webnovel

Genset

"Ayo " Ajak Maurer , mengandeng tangan Aeychan yang ikut bergerak mengikuti langkah Maurer. Maurer membuka pintu utama , dalam seketika itu juga angin langsung menyerbu masuk ,bagaikan pasukan tentara yang menyerbu masuk dalam formasi, angin-angin mengibarkan rambut dan pakaian mereka berdua, bahkan untuk berdiri tegap di tengah hempasan angin membutuhkan tenaga yang luar biasa.

Maurer langsung memalingkan wajah nya ke kiri dan menutupi dahi dengan setengah lengan nya, debu-debu dan pasir berterbangan, membuat diri nya susah untuk melihat kedepan, sementara tangan lain nya merangkul Aeychan yang dari tadi tertunduk menghindari pasir yang berterbangan menuju mata nya.

" Ae.. Aeychan" Maurer berbicara dengan sangat susah, karena angin bahkan hampir memporak ponda kan bibir nya, angin mengisi rongga mulut nya saat diri nya berusaha berbicara, membuat bibir nya bergerak tak beraturan , bahkan untuk menutup nya kembali sangat susah " To.. long.. peeu luk akue " Dia sendiri ingin tertawa dengan apa yang ia bicarakan, namun dalam situasi seperti ini, untuk tetap sadar saja sudah luar biasa, semoga dia tahu maksud ku berbicara begitu, karena aku tidak bisa merangkul nya

Aeychan menatap sekilas Maurer saat berbicara , menggola setiap kata yang ia katakan dan mengangguk setuju. Ia langsung memeluk Maurer dari belakang, memeluk nya dengan sangat erat. Ia bahkan merasakan akan terbang jika dia hanya berdiri sendiri tanpa memeluk Maurer

Kaki kanan Maurer bergerak untuk melangkah, kaki nya bergetar hebat saat melangkah, hempasan angin membuat kaki nya tidak dapat berdiri stabil, bahkan sekarang ia tidak bisa merasakan kedua kaki, kedua kaki nya mati rasa karena kedinginan. Ia membungkukan tubuh nya kedepan untuk menahan angin yang terus-terusan menghambat langkah nya. Bibir nya mengering dan berubah menjadi putih pucat, ia juga tidak dapat merasakan gerakan-gerakan otot di wajah nya, yang ia bisa rasakan hanya lah nafas yang keluar lewat bibir nya dengan susah, untuk bernafas dengan hidung saja ia tidak bisa.

Sesekali ia memalingkan wajah nya kearah Aeychan, memastikan jika Aeychan tidak hilang tertiup angin dan tetap di belakang nya, Aechyan berlindung di belakang maurer sambil menenggelamkan wajah di punggung Muarer, dalam hati ia cukup bersyukur jika Aeychan memutuskan untuk ikut bersama nya, jika tidak ada diri nya... mungkin dia akan patah semangat di tengah jalan dan menunggu kematian saja.

Dengan ada diri nya di samping nya membuat dia tidak memiliki pilihan untuk melanjutkan perjalanan dan melindungi Aeychan, dengan susah payah nya mereka baru saja melewati setengah perjalanan, masih ada setengah perjalanan lagi untuk di perjuangkan. Dalam perjalanan ini, mereka berdua hanya diam membisu, terlalu banyak tenaga yang mereka habiskan hanya untuk melangkah, tidak ada lagi tenaga yang tersisa untuk mengeluarkan kata-kata dari mulut mereka.

" Brukkkkkkkkk"

Maurer terjatuh tersujud, kaki nya tidak dapat menompang nya dan tiba-tiba terjatuh. Aeychan berusaha membantu nya dengan menarik badan nya untuk berdiri, Maurer berusaha keras untuk berdiri, ia mengijak kaki kiri nya, menompang beban tubuh di kaki kiri nya dan berusaha mendorong tubuh nya dengan bantuan kedua tangan nya yang menekan tanah untuk berdiri.

Pada saat tubuh nya terdorong kea tas dan berdiri setengah badan, tiba-tiba saja Maurer terjatuh terhempas angin, ia terjatuh dalam posisi terbaring, sesekali terseret angin sampai bergerak mundur beberapa meter, Aeychan berusaha menangkap Maurer dengan tangan nya,namun tubuh Maurer bergerak lebih cepat dari pada diri nya

Aeychan mengejar Maurer, sesekali ia harus mengendalikan keseimbangan nya, jangan sampai ia terjatuh dan terseret angin, di bandingkan berjalan, seperti nya ia bisa di katakan berlari cepat karena angin mendorong nya dari belakang, sementara jika ia ke gudang , angin akan melawan tubuh mereka.

Aeychan berdiri di depan Maurer, diam-diam air mata nya menetes, namun langsung tersapu oleh angin, bahkan jejak air mata di wajah nya langsung mengering begitu saja, ia sesekali menarik nafas lewat mulut nya dengan susah sambil menatap Maurer.

Maurer terduduk diam di sana, sedikit frustasi dengan keadaan nya , sampai ia melihat tubuh Aeychan yang berdiri di depan nya, bahu nya naik turun karena menangis. Air mata tak terlihat di wajah nya, namun ekspresi kesedihan melekat dalam kedua mata nya. Ia memberikan senyuman kecil ke Aeychan, untuk menyatakan ia baik-baik saja. Ia kembali mengumpulkan tenaga yang tersisa untuk berdiri, dan kali ini ia benar-benar dapat berdiri dan melanjutkan perjalanan.

Sesampai nya mereka di depan pintu gudang, membuat perasaan mereka luar biasa bahagia, namun muka mereka yang telah membeku tidak dapat membuat seuntas senyuman apapun, Maurer merongoh saku dalam jubah hangat nya untuk mengambil kunci, ia memegangi kunci tersebut dengan kedua tangan nya yang bergetar hebat, untuk memasukan sebuah kunci kelubang saja sangat sulit.

Aeychan beberapa kali menatap tangan Maurer yang bergetar hebat dan kesulitan memasuki kunci, ia menatap wajah Maurer yang sedikit kecewa, sementara mereka berdua sudah seperti membeku di luar sana. Aeychan memegang kedua tangan Maurer dengan kedua tangan nya yang bergetar karena dingin, ia menekan kuat kedua tangan nya ke tangan Maurer, berharap getaran tangan Maurer berkurang.

Maurer menatap kearah Aeychan dan kembali menatap kedua tangan Aeychan, walaupun tangan mereka berdua bersentuhan, mereka sama sekali tidak dapat merasakan sensasi sentuhan di antara mereka, bahkan untuk merasakan keberadaaan tangan mereka saja tidak bisa. Maurer mengangguk kecil dan memasukan kunci itu kelubang yang seharus nya dari tadi di lakukan nya, perlahan tapi pasti kunci tersebut menancap dengan benar di tempat nya. Kelegaaan langsung menjalar di antara mereka berdua , namun sangat sulit untuk mengukirkan sebuah senyuman di wajah mereka yang membeku.

Mereka berdua langsung saling menatap, mata mereka memancarkan kebahagian dan segera mereka memasuki gudang tersebut. Ruangan tersebut sangat gelap dan lembab, semakin dingin karena angin menyerbu masuk bersama mereka, Aeychan menyenteri keseliling sekilas, ia masih merasakan dingin yang sama saat mereka di luar, bahkan gudang ini tidak dapat melindungi mereka dari udara yang mematikan itu, kekecewaan kembali hadir dalam diri nya.

Maurer menatap Aeychan sekilas yang sedang menatap kesekeliling, sementara ia sedang berusaha keras untuk menutup pintu yang terasa sangat berat karena harus melawan angin yang berlawanan dengan arah pintu. Bukan hanya membuka pintu saja yang harus di perjuangkan, bahkan untuk menutup pintu mereka harus menguras tenaga yang tersisa untuk bertahan hidup.

Maurer meletakan kedua tangan nya di balik pintu dan mendorong pintu itu dengna susah payah, namun pintu tidak kunjung tertutup, ia kembali mencoba dengan menyenderkan punggung nya di balik pintu dan meletakan semua beban nya di pintu tersebut dan terus mendorong nya dengan kedua kaki nya, pintu itu bergerak maju perlahan, namun angin terus mengoyang kan pintu itu untuk mundur, beberapa kali Maurer harus termundur dan kembali maju untuk mendorong pintu tersebut.

Aeychan mengosok kedua lengan nya bersamaan, sambil menatap kearah Maurer yang sedang berkosentrasi untuk menutupi pintu itu. Ah..., Aeychan baru menyadari dari mana arah dingin ini berasal dan segera berlari kearah Maurer dan menyenderkan tubuh nya di belakang pintu dan membantu mendorong pintu tersebut. Cukup memakan waktu lama sampai pintu itu benar-benar tertutup, Maurer segera mengunci pintu tersebut dengan kunci di tangan nya, di tambah dengan kunci tambahan di atas dan bawah pintu .

Maurer menggeleng dan langsung jatuh terduduk lemas di depan pintu itu , ia menatap pintu tersebut , apakah pintu ini dapat menahan beban angin yang sangat kuat? Walaupun mereka sudah mengunakan tiga kunci, diri nya masih kurang yakin jika pintu itu dapat bertahan lama. Aeychan menatap Maurer yang terduduk lemas, ia juga langsung menghempaskan tubuh nya di samping Maurer.

" Aeychan... bantu aku untuk mengangkat kayu besar itu" Tunjuk Maurer kepada kayu tua yang terlihat sangat berat dan besar yang bersender di samping lemari hitam yang besar

Aeychan langsung menatap Maurer dengan heran , alis nya berkerut

selesai, dan baru saja ia mengistirahatkan tubuh nya sejenak.

" Aku takut pintu ini tidak akan bertahan lama jika angin masih sekuat tadi" Menjawab semua pertanyaan dan kekesalan Aeychan.

" Ah.. Baiklah" Aeychan berdiri dengan sangat lambat dan terpopong-popong. Yang tertinggal bagi mereka hanya lah semangat untuk bertahan hidup, mereka tidak memiliki lagi yang tersisa setelah menguras tenaga nya beberapa kali.

Mereka berdua tergeletak lunglai di lantai, setelah membereskan yang mereka anggap sebagai pekerjaan " terakhir" , senter mereka berdua di biarkan menyala dan tergeletak di samping mereka, Maurer menghela nafas beberapa kali untuk membuang semua rasa lelah nya, dada nya naik turun karena ngos-ngosan kelelahan, ia membuka mata nya dan mengarahkan kepala nya kearah Aeychan yang tepat terbaring di samping nya.

Maurer menatap wajah Aeychan yang kelelahan, mata nya beralih ke bibir nya yang terlihat pucat dan sangat kering, bibir nya terbuka untuk mengambil oksigen sebanyak-banyak nya, mata nya masih terpejam lelah, mata nya kembali terarah ke dada Aeychan yang bergerak naik turun saat mengambil nafas cepat. Ia menelan ludah nya dan Segera Maurer memalingkan wajah nya kearah lain, walaupun sebenar nya ia tidak bermaksud apapun, namun ia merasa hal tersebut tidak benar.

Pintu sudah tertutup rapat, namun dingin nya lantai yang mereka tiduri sangat terasa hingga menusuk tulang, Aeychan menatap Maurer yang berada di samping nya, yang sedang memandang kea rah lain, ia menatap dengan penuh perhatian setiap inchi wajah Maurer, jika ia dulu memandang nya dengan penuh kemarahan dan kebencian terhadap Maurer, namun kali ini dia memandang nya sebagai seorang pria yang dapat di handalkan, tidak seburuk ia pikirkan selama ini.

hingga membuat bibirnya pecah-pecah dan berdarah " Tidak apa-apa... , hanya berdarah sedikit, apa kau kedinginan?"

" Tentu saja... dingin" Melipat kedua tangan nya di depan dada " Kita berdua kedinginan"

" Ayo.. kita dudukin tumpukan pakaian bekas di sana" Sambil menarik Aeychan yang sedang duduk di lantai kayu yang sangat dingin seperti sebongkah es. Bibir mereka berdua bergetar mengeletuk , suara gemeletuk gigi mereka berdua kedengaran di sepenjuru gudang tersebut.

Sementara Aeychan duduk dan terselimuti oleh pakaian-pakaian bekas yang tertumpuk di sana, tidak peduli seberapa kotor pakaian itu, seberapa menjijikan nya pakaian itu, ya.. dia memerlukan nya.. dan tidak ada pilihan lain.. dari pada merasakan mati dalam kedinginan. Sementara Maurer memutari gudang untuk mencari barang-barang yang bisa di bakar dan tidak lupa tujuan utama mereka kegudang adalah mencari bahan bakar.

Maurer melihat sebuah benda mencurigakan, benda itu terletak di depan nya , sebuah benda berbentuk segi empat besar, di tutupi oleh sebuah kain putih, ia berhenti di sana,mengamati benda tersebut, menyenteri nya sambil menyentuh penutup putih itu, ia memutuskan untuk menarik nya dengan sekuat tenaga , hingga kain itu terhempas dalam satu tarikan. Bibir nya menyiratkan senyuman yang luar biasa, seperti nya mereka beruntung , harapan hidup juga terasa meningkat

" Lihat apa yang ku temukan" Teriak Maurer kepada Aeychan

" Apa? Apa aku perlu ke sana?"

" Tidak perlu.., di sini sangat dingin. Aku menemukan genzet , bahan bakar serta beberapa karung gandum. Setidak nya kita tidak akan mati kedinginan dan kelaparan"

" Benarkah? Aku kira kita akan mati dengan perlahan dan menjadi zombie.., bagus lah kalau begitu."

Maurer mencoba menghidupkan genzet itu beberapa kali, namun tak berhasil menyala, karena memang benda itu sudah terlalu lama tidak di gunakan. Namun ia tidak berhenti di sana, ia beberapa kali menghidupkan nya kembali

"Drrrt.... Drt.. drrrrrrrttttt" Benda tersebut mengeluarkan suara dan beberapa bergetar ringan sampai akhir nya getaran benda tersebut semakin besar di ikuti suara berisik dari mesin tersebut , lampu disekitar mereka kembali menyala , pemanas di ruang utama menyala, namun tidak ada pemanas di dalam gudang itu. Hanya beberapa lampu yang menyala, menerangi seisi gudang. Maurer langsung menghempaskan tubuh nya di samping Aeychan, di tumpukan pakaian bekas

" Kau tidak apa-apa?" Tanya Aeychan yang mengkhawatirkan Maurer yang terlihat semakin pucat dan lelah

" Tidak apa-apa.., istirahat lah.. mungkin kita akan bermalam di sini sehari. Aku tidak mempunyai tenaga lagi untuk kembali" Senyum nya

Aeychan menarik beberapa lembar pakaian dan langsung menumpukan nya di atas Maurer, ia menyelipkan tangan nya di balik tumpukan pakaian yang berada di atas tubuh Maurer, dan mengenggam kedua tangan Maurer, mengosok nya beberapa kali untuk menghangatkan tangan Maurer yang sudah seperti mayat.

Maurer langsung tersentak begitu Aeychan menyentuh kedua tangan nya, ia menatapi Aeychan yang duduk di samping nya, Aeychan berpura-pura tidak tau apa yang ia lakukan, ia menatap ketempat lain sambil sesekali memutarkan bola mata nya untuk mencari sesuatu yang dia sendiri tidak tau apa itu. Maurer tertawa kecil melihat tingkah Aeychan dan langsung memeluk nya hingga Aeychan terbaring di samping nya

" Yaaa!!! " Teriak Aeychan

" Ssssstt..... kalau mau menghangatkan ku...., sebentar saja.. kita berdiam seperti ini, aku tidak punya tenaga untuk bertengkar dengan mu" Pelukan Maurer semakin kuat, sementara Aeychan hanya terbaring kaku, tangan kaki nya menegang , ia hanya berani menatap langit-langit diatas nya, merasa telah mengkhianati Albert secara diam-diam.