hanya bisa seperti saat ini. Memandangnya dari jauh dan berpikir wah begitu indah. Tanpa ingin menjelajahinya, karena aku takut akan berbagai kemungkinan yang akan terjadi."

Taehyung terdiam seraya melihat ke arah Kana. Teman masa kecilnya itu tumbuh menjadi gadis yang cantik. Rambutnya panjang seketiak yang ia biarkan berwarna hitam termainkan oleh angin pantai. Matanya yang besar, bentuk wajah diamond dan semua isi wajah yang begitu proporsional. Dalam hati Taehyung berjanji untuk menjaganya apapun yang terjadi. Meski itu harus mempertaruhkan apapun yang ia miliki.

Kana kemudian turun dari bebatuan tempatnya duduk sedari tadi dan menapakkan kakinya ke pasir.

"Tapi karena keraguanku, aku selalu saja ingin kembali ke laut. Lalu melangkahkan kakiku pelan ke pasir dan membiarkan telapak kakiku tersapu air laut, kemudian kakiku, betisku lalu tanganku."

Taehyung ikut berdiri. Ia melangkah menuju arah Kana berdiri memandang ke arah pasir.

"Lain kali ajaklah aku jika ingin ke pantai. Pergi ke pantai bersama akan lebih menyenangkan daripada sendirian." Ujar Taehyung lalu mengambil tangan Kana dan menyeretnya ke arah pantai. "Kajja!"

Kana tampak bingung kemudian tersadar ketika Taehyung memercikkan air laut ke arahnya.

Kana lalu membalas Taehyung begitupun seterusnya. Mereka menikmati saat saat itu layaknya anak kecil yang saling menyiprati lawan mainnya dengan air laut hingga tidak sadar baju mereka basah.

Tidak masalah bagi Taehyung jika bajunya basah namun sebuah masalah bagi Kana karena ia hanya mengenakan kaos putih polos dan sebuah kardigan. Sebuah semburat warna ungu terlihat di kaos Kana, perwujudan apa yang ada di balik kaosnya. Taehyung yang melihat hal itu terlihat bingung, pipinya memerah. Kana tersadar lalu ia terjongkok malu. Dengan cepat Taehyung pun berbalik dan membuka satu per satu kancing bajunya lalu melepaskannya. Ia menyampirkan baju itu ke tubuh Kana yang masih terjongkok malu.

"Gunakan itu. Kita akan membeli baju dekat sini."

Kana masih membatu. Meski ia melihat ke arah lain ia masih dapat melihat sekilas sosok Taehyung tanpa mengenakan atasan. Selain itu wangi tubuh Taehyung dari kemejanya kinj mememuhi hidung Kana. Kepala Kana sedikit pening. Hormon perempuannya seakan sedang bergejolak saat ini.

Namun ia segera menyadarkan dirinya sendiri tatkala mendengar Taehyung yang kedinginan berbicara sendiri tidak jelas seraya menyilangkan tangan dan berlari ke arah tepi pantai.

"Halo untuk Kana!" Taehyung yang kini sudah memakai atasan sebuah kaos longgar berwarna hitam dan celana pendek motif army sedang mengayunkan tangannya ke depan wajah Kana. "Apa kamu sudah memilih bajumu?" tanyanya pada Kana.

Kana pun tersadar lalu berlari kecil ke arah sebuah deretan kaos lengan pendek warna polos. "A-aku ini saja" tunjuk Kana ke arah asal.

Taehyung tampak bingung. Ia pun mengambilkan beberapa baju yang terhanger rapi. "Warna apa? Merah ungu putih hitam?" Tanya Taehyung sambil menunjukkan setiap warna yang ada.

"Mmm m-mana saja boleh, deh!" Jawab Kana gugup.

Jantung Kana masih berdegup kencang. Ia takut gelagatnya itu ketahuan oleh Taehyung sehingga dengan gerak cepat ia meraih dan merebut sebuah kaos polos warna ungu dari tangan Taehyung dan berlari kecil ke arah kasir untuk membayarnya. Setelah membayar Kana memasuki sebuah ruang ganti dengan gerak yang benar benar cepat. Taehyung terlihat bingung lalu ia terduduk di depan ruang ganti.

Setelah sekitar 15 menit, Kana keluar dari ruang ganti.

"Kenapa perempuan berganti baju lama sekal-"

"Mari kita pulang!" Ajak Kana berjalan cepat menuju ke pintu keluar tanpa menengok sedikit pun ke arah Taehyung.

"Ya Kana Ayane kamu belum membeli bawahan"

Kana pun berhenti dari jalan cepatnya lalu menengok ke arah Taehyung.

Ia kemudian menutupi wajahnya menggunakan kedua tangannya "Aaa kamu tak perlu melepas celanamu untukku Taehyung-aa"

Taehyung terdiam. Lalu ia menyadari sesuatu. Ia sadar Kana salah tingkah karenanya. Ia pun terkekeh kecil lalu mengusap kepala Kana lembut karena gemas dengan tingkah Kana.

"Aigoo Kana Ayane kamu ini merepotkan sekali."

Ia lalu berjalan menjauh dari Kana menuju ke barisan rok dengan panjang 3/4. "Aku akan memilihkan bawahan untukmu."

Tak lama, Taehyung menarik sebuah rok 3/4 bermotif bunga bunga warna ungu yang sekiranya cocok dengan kaos polos warna ungu milik Kana.

Kana hanya bisa mendesis dengan tingkahnya sendiri. Wajahnya memerah. Ia pun memutuskan untuk duduk di depan kamar pas karena entah mengapa Taehyung hari ini membuat hatinya berantakan. Ia menyentuh dadanya dan merasakan jantungnya berdetak tak terkendali.

Sepanjang perjalanan, Kana dan Taehyung hanya bisa diam. Kana masih berusaha menata perasaannya dan Taehyung pun tidak tahu harus berbicara apa. Hingga Taehyung teringat akan sesuatu tentang Kana.

Kana sedang mengenakan warna ungu. Warna kesukaan Kana.

"Aku tahu kamu pasti akan memilih warna ungu." Ujar Taehyung sambil terus mengayuh sepedanya.

"Aku hanya asal pilih" bela Kana berusaha menyanggah Taehyung.

"Tidak, kamu memang menyukai warna ungu. Sejak dahulu." Taehyung masih kekeuh. "Karena katamu warna ungu cantik. Tapi bagiku warna ungu adalah warna yang cocok untukmu."

Kana diam. Taehyung benar. Ia menyukai warna ungu. Namun ia merasa malu hari ini. Seakan akan Taehyung menang atas banyak hal. Taehyung telah membuatnya salah tingkah hari ini, Taehyung pun bisa membaca dirinya layaknya buku terbuka. Sehingga disinilah Kana berusaha membuat kepala Taehyung tidak menjadi semakin besar.

"Tapi sebenarnya aku suka warna merah kok!"

Saat itu laju sepeda Taehyung sedikit melambat.

Taehyung diam cukup lama.

Kana merasa tidak enak, apakah aku telah berkata sesuatu yang kurang menyenangkan? batinnya

Ia pun membodoh-bodohi dirinya sendiri.

"Iya, kamu suka warna merah dan ungu. Warna pertama dan terakhir dari pelangi." Ujar Taehyung pelan hampir tak terdengar.

Di benak Taehyung, ucapan Kana menggema, membuatnya teringat akan seseorang.

Seseorang yang pertama bagi Kana.

Seseorang yang mengenalkan Kana akan banyak hal.

Bisa dibilang Taehyung cukup iri dengan orang tersebut.

Dulu saat Kana masih sangat kecil, Kana menyebut orang itu si merah dan menyebut Taehyung si ungu.

Meski Taehyung tahu persis sejak Taehyung hadir si merah jarang menampakkan diri. Namun dalam diri Taehyung selalu merasa sedikit kecemburuan itu. Seseorang yang Kana anggap sebagai yang pertama. Tapi Taehyung tahu persis saat itu mereka bertiga masih sama sama kanak kanak sehingga memikirkan hal itu hanyalah sia sia dan tak berguna bagi dirinya dan Kana.

Taehyung menggeleng-gelengkan kepalanya tak ingin memikirkan hal itu. Saat ini ia bersama dengan Kana dan hal itu sudah membuatnya bersyukur.

Tanpa Taehyung sadari ia merasa lapar. Sebuah suara dari perut Taehyung seakan memberi sinyal bahwa ia perlu mengisi bahan bakar untuk tubuhnya yang cukup banyak bergerak di 1/4 hari ini.

Kana terkekeh kecil. Taehyung menggosokkan kepalanya pelan sambil meringis.

Mereka lalu terhenti di sebuah kedai ramen terdekat.

How was it? How can I interact with u guys huhu

I hope u like it! I promise I'll update fast since now!

natadecocooocreators' thoughts